Masa menjalani hari dengan tenang tanpa omelan sudah berakhir. Selama satu minggu kemarin aku seperti menemukan keluarga seutuhnya. Tidak ada tatapan sinis, perlakuan julid, apalagi teriakan kasar. Semua berjalan adem ayem.
Kini aku kembali beraktifitas seperti biasa. Bangun pagi nyapu, ngepel, masak, apa saja pokoknya aku kerjakan jangan sampai terlihat santai oleh mertua.
Ketika aku sedang mencuci sayur, mamah mertuaku datang dari arah luar.
"Di kasih makan apa si aa?" Deg. Aku menoleh tersenyum getir.
"Di kasih makan apa" Memang nya selama ini aku masak apa. Aku tidak memasak makanan yang beracun. Toh dia juga ikut makan. Dan lagi, menurutku sehat kok ada sayur, dan protein. Memang nya standar beliau seperti apa? Aku lihat jika beliau yang memasak juga sama, tidak beda jauh denganku. Astagfirullah. Kenapa beliau bertanya seolah aku ini memasak makanan yang tidak layak dimakan ya.
"Ini mah, teteh masak sayur bayam, ikan, sama tempe goreng. Sambal juga nanti buat" Kataku berusaha tersenyum lebar, seolah pertanyaan nya adalah candaan semata. Padahal sakit sekali. Beliau seperti tidak rela anak nya memakan makanan buatan ku.
"Memang nya si aa suka masakan kaya gitu?" Tanya nya lagi nyelekit. Mana aku tahu Adit suka atau tidak. Aku masak untuk Adit saja baru sekarang setelah menikah. Sebelum nya biarpun kita makan bareng, pasti selalu beli diluar. Tidak enak dilihat tetangga masak bareng dirumah, padahal belum halal.
"Ngga tahu mah, nanti teteh coba" Sahutku menahan emosi. Beliau hanya tertawa remeh, kemudian melengos pergi begitu saja.
Untung beliau langsung pergi, ngga nyaman banget rasanya masak bareng mulut pedas begitu. Sudah benar begini, tidak berada satu tempat dengan beliau, hati juga lebih adem.
Setelah selesai semua, aku menghampiri Adit ke dalam kamar yang masih bermalas-malasan. Dia kerja siang hari ini, jadi aku juga bisa lebih santai memasak. Menyusul ke warung setelah Adit berangkat kerja. Lumayan sedikit mengulur waktu untuk tidak bersama mamah mertua.
"Yank, aku sudah selesai masak. Makan bersama yuk" Ajakku menarik selimut.
"Hm sebentar lagi yank. Masih ngantuk" gumamnya.
"Tapi mamah sudah harus ke warung yank. Nanti kesiangan. Ayo kita makan bersama dulu" Ajakku lagi.
"Iya ayo. Mamah sudah dipanggil belum dikamar nya?"
"Belum. Ini mau aku panggil sekalian keluar"
"Hm nanti aku keluar yank"
"Jangan lupa cuci muka dulu.."
"Iya.."
Tok.. tok.. tok..
"Mah, ayo makan bersama dulu"
"Iya iya berisik banget sih. Nanti juga keluar" Bentaknya kasar membuka pintu.
"Ya sudah, teteh tunggu di depan sama Adit ya.."
"Iya. Sudah sana pergi !!" Blam. Pintu kembali ditutup kasar. Astagfirullah salah apa aku ini. Kok ya masih marah-marah sampai sekarang.
"Lho mamah mana yank?" Tanya Adit yang sudah duduk menunggu.
"Sebentar lagi keluar" Jawabku meletakan semangkuk sayur dan ikan.
"Waahh ini sih ikan kesukaan kamu nih kayaknya" Adit tahu saat dulu ikut makan bersama di rumah pak de.
"Hehe iya yank. Kamu suka ngga? Tanyaku.
"Suka yank, tenang saja. Pokoknya apapun yang kamu masak aku pasti suka" Jawab Adit memuji masakan ku.
"Halah. Masak apa sih. Paling juga sayur. Masakan begituan semua orang juga bisa" Sahut mamah mertua yang tiba-tiba datang dari arah kamar nya. Senyumku hilang entah kemana.
"Ayo mah dicoba dulu. Masakan teteh pasti enak" Ujar Adit tersenyum menggelang. Sudah biasa dengan sikap mamah nya.
"Nanti teteh coba masak yang lain ya mah"
"Ini kenapa ikan nya begini teh" Belum juga mulai makan, beliau sudah protes.
"Kenapa mah, bukan kah dendeng ikan memang seperti itu?" Tanyaku bingung.
"Kenapa masih banyak bumbu nya begini. Pasti tidak kamu cuci dulu ya?"
"Di cuci mah, cuma teteh sengaja tidak terlalu bersih biar bumbu nya masih nempel gitu, teteh suka" Jawabku.
"Kamu ini jorok sekali ya kalau masak. Apa-apa itu semuanya harus dicuci bersih supaya tidak ada kuman. Itu kan bekas tangan orang. Kalau tangan penjualnya kotor bagaimana? Kamu tidak tahu kan?"
"Sudahlah mah. Teteh kan tadi bilang dicuci tapi sengaja tidak terlalu bersih karena dia suka bumbu nya begitu. Toh juga dimasak dengan api. Kalaupun ada kuman pasti sudah mati" Jawab Adit berusaha membelaku.
"Lain kali kalau teteh masak ikan ini lagi pasti akan dicuci sampai bersih tidak ada bumbunya seperti ini mah" Aku menjawab dengan tenang, walau dalam hati aku sudah menangis. Ingin makan kesukaan aku saja tidak bisa.
"Ya iya dong harus bersih. Nanti kalau sakit perut gimana !!" Biar begitu beliau tetap lanjut makan. Bahkan mengambil ikan yang katanya tidak dicuci dengan bersih itu, walau dengan muka menahan jijik.
Melihat ekspresi beliau yang seperti itu, juga ucapan tidak enak nya tadi. Aku sudah hampir menangis, sulit sekali tertelan makanan ini. Mungkin beliau makan juga karena tidak enak hati ke Adit. Sampai kapan aku akan diperlakukan seperti ini ya Allah.
"Maaf yank, kamu terluka lagi gara-gara ucapan mamahku tadi" Adit datang memelukku yang sedang menangis terisak di dalam kamar.
"Aku mau kita pindah secepat nya yank. Tidak apa belum direnov, asal kamar bersih bisa untuk sholat" Jawabku tergugu dipelukan hangat nya.
"Iya, nanti aku bilang ke mamah untuk segera mencari tukang, biar minggu nanti langsung digarap. Kamu yang sabar dulu ya?"
Aku hanya diam mengangguk. Tidak sanggup mengungkapkan kata apalagi untuk mamah mertuaku. Dari sebelum makan, hingga makan berlangsung, bahkan setelah selesai makan pun beliau masih mengolok-olok masakan ku yang katanya tidak dicuci bersih. Padahal aku sengaja begitu, hanya beda selera. Tapi beliau tidak ada habis nya mengoceh.
"Sudah jangan sedih lagi, mending kita jalan-jalan keluar sebentar yuk. Kamu mau jajan tidak?"
"Mau..." Jelas saja aku mau, kapan lagi bisa pergi berdua. Mumpung adik ipar sedang sekolah. Jadi tidak ada yang merengek ikut.
"Huuuu jajan saja langsung gercep" Ujar Adit memelukku lebih erat.
"Mumpung tidak ada mamah, tidak ada bontot juga. Jadi kita bisa berdua" Jawabku.
"Aduh yang lagi ingin dimanja, pengen nya hanya berdua.." Goda Adit mencolek hidungku.
"Apa sih.." Aku pura-pura merengut menyambar jaket dan jilbabku.
"Let's go.." Ganti Adit yang menyambar baju kaos nya. Kalau dirumah dia memang suka toples begitu, paling hanya celana k***r dan singlet. Itu saja sudah keren menurut nya.
Pulang keliling Adit langsung tertidur kembali. Lumayan katanya masih ada sedikit waktu untuk istirahat. Minta dibangunkan saat adzan Dzuhur, supaya bisa bersiap lebih dulu sebelum berangkat kerja pukul satu siang. Sedang aku masih asyik bermain ponsel sambil nyemil makanan yang tadi dibeli.
"Yank, bangun. Sudah dzuhur" Mengelus pipinya, aku berusaha membangunkan suamiku yang ganteng nya maksimal ketika habis gajihan. hihi
"Hm.. " Hanya menggumam, matanya juga masih terpejam.
"Sayang,. bangun sudah dzuhur. Nanti bisa terlambat kamu" Aku mengguncang bahu nya, kali ini berhasil.
"Iya.." Tidak drama seperti biasanya, kali ini langsung membawa handuk ke kamar mandi.
Aku bersiap ke warung setelah Adit berangkat kerja. Pasti mertuaku sudah menunggu aplus sejak tadi.
"Tuh kan ada si teteh, sini teh" Lambai Mae yang melihat aku berjalan di ujung gang. Tiap hari pasti ada saja manusia satu ini. Aku tersenyum menggeleng.
"Kenapa? Ada apalagi?" Tanyaku langsung. Sudah bukan dan tak lain pasti sedang menggibah kalau melihat nya bergerombol begini.
"Teteh sudah isi belum?" Tanya Mae sambil mengelus perutku.
"Belumlah, baru juga satu bulan menikah. Kenapa memang nya?"
"Alah bukan masalahnya baru sebulan menikah. Itu mah mandul kali, bukti nya si Dewi tuh. Dia juga belum lama menikah. Tapi sudah hamil" Sewot salah satu nenek yang ikut bergerombol bersama Mae. Aku juga baru kali ini melihat nya. Deg. Aku langsung terdiam. Siapa sih nenek ini, kenal juga tidak tapi langsung menghakimi orang.
"Belum rejeki nya kali nek, milik orang kan berbeda-beda" Sahut Mae membelaku. Berusaha menenangkan aku yang langsung terdiam. Tersenyum getir.
"Lah ya sudah pasti mandul. Orang dimana-mana kalau dipake ya pasti hamil. Lah ini, sudah dipake tapi tidak isi juga. Apa bukan mandul itu nama nya. Iya ngga ibu-ibu" Tak gentar si nenek berusaha mengompori ibu-ibu yang masih bergerombol. Mereka kemudian berbisik-bisik.
"Sudah teh, jangan di dengar. Yang sabar saja. Rejeki orang kan tidak ada yang tahu kapan datang nya. Nenek yang satu ini memang gitu, suka mengomentari hidup orang" Mae mengusap bahuku. Meyakinkan aku bahwa masih banyak waktu untuk promil. Toh aku menikah juga baru sebulan.
Yang aku heran, mamah mertuaku malah hanya diam tidak ikut bersuara. Mungkin malah senang, kalau beliau kan memang menginginkan aku menunda punya anak lebih dulu.
Hancur sudah duniaku. Baru tadi pagi aku dikritik habis-habisan oleh mertua. Kini ada saja yang datang menghakimiku yang bahkan aku juga tidak kenal dengan nya. Beliau se enak jidatnya bilang aku mandul dan membandingkan aku dengan orang lain yang sudah hamil lebih dulu. Memang nya dia tuhan. Bisa menentukan kapan seseorang bisa hamil.
Sudah cukup. Aku tidak bisa tinggal lebih lama lagi dengan orang-orang toxic seperti mereka. Aku akan menjauh, meminta Adit untuk segera pindah rumah setelah selesai direnovasi. Menjaga hati dan perasaan ku supaya tetap waras jauh lebih penting daripada terus diam ditindas mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments