Rencanaku yang mau curhat ke kak Lia kemarin gagal. Sengaja mengungsi ke dalam kamar biar tidak terdengar mertua, malah kak Lia yang curhat duluan. Langsung berangkat ke kampus setelah sholat Dzuhur. Waktu nya mepet katanya. Nanti kamu main saja ke rumah ya, nanti aku jemput. Pulang nya aku antar sekalian ke kampus.
Waahh baik sekali kakak ku yang satu ini ya, dia tahu aku tidak bisa bawa motor jadi selalu siap antar jemput kalau aku butuh. Sedekat itu kami. Seperti saudara kandung.
"Yank.."
"Hm.." Aku yang sedang bertukar pesan dengan kak Lia menoleh.
"Ini kan lagi hujan, kita tidur yuk. Seperti nya bakal pulas ini buat tidur" Jawabnya cengar-cengir. Pasti cuma modus ini.
"Terus kalau hujan kenapa. Masih sore yank. Isya saja belum. Jangan modus kamu" Sahutku ketus.
"Nama nya juga usaha yank, siapa tahu berhasil" Lagi-lagi suamiku ini cengar-cengir. Mupeng sekali dia. Padahal kami tidak begituan juga hanya karena aku sakit kemarin. Sekarang sudah merengek minta jatah. Seperti tidak ada capek nya.
"Nanti setelah isya ya" Adit tersenyum lebar. Berbaring di pangkuanku. Kalau sudah begini, itu artinya dia minta dimanja.
"Apa semua laki-laki begini ketika bersama istrinya. Manja, tapi kalau diluar dia sok kuat". Batinku.
"Semoga dedek bayi nya cepat jadi ya yank" Aku yang sedang mengelus rambutnya pun tertawa.
"Hahaha. Kamu masih saja bahas itu yank. Mamah kan ingin kita kerja dulu" Jawabku mengingatkan Adit.
"Sudah. Jangan diambil hati omongan mamah. Pokok nya malam ini gas poll ya yank.." Jawab Adit menaik turunkan alis. Menarik tengkuk ku. Melumat bibirku pelan, penuh perasaan. Hingga tanpa sadar kami sudah berbaring saling berpelukan. Menikmati ciuman panas penuh hasrat. Adit yang sudah bermain dengan si kembar, menarik lepas kaos ku. Hampir saja melanjutkan adegan panas tadi, seketika berhenti mendengar suara adzan.
"Ayo kita sholat dulu yank. Pakai kaos mu!" Ucapnya tegang, berlalu keluar kamar.
"Hm.." Aku hanya mengangguk dengan nafas masih ngos-ngosan.
Setelah sholat bersama, Adit langsung memeluk ku yang tengah melepas mukena.
"Ayo kita lanjutkan yang tadi yank, aku sudah tidak tahan ini"
"Jangan-jangan tadi sholat nya kamu tidak khusu ya" Jawabku tergelak.
"Bukan nya tidak khusu, tapi si kecil yang sejak tadi bangun tidak bisa tidur lagi yank. Aku sampai kewalahan menenangkan nya" Dengus nya kesal.
"Sabar dulu, aku masih harus beresin mukena ini" Aku sengaja mengulur waktu. Senang sekali bisa menggoda nya.
"Alah tidak usah. Biarkan saja disitu. Besok pagi juga dipakai lagi" Jawab nya tidak sabaran. Langsung membawaku ke tempat tidur.
Adit langsung tertidur begitu permainan selesai. Sedang aku masih sempat bermain ponsel sebelum akhirnya menyusul ke alam mimpi. Bangun lebih dulu dan sholat sebelum kemudian pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Ternyata sudah ada mamah mertua yang sedang menata makanan. Aneh sekali, biasanya jam segini beliau sedang duduk ngopi di teras. Ini bahkan baru jam setengah enam pagi. Tumben sekali sudah beres masak. Pikirku.
"Eh mah, sudah masak?" Tanyaku mendekat.
"Tidak masak, ini beli di warung depan sana. Nanti kita makan bersama. Panggil suamimu sana!" Tetap pada konsisten nya, dengan suara ngegas tidak suka.
"Iya mah.." Sahutku berlalu ke kamar menghampiri Adit. Bodo amat dengan sikap nya yang selalu begitu.
"Yank sudah selesai mandi?" Tanyaku pada Adit yang sedang memakai baju seragam nya.
"Sudah, kenapa? Kalau mau makan, nanti kita ke depan saja beli sarapan yank.." Tanggap Adit peka setelah aku sakit kemarin.
"Bukan. Itu mamah kok tumben banget jam segini sudah menata makanan. Katanya kita disuruh makan bareng. Biasa nya kan masih ngopi jam segini" Aduku penasaran.
"Mungkin efek kamu sakit kemarin. Aku bilang kamu kena maag gara-gara telat makan gitu.."
"Kamu bilang gara-gara itu yank, nanti dikira aku menyindir beliau. Terus ngomel lagi, gimana?" Sahutku sedikit takut. Masalah nya aku sudah malas berdebat dengan nya.
"Tidak akan. Ayo kita sarapan bersama" Ajak Adit keluar kamar.
"Nanti siang aku berkunjung ke rumah pak de boleh tidak yank? Kak Lia yang jemput kesini, pulang nya juga dia yang antar sekalian ke kampus" Tanyaku meminta izin.
"Boleh, kita juga sudah lama tidak kesana. Tapi sebelum aku pulang kamu sudah di rumah ya" Jawab Adit memberi izin.
"Oke. Terima kasih sayangku"
"Sini. Makan teh, jangan mempermalukan kami dengan mengadu ke orangtua mu. Bilang tidak dikasih makan disini. Makanya, belum genap satu bulan tinggal disini sudah terkena maag" Sambut nya pedas begitu aku dan Adit menyusul duduk. Aku sudah menduga nya. Pasti ada udang di balik batu. Pagi-pagi di suruh makan bersama tidak tahu nya begini.
"Apa sih mah. Mana ada si teteh bilang begitu" Bela Adit. Mungkin beliau dengar aku menelpon mamahku kemarin. Tapi aku tidak bilang begitu. Bodo amatlah suka-suka dia mau bilang apa. Batinku. Aku lanjut mengisi piring Adit.
Tak banyak kata begitu kak Lia datang menjemput ke rumah. Langsung jalan. Tapi sebelum nya aku minta mampir dulu ke toko kue. Tidak enak jika datang kesana tidak membawa apa-apa. Kemarin saja budhe mengirimiku donat.
"Assalamu'alaikum.." Ucapku masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam Yanti, kamu sudah sembuh?" Sambut budhe. Ganti aku menyalami pak de dan nenek.
"Alhamdulillah.. sudah budhe"
"Waahh bawa apa ini" Tanya pak de membuka plastik bawaan ku.
"Jadi nih, kita ngopi" Sahut nenek melangkah ke arah dapur beneran membuat kopi. Hahaha.
"Lumayan buat teman ngopi" Jawabku.
"Maaf ya, kemarin pak de tidak sempat kesana. Kebetulan kerja pagi"
"Tidak apa-apa pak de, sekarang kan aku sudah sembuh"
"Lagi hamil lu yak. Tiba-tiba sakit" Ledek kak Sena dari arah tangga.
"Sembarangan. Mana ada hamil, belum juga sebulan menikah masa hamil" Jawabku sewot.
"Ya bisa saja kan, ada yang begitu Yanti" Tambah kak Lia.
"Tidak mungkin lah, baru beberapa hari yang lalu aku juga haid" Jawabku lagi.
"Iya, kak Vini juga belum hamil" Sahut kak Sena dengan raut sedih.
"Eh iya, kak Vini mana kok ngga ikutan turun?" Tanyaku.
"Ngga ikut, dia kan ngajar. Ini saja lagi izin kerja, makanya sempetin kesini. Eh ada elu disini".
"Mau curhat dia Yanti, sudah kepengen punya anak. Tapi yang dihamili belum kunjung isi juga" Sindir kak Lia.
"Apa lu nyamber saja kaya api. Katanya mau tunangan, mana calon nya?" Ganti kak Sena meledek kak Lia.
"Eh iya, kemarin kak Lia bilang mau menjalin hubungan serius, bener itu pak de?" Tanyaku memastikan lagi.
"Iya, ngiler sama kamu dan kak Sena mungkin. Jadi pengen nikah juga" Jawab pak de setengah bercanda.
"Bener. Sama si Fandy yang dulu itu Yanti" Imbuh kak Sena.
"Kalian sudah tahu tentang Fandy?" Tanya pak de.
"Ya tahu lah, dulu kan dia pernah.." Hanya aku dan kak Sena yang tahu masalah ini. Panik.
"Sut." Aku memberi kode kak Sena supaya tidak dilanjutkan lagi.
"Hahaha. Panik dia" Raut kak Lia berubah masam. Tidak ingin pak de tau tentang kejadian dia marah padaku dulu.
"Bukan apa-apa pak de. Kak Sena hanya bercanda" Jawabku menutup topik ini.
"Ya sudah kalau kalian tidak mau cerita" Pak de melenggang pergi ke luar rumah.
"Elu sih, kode-kode segala" Kesal kak Lia.
"Tahu tuh. Pak de jadi pergi" Tambahku.
"Ya elu pada kenapa ngga mau cerita. Jadi gue yang kena" Jawab kak Sena membela diri.
"Kenapa sih, pada ribut-ribut begini. Ada apa?" Sahut budhe membawa kopi dan teh dari arah dapur.
"Itu tuh si Sena mah, tukang kompor. Cari gara-gara terus sama aku" Adu kak Lia kesal, bahkan tidak mengindahkan "Kak" lagi. Langsung menyebut nama.
"Biasa budhe, mereka kan selalu begitu seperti Tom and Jerry" Yang jadi tersangka hanya cengar-cengir.
Lenyap sudah kesedihanku. Datang ke rumah ini seperti kembali ke tempat ku. Tempat dimana aku diterima hangat dan tanpa syarat. Saling menyayangi satu sama lain biarpun aku bukan bagian dari keluarga ini. Aku sangat beruntung dan berterima kasih banyak pada keluarga ini. Mereka yang selalu menyayangiku tanpa batas, menerima kehadiranku dengan segala kekurangan, bahkan mereka juga yang mengantarkan aku sampai seperti sekarang ini. Terima kasih, aku berhutang banyak pada kalian.
"Woy berdo'a apa melamun, lama banget" Gerutu kak Lia yang sudah wudhu untuk gantian sholat.
"Biasa aja dong. Ngegas terus bawaan nya" Balasku tak kalah keras.
"Minggir sana. Nanti keburu habis waktu nya"
"Suruh siapa sholat di akhir waktu" Jawabku.
"Kamu yang kebanyakan minta sama Allah, do'a saja lama banget" Sungut nya masih kesal.
"Lah, kan memang harus perbanyak minta sama Allah. Gimana sih"
"Sudah diam. Aku mau sholat dulu jangan berisik"
"Ya sudah sana, jangan lama ya. Aku mau cerita"
"Ceritamu ngga penting Yanti. Masih mending cerita ku yang harus di dengar sama Allah biar berjodoh dengan Fandy"
"Halah. Mau sholat saja masih ingat cinta nya manusia, gimana mau didengar itu do'a" Sahutku.
"Nama nya juga ikhtiar. Aku coba merayu tuhan ku. Berdo'a di dalam sujudku. Astagfirullah waktunya sudah mau habis"
Hap. Sudah tidak ada yang bersuara lagi. Kak Lia hanyut dengan do'a nya. Aku bermain ponsel berbalas pesan dengan Adit. Selesai sholat, mengalirlah cerita kami masing-masing. Kak Lia yang mendengar kisahku setelah menikah dan tinggal dengan mertua, jadi galau. Menimbang lagi keputusan nya untuk segera menikah setelah lulus kuliah nanti. Setidak nya calon nya harus sudah memiliki rumah supaya tinggal terpisah dengan mertua dan tidak terjadi cekcok seperti aku, pikirnya.
Kami semua berharap kak Lia tidak salah memilih pasangan. Bahagia selama nya. Tidak ada masalah, tidak ada orang ketiga, dan yang terpenting menurutku tidak ada perselisihan dengan mertua. Hidup rukun layaknya orangtua kandung. Itu juga do'a yang sedang aku mintakan kepada Allah dalam rumah tangga ku. Semoga terkabul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments