Mora mendatangi dapur, dimana para pelayan sedang sibuk menyiapkan makan malam untuknya dan yang lain. Tapi belum juga masuk di dapur, Mora sudah mendengar para pelayan yang sedang saling bercerita.
"Aku senang sekali, akhirnya non Mora mendapatkan keberanian untuk mengubah diri dan lebih tegas sekarang, lihat wajah nyonya Roseline tadi? Sangat lucu karena tidak mengenali non Mora." Ujar pelayan satu.
"Benar, setiap kali non Mora pulang dengan luka atau menangis, saya juga sedih. Non Mora adalah nona asli rumah ini, tapi dia sangat tertindas, pendiam dan murung." Pelayan dua menimpali.
"Semoga non Mora bisa membuat ketegasan dan membuat tuan sadar bahwa tuan tidak seharusnya.. e- eh non Mora." Pelayan tiga sepertinya hendak bicara hal penting memgenai Andreas tetapi dia lebih dulu melihat Mora.
"Papaku tidak seharusnya apa, bi?" Tanya Mora yang masuk kedapur.
Ketiga pelayan yang sedang menyiapkan makan malam itu langsung ketakutan sekarang, karena mereka ketahuan sedang membicarakan majikannya.
"Tidak ada non, maaf." Ujar pelayan tiga.
"Bi, jangan takut padaku. Bukannya bibi juga kasihan padaku?" Ujar Mora.
Ketiga pelayan rumah itu saling pandang, sampai datanglah satu pelayan lagi yang sudah bekerja di rumah itu sejak Mora masih kecil.
"Non Mora, ada apa?" Tanya pelayan senior itu.
"Bibi, bisakah bibi ceritakan kepadaku sebenarnya apa yang terjadi dengan papaku?" Tanya Mora.
"Maksud non Mora?" Tanya pelayan senior itu bingung.
Pelayan itu lalu melihat ketiga temannya yang saat ini berdiri takut - takut karena sudah kedapatan sedang membicarakan majikan mereka di belakang.
'Mereka pasti berpikir aku akan memarahi mereka, makanya mereka takut.' Batin Mora.
"Bibi, kalian semua tidak perlu takut. Kalian ada di pihak siapa kalau aku boleh tanya?" Tanya Mora.
"Tentu saja non Mora, non Mora kan anak kandung tuan, nona rumah ini yang sesungguhnya." Ceplus pelayan dua.
Mora tersenyum senang lalu dia mendekat kan dirinya pada para pelayan itu dan berucap dengan suara sangat pelan, takut Roseline mendengarnya.
"Kalau begitu, beri tahu aku apa alasan sebenarnya papaku membiarkan bibi Rose dan Aby tinggal di sini." Bisik Mora.
"Itu.. takut nyonya Rose dengar, non." Sahut pelayan senior.
"Dia tidak pernah masuk dapur, jadi dia tidak akan dengar." Ujar Mora.
Pelayan itu tampak berpikir sejenak, lalu akhirnya pelayan senior itu menarik tangan Mora untuk masuk ke bagian gudang penyimpanan anggur di dekat dapur.
"Bibi sebenarnya kasihan dengan non Mora dan tuan, non. Tidak seharusnya non Mora kekurangan kasih sayang." Ujar pelayan itu.
"Semua bermula saat non Aby sering jatuh sakit saat kecil karena mencari papa nya, papa non Aby kan.." Pelayan itu menggantung ucapannya.
"Ya, aku tahu.. Paman meninggal dalam kecelakaan itu juga." Ujar Mora.
"Tuan merasa bersalah dan merasa beliau harus bertanggung jawab atas apa yang menimpa papanya non Aby, jadi tuan meminta nyonya Rose untuk membawa non Aby dan tinggal disini." Ujar pelayan itu.
'Dan dua wanita itu memanfaatkan kebaikan dan rasa bersalah papa Mora untuk perlahan menguasai rumah ini, betapa naif dan tidak tahu dirinya mereka berdua.' Batin Mora.
"Jadi non Mora yang justru kehilangan kasih sayang kedua orang tua non Mora, bibi selalu merasa kasihan melihat non Mora sejak kecil selalu di kucilkan." Pelayan itu menangis.
Mora mengusap kedua bahu pelayan yang sudah mengurus Mora sejak kecil itu, tubuh Mora juga bereaksi dan akhirnya dia menangis juga.
"Bibi jangan sedih, aku akan menangani mereka berdua. Mereka sudah memanfaatkan papa selama ini, sudah saat nya mereka pergi dari sini." Ujar Mora.
"Bibi senang non Mora akhirnya memiliki keberanian dan berubah menjadi lebih dewasa. Bibi selalu ingin memberi tahu tuan bahwa non Mora di rundung, tapi karena non Mora bilang tidak perlu, jadi bibi diam saja." Ujar pelayan itu.
'Mora memang anak baik, dia sudah di bodohi mentah - mentah dan di manfaatkan selama ini oleh Aby dan ibunya.' Batin Mora.
Dan singkat cerita, malam pun tiba. Andreas duduk di meja makan lalu tak lama Roseline menyusul dan duduk di meja makan. Mora memperhatikan gerak - gerik Roseline dari ujung ruangan, sudah jelas terlihat seperti betina yang mencari perhatian jantan.
"Kak Andre, ini sudah dua belas tahun sejak kepergian kak Gisel. Kenapa kakak tidak mencari penggantinya? Kakak terlihat selalu lelah sendirian." Ujar Roseline.
Andre yang sedang minum hanya tersenyum singkat mendengar itu, dihatinya istrinya tidak akan pernah tergantikan walau dia sudah meninggalkan dunia sekalipun.
"Aku tidak memikirkan kesana, aku saja belum memberikan kasih sayang yang cukup untuk putriku, Mora." Sahut Andreas.
Tiba - tiba dengan tidak tahu malunya Roseline menyentuh tangan kiri Andreas dan mengusapnya pelan dan berkata.
"Kita sudah sama - sama menyendiri selama dua belas tahun, kak. Tidak salah jika kita mencari pendamping untuk menggantikan mereka yang sudah pergi." Ujar Roseline.
Dan dengan tidak tahu malunya lagi, tangan Roseline turun ke paha Andreas .
"Kita mungkin bisa mencobanya kak.." Ujar Roseline.
"Jangan gila Rose, suamimu akan sedih melihatmu begini." Ujar Andreas, Andreas menepis tangan Roseline.
"Tapi kita juga berhak bahagia kak, bukankah setiap manusia memiliki nafsu? Kakak butuh wanita untuk pelampiasan kebutuhan biologis kakak." Ujar Roseline.
'Memalukan sekali wanita satu itu, bisa - bisanya menggoda kakak iparnya sendiri.' Batin Mora.
Roseline hendak semakin nekat, entah mengapa kali ini dia menjadi sangat terang - terangan pada Andreas. Roseline kembali melancarkan aksinya dan kembali menyentuh tangan Andreas sampai akhirnya Mora keluar.
"Wah bibi, apa bibi sedang merayu papaku?" Tanya Mora langsung.
"Mora, ini bukan seperti yang kamu lihat, nak." Ujar Andreas panik.
"Mora tahu, papa. Mora melihatnya sejak tadi, bibi mencoba menggoda papa." Sahut Mora.
"B- bukan seperti itu Mora, bibi tidak bermaksud menggoda papamu." Ujar Roseline mengelak.
"Usiaku sudah tujuh belas tahun, bibi. Aku sudah cukup umur. Bibi tidak hanya menggoda papaku tapi juga menghasut papa yang masih mencintai mamaku untuk mencari peganti mama." Ujar Mora.
"Bukan seperti itu, Mora. Papamu juga punya kebutuhan biologis yang harus di salurkan dan.."
"Rose!" Bentak Anderas.
"Papa bisa mendapatkannya dari wanita lain jika papa mau, bibi. Tidak perlu bibi menawarkan diri atau merayu papa, aku yakin papa bisa mendapatkan wanita manapun yang papa mau. Tapi Papa sangat mencintai mamaku, itu sebabnya papa tidak mencari pengganti mama. Kenapa bibi malah berbuat demikian?" Ujar Mora.
"Kamu masih anak - anak, jadi kamu tidak akan tahu apa yang bibi maksudkan." Ujar Roseline.
"Aku sangat tahu, walau aku dungu, bibi." Ujar Mora.
"Stop, jangan di bahas. Rose, aku minta kamu jangan melakukan hal seperti itu lagi, kamu adikku. Dan Mora, papa tidak akan menikah lagi, itu keputusan papa." Ujar Andreas.
"Dan bibi, bukankah ini sudah terlalu lama sejak kepergian paman? Mau sampai kapan bibi di rumah ini dan membuat papaku seakan terus berhutang nyawa padamu?" Mora tiba - tiba menjadi tidak berperasaan.
Roseline yang mendengar itu pun tertegun dan tidak memiliki jawaban, karena niatnya memang tidak mau pergi dari sana dan ingin menjadi penguasa rumah itu menggantikan ibu Mora.
"Mora, jangan berkata seperti itu, itu tidak sopan." Ujar Andreas.
"Tapi seharusnya bibi dan Aby memang tidak di sini, papa. Tidak masalah jika papa menanggung semua kebutuhan mereka, bagaimanapun Aby keponakan papa dan bibi Rose adalah adik ipar papa. Tapi tidak seharusnya mereka terus tinggal disini, mereka bisa tinggal di rumah mereka sendiri." Ujar Mora.
"Mora!" Bentak Andreas.
"Papa masih saja terus membela mereka? Dua belas tahun setelah kematian mama aku tidak pernah mendapat sedikitpun kasih sayang papa karena papa terus terfokus pada rasa bersalah papa pada mereka. Apa sampai aku mati juga papa akan terus terikat dengan rasa bersalah papa!?"
"Kematian itu takdir, pa. Bahkan jika ada seseorang yang harus bertanggung jawab itu seharusnya mereka, karena suami bibi yaitu paman yang mengemudikan mobil itu! Dan karena hal itu aku kehilangan mamaku!"
Mora berdiri dari duduknya lalu dia menatap tajam Roseline lalu berucap.
"Sudah terlalu banyak bibi dan Aby mengambil sesuatu dariku, jika bibi masih punya malu pasti bibi tahu diman pintu keluar rumah ini berada. Menggelikan melihat seorang adik ipar mencoba merayu kakak iparnya sendiri." Ujar Mora dan pergi.
"Mora! Kembali." Panggil Andreas.
"Aku tidak mau makan jika ada mereka." Teriak Mora, dan naik keatas.
Roseline merasa sangat tertusuk dan tertohok dengan ucapan Mora, dia tidak menyangka Mora yang pendiam bisa mengucapkan kata yang begitu menyentil hatinya.
'Sakit hati kau? Itu belum seberapa, selama kalian berdua masih tinggal disini, maka aku akan terus mengatakan hal yang membuat kalian tidak nyaman.' Batin Mora..
...TO BE CONTINUED.. ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
huh....tegang kan..
2024-12-06
1
Binti
bener kata Mora yg salah itu pamannya kan dia yang nyetir
2024-08-01
1
kriwil
apa otaknya andreas itu begitu tumpul anak sendiri kehilangan ibu dan keponakanya kehilangan bapak gimana otak nya mikir merasa bersalah atas kematian adik nya 🤣🤣🤣
2024-07-21
3