Bab 6. Mulai curiga

Sejak Lamaran hari itu dalam hati aku berjanji. Sudah, berakhir sudah pencarian ku selama ini. Tidak akan dekat lagi dengan pria lain selain Adit. Bahkan sekedar melirik atau chat sekalipun. Menghindari interaksi dengan teman pria di sosmed, bahkan kontak teman pria juga aku hapus semua. Demi menjaga perasaan Adit dan komitmen pada kesetiaan yang aku buat pada diriku sendiri.

Tidak ada yang meminta aku begitu. Tapi aku sendiri yang menginginkan kesetiaan hanya pada satu laki-laki. Adit. Sudah cukup, tidak ada yang lain lagi.

Hari-hari ku sekarang makin sibuk. Disela-sela waktu yang tidak banyak saat weekend aku dan Adit menyempatkan waktu mencari barang untuk seserahan nanti. Karena mamah mertuaku menyerahkan semua keperluan seserahan yang akan dibawa aku yang pilih sendiri. Yang repot itu jika kami kerja beda shift. Paling hanya satu barang yang di dapat. Itu pun memilih seadanya saja karena waktunya yang mepet.

"Hari ini dapat apa?"

"Hanya dapat inner bawahan dan atasan gamis bu.."

"Lho kok cuma dua potong saja teh, kenapa tidak sekalian saja beli beberapa potong. Kan bisa buat ganti-ganti nanti nya.."

"Iya bu tadi waktunya mepet jadi buru-buru.."

"Tuh mah panggil nya masih bu.. bu.. terus" Adit protes dengan panggilanku terhadap mama nya.

"Masih malu mungkin Dit belum terbiasa. Nanti juga lama-lama terbiasa ya teh.."

"Iya bu.. eh mah.." Hahaha Adit dan mamanya menertawakan ku.

Malu rasanya memanggil orang lain "Mah" padahal bukan mamahku. Akankah mamah Adit seperti mamahku juga nanti nya? Semoga saja begitu.

"Nanti kalau ada waktu lagi, ajak Yanti beli cincin nikah Dit, sekalian mas kawin nya.."

"Iya mah, paling Minggu depan lagi.."

"Iya tidak apa-apa. Eh iya teteh mas kawin nya mau apa? Cincin atau gelang? Adit tidak bisa kasih banyak-banyak teh paling hanya 10 gram emas"

"Terima kasih mah, Alhamdulillah. Itu saja sudah cukup" Karena sebaik-baiknya mahar adalah yang tidak memberatkan pasangan nya. Tapi sebaik-baiknya lelaki pasti akan memberikan yang terbaik untuk pasangan nya.

"Mau pilih apa? "

"Yang sudah pasti cincin mah, kalau gelang teteh sepertinya tidak biasa"

"Ya sudah nanti dipikirkan lagi, yang penting jumlahnya 10 gram. Dulu saat kakak Adit juga 10 gram. Biar adil ya, tidak ada yang iri"

"Iya mah, tidak apa-apa"

"Ayo Yanti, aku antarkan pulang dulu sebentar lagi aku harus kerja.."

"Iya.. ayo.."

"Mah teteh pamit dulu ya.."

"Iya hati-hati dijalan teh. Eh iya mamah lupa tanya. Nanti kalau sudah menikah mau tinggal dimana? Disini atau dikampung? Kalau dikampung terus terang saja mamah tidak boleh. Mamah tidak mau jauh dari anak. Apalagi kerja nya kan berat disana. Paling juga nyangkul di sawah. Kasihan nanti anak mamah. Mending disini, kerjanya enak. Tidak capek"

" Iya mah, saya kan sudah biasa tinggal jauh dari orangtua. In sya Allah tinggal disini tidak dikampung"

"Syukur kalau begitu. Kalau dikampung mau kerja apa nanti? Nyangkul saja tidak bisa si Adit. Memang kamu mau tidak dikasih nafkah?"

"Lahh ya tidak mau mah.."

Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan ucapan mamah Adit tadi. Apa maksud nya tidak boleh tinggal dikampung? Mamahku saja rela kalau aku tinggal di kota bersama Adit. Rela jauh dari anaknya. Yang penting anaknya bahagia. Kenapa beliau tidak? Belum-belum sudah mengatur begini. Aku mulai emosi mengingat nya. Kalau saja tidak ingin jaga image, aku sudah jawab telak ucapan mamah Adit tadi.

Masa iya belum sah saja aku sudah debat dengan calon mertua. Aku tidak ingin dicap menantu yang buruk nanti nya. Tapi kalau dipikir lagi, kok nyesek ya. Bagi nya jauh dari anak itu tidak enak. Tidak rela kalau anaknya kerja banting tulang di sawah. Lalu apa kabar dengan mamahku. Beliau juga sama. Tidak ingin putrinya capek dan hidup susah nanti nya. Semua orang tua pasti sama. Tidak ingin anaknya susah. Pasti menginginkan yang terbaik supaya anaknya sukses dan hidup berkecukupan.

Tapi kok tega ya mamahnya Adit bilang begitu. Apa maksud nya? Memang kenapa kalau kerja di sawah? Capek itu pasti. Semua pekerjaan pasti capek dan punya resiko tersendiri. Tidak sedikit kok yang hidup dikampung tapi bisa sukses tidak kekurangan uang. Hidup berkecukupan, bahkan mewah.

Seperti juragan padi misalnya. Atau juragan kambing. Atau.. kalau ingin seperti di kota buka saja toko sembako, toko material, atau toko-toko lain nya yang sekira nya dibutuhkan dikampung tapi dalam jumlah banyak dan penataan yang rapi. Seperti mall dan swalayan. Modern. Pasti menarik perhatian karena dikampung tidak ada.

Begitu saja kok repot. Asal kreatif dan mau bekerja keras, pasti ada hasilnya. Tidak gengsi yang penting menghasilkan uang.

Aku terus bungkam sepanjang perjalanan. Tidak ingin berpikir terlalu jauh. Tapi tetap saja tidak enak. Aku tidak ingin orangtua ku kecewa nanti nya. Dan aku juga tidak ingin menyesal.

"Kenapa kok diam saja? Kamu kepikiran ucapan mamahku tadi?"

"Iya, masa begitu. Kalau mamahku sama berpikirnya, masa iya kita batal nikah. Kan tidak ada yang merestui?" Hahaha Adit tertawa mendengar ucapan ku.

"Kenapa tertawa. Memang lucu?"

"Tidak. Sudahlah kamu jangan negatif thinking begitu. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk kita"

"Ya tapi kalau tidak ada yang mau mengalah bagaimana? Mamah mu tidak ingin jauh dari anaknya. Sedang mamahku juga ingin selalu dekat dengan putrinya karena aku selama ini tinggal dengan pak de"

"Iya tenang saja. Kita pasti menikah kok. Sudah diatur sama Allah iya kan? Pasti salah satu dari mereka ada yang mengalah"

"Tetap saja mamahku yang mengalah.."

"Kamu mau mamahku yang mengalah? Nanti aku kerja apa? Tenanglah. Tinggal disini kan masih bisa mudik. Kamu bisa pulang kapan pun kamu mau. Ya..?"

"Hm.."

Hening. Tidak ada yang mendebat lagi. Pikiranku terlalu buntu. Tidak bisa membayangkan kalau nanti mertuaku sok ngatur dan selalu ikut campur urusan rumah tanggaku.

"Mau beli makanan dulu tidak?"

"Tidak usah. Aku masih kenyang. Tadi kan sudah makan"

"Ya sudah, aku nanti langsung pamit ya tidak mampir dulu"

"Iya.."

Membuka pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah. Tidak ada raut bahagia. Pikiranku masih ruwet.

"Yanti kok cemberut gitu?"

"Iya budhe, lagi badmood.."

"Lah habis shoping kok badmood. Kurang duit kali dia" Kak Sena yang selalu nyinyir ikut mengomentari.

"Enak saja. Kalau soal duit unlimitid ya.."

"Ya terus kenapa..?"

"Aku bt kak Lia.."

"Iya kenapa..?"

"Ya pokoknya aku bt"

"Dasar aneh.."

Aku terpaksa tidak memberitahukan kegundahan hatiku pada mereka. Mereka bilang pasti aku lebay. Terlalu parno. Lebih baik masuk kamar saja. Baru juga mau rebahan, biang rusuh datang.

"Yanti woy.. ngapain si bt melulu kerjaan nya.."

"Apa si.. kak Lia tidak tahu saja"

"Bodo amat. Kamu juga tidak mau cerita. Nanti malam keluar yuk bareng bestie.."

"Kemana?"

"Biasa.. kita nongki "

"Aku sama siapa?" Sekedar memastikan karena biasanya mereka satu paket dengan pasangan nya masing-masing. Ujung-ujung nya aku yang tidak jadi pergi.

"Sama aku saja. Doi lagi ngga bisa ikut.."

"Nah.. gitu dong. Baru oke."

"Kamu yang traktir ya.."

"Tuh kan ujung-ujungnya aku lagi.."

"Kapan lagi coba. Sebentar lagi kan kamu mau menikah. Pasti nanti jarang ikut kumpul"

"Iya... iya.. Kakak ku tersayang. Do'akan ya acara nya lancar. Rejeki nya makin ngalir deres kaya air"

"Aamiin.."

Adit sudah pasti tidak bisa ikut karena dapat lembur. Tidak apalah lumayan buat nambah-nambah biaya nikah. hihi

Tapi aku tetap meminta izin dan mengabari Adit kalau aku mau pergi. Setidaknya statusku sekarang calon istri. Tidak bisa se enaknya seperti dulu.

Setelah isya kami bersiap. Memantaskan diri di cermin.

"Yanti ayo sudah siap belum..?"

"Sudah. Let's go.."

Kami langsung berangkat ke tempat biasa. Angkringan wedangan solo. Banyak anak muda yang nongkrong disini. Selain harga nya yang terbilang murah, duduk dipinggir jalan dengan alam terbuka menambah suasana hangat bagi yang menikmati nya.

"Woy Yanti calon manten dadakan yang kaya tahu bulat. Sendirian aja nih kemana doi nya"

"Biasa.. ada lembur.."

"Wahh mantap dong. Cuan terus. Doi yang kerja kamu yang jajan"

"Oh ya jelas.. kalau itu.." Haha sontak saja mereka tertawa bersama. Calon kaum rebahan yang mereka impikan ketika sudah menikah.

"Gimana sudah izin belum sama calon suami?"

"Aman. Aku sudah mengabari Adit tadi"

Episodes
1 Bab 1. Pertemuan Kembali
2 Bab 2. Mengagumi dalam hati
3 Bab 3. Adit saja
4 Bab 4. Lampu Restu
5 Bab 5. Numpang Lamaran
6 Bab 6. Mulai curiga
7 Bab 7. Spill Pernikahan
8 Bab 8. Hari pertama di rumah Mertua
9 Bab 9. Canda Galau
10 Bab 10. Perang Batin
11 Bab 11. Masih Julid
12 Bab 12. Terkena maag
13 Bab 13. Di jenguk kak Lia
14 Bab 14. Berkunjung ke rumah pak de
15 Bab 15. Persiapan Resepsi ke-2
16 Bab 16.Resepsi ke-2
17 Bab 17. Di tuding mandul
18 Bab 18. Tangis tak bertepi
19 Bab 19. Ada Kista
20 Bab 20. Sedikit Bernostalgia
21 Bab 21.Mengasingkan Diri
22 Bab 22. Rencana Pindah Rumah
23 Bab 23. Sabar, tiga hari lagi
24 Bab 24. Surprise Pindahan
25 Bab 25. Syukuran
26 Bab 26. Malam Pertama di rumah baru
27 Bab 27. Ketahuan Lagi
28 Bab 28. Pak de berkunjung
29 Bab 29. Gabug
30 Bab 30. Jadwal ke dokter
31 Bab 31. Liburan Tipis
32 Bab 32. Garis dua
33 Bab 33. Kabar yang tak di inginkan
34 Bab 34. Tamu tak diundang
35 Bab 35. Tim Rusuh
36 Bab 36. Ngidam dirumah mertua
37 Bab 37. Sidak Dadakan
38 Bab 38. Dipermalukan
39 Bab 39. Buah dari sabar
40 Bab 40. Mudik
41 Bab 41. Pertemuan dengan orangtua
42 Bab 42. Kasih Ibu
43 Bab 43. Silaturahmi
44 Bab 44. Salah Praduga
45 Bab 45. Pengajian penuh gosip
46 Bab 46. Bahagia bareng bestie
47 Bab 47. Kerja Bakti malam-malam
48 Bab 48. Nengok Utun
49 Bab 49. Kena Karma
50 Bab 50. Mulut Jahat
51 Bab 51. Tak Dianggap
52 Bab 52. Mengadu
53 Bab 53. Makan Telur
54 Bab 54. Bikin Iri
55 Bab 55. Pengakuan
56 Bab 56. Hampir Menyerah
57 Bab 57. Kesal
58 Bab 58. Perut Semangka
59 Bab 59. Panik
60 Bab 60. Operasi Dadakan
61 Bab 61. Di marahi dokter
62 Bab 62. Tidak boleh minum
63 Bab 63. Derita Pasca SC
64 Bab 64. Di klaim manja
65 Bab 65. Luka terbuka
66 Bab 66. Uang yang berkuasa
67 Bab 67. Buntut dari Air Mata
68 Bab 68. Puasa Biar Kurus
69 Bab 69. Berusaha Mendekat
70 Bab 70. Dan terjadi lagi
71 Bab 71. Tawaran dari Kak Andy
72 Bab 72. Kesepakatan Bersama
73 Bab 73. Persiapan buka toko
74 Bab 74. Dianggap Benalu
75 Bab 75. Cemburu soal anak
76 Bab 76. Keakraban dengan tetangga
77 Bab 77. Mulai Gerah
78 Bab 78. Beli Mobil
79 Bab 79. Syukuran
80 Bab 80. Liburan
81 Bab 81. Batas Kesabaran
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Bab 1. Pertemuan Kembali
2
Bab 2. Mengagumi dalam hati
3
Bab 3. Adit saja
4
Bab 4. Lampu Restu
5
Bab 5. Numpang Lamaran
6
Bab 6. Mulai curiga
7
Bab 7. Spill Pernikahan
8
Bab 8. Hari pertama di rumah Mertua
9
Bab 9. Canda Galau
10
Bab 10. Perang Batin
11
Bab 11. Masih Julid
12
Bab 12. Terkena maag
13
Bab 13. Di jenguk kak Lia
14
Bab 14. Berkunjung ke rumah pak de
15
Bab 15. Persiapan Resepsi ke-2
16
Bab 16.Resepsi ke-2
17
Bab 17. Di tuding mandul
18
Bab 18. Tangis tak bertepi
19
Bab 19. Ada Kista
20
Bab 20. Sedikit Bernostalgia
21
Bab 21.Mengasingkan Diri
22
Bab 22. Rencana Pindah Rumah
23
Bab 23. Sabar, tiga hari lagi
24
Bab 24. Surprise Pindahan
25
Bab 25. Syukuran
26
Bab 26. Malam Pertama di rumah baru
27
Bab 27. Ketahuan Lagi
28
Bab 28. Pak de berkunjung
29
Bab 29. Gabug
30
Bab 30. Jadwal ke dokter
31
Bab 31. Liburan Tipis
32
Bab 32. Garis dua
33
Bab 33. Kabar yang tak di inginkan
34
Bab 34. Tamu tak diundang
35
Bab 35. Tim Rusuh
36
Bab 36. Ngidam dirumah mertua
37
Bab 37. Sidak Dadakan
38
Bab 38. Dipermalukan
39
Bab 39. Buah dari sabar
40
Bab 40. Mudik
41
Bab 41. Pertemuan dengan orangtua
42
Bab 42. Kasih Ibu
43
Bab 43. Silaturahmi
44
Bab 44. Salah Praduga
45
Bab 45. Pengajian penuh gosip
46
Bab 46. Bahagia bareng bestie
47
Bab 47. Kerja Bakti malam-malam
48
Bab 48. Nengok Utun
49
Bab 49. Kena Karma
50
Bab 50. Mulut Jahat
51
Bab 51. Tak Dianggap
52
Bab 52. Mengadu
53
Bab 53. Makan Telur
54
Bab 54. Bikin Iri
55
Bab 55. Pengakuan
56
Bab 56. Hampir Menyerah
57
Bab 57. Kesal
58
Bab 58. Perut Semangka
59
Bab 59. Panik
60
Bab 60. Operasi Dadakan
61
Bab 61. Di marahi dokter
62
Bab 62. Tidak boleh minum
63
Bab 63. Derita Pasca SC
64
Bab 64. Di klaim manja
65
Bab 65. Luka terbuka
66
Bab 66. Uang yang berkuasa
67
Bab 67. Buntut dari Air Mata
68
Bab 68. Puasa Biar Kurus
69
Bab 69. Berusaha Mendekat
70
Bab 70. Dan terjadi lagi
71
Bab 71. Tawaran dari Kak Andy
72
Bab 72. Kesepakatan Bersama
73
Bab 73. Persiapan buka toko
74
Bab 74. Dianggap Benalu
75
Bab 75. Cemburu soal anak
76
Bab 76. Keakraban dengan tetangga
77
Bab 77. Mulai Gerah
78
Bab 78. Beli Mobil
79
Bab 79. Syukuran
80
Bab 80. Liburan
81
Bab 81. Batas Kesabaran

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!