Hari ini Adit menjemput ku dirumah pak de untuk kemudian pergi ke rumahnya. Aku sudah deg-degan setengah mati dari pagi. Bagaimana kalau respon keluarga Adit kurang baik? Atau.. merendahkan aku yang hanya orang kampung numpang hidup di kota. Mengesampingkan itu, aku tetap bersiap-siap sebelum jam 1 siang nanti Adit datang menjemput. Aku dandan ala kadarnya saja, karena memang aku tidak bisa dandan orang nya.
"Ciieee.. yang mau ketemu camer" (calon mertua) Kak Lia muncul dari balik pintu. "Dandan terooossss..."
"Jangan gitu. Aku kan hanya silaturahmi saja. Gimana? Aku sudah cantik belum?"
"Cantik.. mau didandani tidak..?"
"Tidak usah, begini saja nanti ribet. Apa ada nya saja"
"Si Adit sudah on the way?"
"Sudah. Tadi dia bilang langsung jalan"
"Sudah minta restu belum ke mamahmu?"
"Restu apa. Aku cuma bilang kalau aku lagi dekat dengan laki-laki. Nama nya Adit. Sudah begitu"
"Idihh masa gitu. Nanti kalau Adit beneran ngajak nikah gimana?"
"Ya sudah oke. Nanti aku bilang lagi ke mamahku. untuk sekarang aku belum membahas soal pernikahan. Apalagi bilang kalau aku mau diperkenalkan dengan orangtuanya"
"Ya sudah nanti aku yang bilang ke bi Sumi ya..?" Kak Lia bahagia sekali melihat aku salah tingkah.
"Eh jangan... Nanti aku saja yang bilang. Harus diwaktu yang tepat pokoknya. Biar direstui"
"Halah... paling juga kamu takut mau dijodohkan sama kang bakso. Iya kan?" Hahaha kak Lia tertawa lebar pokoknya. Apalagi kalau soal bully begini.
"Tin.. tin.."
"Tuh kang mas mau datang"
"Iya, sebentar lagi aku turun"
"Yanti, jangan lupa tutup pintu nya"
Kak Lia berteriak ketika aku sudah ditangga. Terpaksa balik lagi.
"Budhe aku keluar dulu sama Adit yaa.."
"Iya, tuh sudah ditunggu sejak tadi ngga turun-turun kamu.."
"Iya ini aku sekalian pamit ya.. assalamu'alaikum.."
"Waalaikumsalam.."
Kali ini pak de tidak ada. Jadi Adit ditemani kak Sena selagi menungguku keluar.
"Dah siap, yuk cusss.."
"Wedeehh gaya bener.. mau kemana..?"
"Ah kepo" Aku menanggapi candaan kak Sena dengan ketus. Jelas-jelas dia sudah tau aku mau kemana.
"Hati-hati dijalan. Jangan lupa pulang bawa martabak ya"
"Sudah jangan di dengar kak Sena tuh" Tanpa menoleh lagi aku dan Adit langsung on the way ke rumah orangtua Adit.
"Assalamu'alaikum.. Mah, pak kenalin ini Yanti nama nya"
"Waalaikumsalam, ehh ada teman si aa. Sehat teh?"
"Alhamdulillah sehat bu.."
"Sini.. silahkan duduk. Maklum rumah si aa begini adanya. Bukan orang punya teh kita tuh.."
"Iya bu ngga papa.."
Aku menyalami orangtua Adit juga adik perempuan nya. Ramah. Tidak sinis seperti yang aku bayangkan sebelum nya.
Ibu Adit bergegas ke belakang setelah basa-basi denganku. Kembali dengan membawa dua gelas air putih untukku dan Adit juga makanan ringan.
"Gimana? sudah lama sama si aa?"
"Lumayan bu satu tahun lebih.."
"Iya, si aa juga sudah banyak cerita. Hampir setiap hari menceritakan kamu.."
Aku menoleh menatap Adit. Tidak menyangka ternyata dia sudah melangkah sejauh ini. Malu rasanya. Belum pernah bertemu, tapi sepertinya orangtua Adit sudah taju banyak tentangku.
"Katanya sudah kepengen nikah? Memang nya teteh sudah siap?"
Seperti terkena tembak aku langsung terdiam. Tidak ada kesempatan mundur lagi. Mau tidak mau aku harus mengikuti alur pertanyaan ini. Sebagai konsekuensi kedekatan aku dan Adit selama ini.
"In sya Allah siap bu kalau memang Adit serius"
"Oke. Kalau kalian berdua memang sudah sepakat, serius mau melanjutkan hubungan kalian ke jenjang pernikahan lebih baik disegerakan saja. Jangan ditunda-tunda. Ibu dan bapak juga sudah merestui kalian sejak Adit mengutarakan keinginannya mau menikah dengan kamu.."
"Nanti dua Minggu lagi bapak dan ibu kesana. Katanya orangtua teteh mau kesini dari kampung? Sekalian silaturahmi" Bapak ini sejak tadi anteng. Sekali nya bicara langsung boom. Dua Minggu lagi katanya. Jantungku mau meledak dihujani ucapan-ucapan mengagetkan sejak datang tadi.
\*\*\*
Hari ini , tepat saat resepsi pernikahan kak Sena Adit datang bersama keluarganya. Hadir sebagai tamu undangan , tapi juga sebagai calon besan yang mau membicarakan tentang pernikahan anaknya. Semua anggota keluarga besarku turut duduk bersama. Menguatkan mamahku yang sendirian karena ayahku tidak hadir di pernikahan kak Sena. Beliau menemani adikku yang masih duduk di bangku sekolah SD.
Siapa yang menyangka, niat silaturahmi keluarga Adit justru langsung menentukan tanggal pernikahan. Ayahku juga sudah hadir virtual lewat panggilan video call sejak tadi.
"Kalau pernikahan nya dilangsungkan tiga bulan dari sekarang bagaimana bu, pak? Jangan lama-lama calon pengantin pria nya sudah tidak sabar katanya". Ayah Adit memulai obrolan serius setelah tadi perkenalan. Semua orang tersenyum lebar dengan ucapan ayah Adit itu. Bahagia. Sedang Adit hanya cengengesan malu.
"Apa tidak terlalu cepat pak?" Mamahku langsung menanggapi seperti enggan melepas putrinya ini menikah lebih cepat.
"Lebih cepat lebih baik bu. Supaya tidak menimbulkan fitnah. In sya Allah kami segera menyiapkan segala sesuatu nya"
"Tapi saya minta pernikahan nya dilangsungkan di kampung sini. Yanti itu kan anak saya, saya tidak mau merepotkan pak de lebih banyak lagi. Kasihan pak de, baru juga resepsi sudah mau resepsi lagi" Ganti ayahku yang bersuara.
"Tapi kalau resepsi disini lebih mudah pak. Lagi keluarga kami juga pasti lebih banyak yang hadir turut menyaksikan akad nya" Ayah Adit tidak mau kalah..
"Saya sudah mengalah acara lamaran mendadak dan tertutup begini . Saya hanya tidak ingin dicap buruk oleh warga karena acara pernikahan nya tidak disebar luaskan bahkan lamaran nya juga diam-diam" Ayahku mulai emosi mengingat acara sepenting ini tapi beliau tidak bisa hadir turut menyaksikan langsung.
"Bukan begitu pak, kami tidak bermaksud merendahkan keluarga bapak, hanya memberi usul. Kalau bapak mau acara pernikahan nya dilangsungkan di kampung sana juga tidak apa. In sya Allah kami dan keluarga besar siap datang memenuhi permintaan bapak"
"Kalau begitu saya setuju. Tinggal menunggu keputusan Yanti dan pak de. Karena yang tahu keadaan disana kan pak de . Kalau pak de setuju, sudah pasti itu yang terbaik untuk Yanti. Saya juga setuju"
"Sekarang pak de tanya, kamu bagaimana Yanti? Apakah sudah yakin dengan Adit? Siap acara pernikahan nya dilangsungkan tiga bulan lagi dari sekarang?"
"Saya yakin pak de, in sya Allah siap tiga bulan lagi saya menikah"
"Nah kalau sudah setuju semua, saya sebagai wali nya Yanti disini mewakili ayah Yanti yang tidak bisa hadir menerima Lamaran dari Adit. In sya Allah juga kami siap menerima kedatangan bapak dan ibu sekeluarga nanti di kampung"
"Alhamdulillah.."
Semua yang turut hadir menyaksikan Lamaran tadi tersenyum lega. Tidak ada tukar cincin atau apapun itu. Semua serba dadakan. Tapi bersyukur karena semua sudah deal tanggal juga sudah ditentukan. Tinggal mempersiapkan jalan nya proses pernikahan sampai tiba hari H nya nanti.
Acara resepsi kembali dilanjutkan. Orangtua Adit juga sudah pamit pulang. Hanya Adit yang tinggal membantu kami melaksanakan jalan nya acara.
Menjelang malam tamu undangan mulai sepi. Adit pamit pulang setelah makan malam bersama. Tinggallah kami keluarga inti yang masih asyik mengobrol. Pengantin wanita sudah kembali ke kamar berganti pakaian. Tak lama kak Sena muncul dengan gagahnya. Masih mengenakan setelan jas dan sepatu nya. Datang menghampiri kami membaur mengobrol bersama.
"Woy Lia.. sini kita bully yang habis Lamaran"
"Tuh kan mulai nih biang rusuh datang" Aku sudah ancang-ancang mau pergi, tapi kak Lia datang menarik tanganku duduk kembali. Apes.
"Mau kemana kamu. Sini duduk dulu. Enak saja main pergi. Tidak ada status tidak ada hubungan tau-tau nikah. Se enak jidatmu melangkahi aku. Harusnya kan aku yang nikah duluan"
"Mulai nih drama nya" Sindir ku pasrah.
"Tau tuh orang lagi resepsi dia nimbrung Lamaran. Ngga modal banget Lamaran saja numpang. Harus nya kan biayanya bagi dua karena dia numpang Lamaran. Rugi aku ini.."
Hahaha.. semua orang yang mendengar obrolan ngawur kak Sena dan kak Lia tertawa tergelak. Benar-benar mereka ini paling bisa membuatku diam tidak berkutik.
"Waahhh iya juga. Harusnya kan dia kasih uang pelangkah buat aku. Kan dia nikah duluan sebelum aku. Bener-bener ya kamu ini.. bayar..!" Kak Lia menadahkan tangan meminta uang pelangkah. Sedang kak Sena juga tak mau kalah turut menadahkan tangan nya meminta uang ganti rugi.
"Mana sini.. bayar..! Bagi dua modalnya. Curang kamu. Mau enaknya saja. Nasi, daging, ayam, kue semuanya dibeli pakai uang bukan terima kasih" Kak Sena dan kak Lia mulai menjadi-jadi.
"Kabuuuuuuur..."
Aku lari menghindari candaan mereka yang membuat perutku mulas juga berderai air mata. Bukan hanya aku, tapi mereka yang nonton juga memegangi perutnya menahan kram.
Tidak, aku sama sekali tidak tersinggung dengan candaan mereka. Aku justru bahagia karena itu adalah bentuk kasih sayang mereka terhadapku. Mana mungkin mereka sampai hati membully ku seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments