Dua wanita itu berjalan menuju ruang tamu dengan Kirai yang berada di belakang tubuh Hasna. Gadis itu selalu bersembunyi di balik tubuh Hasna ketika belum mengenal orang.
“Kami akan pergi ke pasar, kalian berbicaralah,” sahut Hasna sembari menatap Hanan dan Charles.
“kau ingin ke pasar? Tolong sampaikan kepada Ferdi hari ini Kirai tidak perlu diantar ke rumah ibunya, tidak apa- apa kan Nak?” Tanya Hanan menatap ke arah Kirai yang langsung mengangguk pelan walaupun di hatinya menolak karena itu adalah kesempatan untuk Kirai bertemu dengan Fatih.
“Apa kalian sudah berkenalan?” Tanya Hasna menatap Kirai dan Charles.
“Belum,” jawab Charles yang langsung berdiri mengulurkan tangannya menatap ke arah Kirai yang sedikit canggung. “Charles.”
“Kirai.” Kirai menjabat tangan pria yang bernama Charles itu dan menunduk hormat. Manik hitam mereka beradu dan saling melempar senyum.
Suara Hanan merubah suasana canggung itu menjadi sebuah kekehan kecil karena Hanan sedikit menarik tubuh Charles untuk kembali duduk.
“Aku tau, keponakan ku sangat cantik ada baiknya untuk kau duduk karena mereka akan pergi ke pasar,” jelas Hanan membuat Hasna dan Charles tertawa sedangkan Kirai hanya mengulum senyum tipis.
****
Hal yang selalu terjadi ketika Hasna pergi ke pasar, menawar dengan harga yang sangat- sangat tidak logis, walaupun semua emak- emak akan menawar dengan harga yang murah. Sedangkan Kirai sesekali tertawa melihat cara Hasna menawar.
“Kita akan merendang Tek?” Tanya Kirai di saat Hasna membeli daging sapi.
“Iyah, karena Charles dia adalah orang kota sama seperti mu dulu, waktu berada di Tanah Jawa, selalu menelpon dan meminta rendang buat ibumu.” Hasna membuat kirai mengangguk. “Apa di kota tidak ada yang jual rendang daging? Efek belum pernah ke tanah Jawa,” tanya Hasna seraya memasukkan daging itu ke dalam tas belanjaannya yang berada di pundaknya.
“Ada Tek, tapi tidak seenak buatanmu,” sahut Kirai berjalan di samping Hasna.
“Kau ini bisa saja.”
****
Puas menghabiskan satu jam untuk berbelanja sekarang saatnya untuk Hasna dan Kirai mulai memasak rendang untuk makan siang hari ini. Sedikit sibuk karena Hasna ingin memberikan yang terbaik untuk Charles karena itu adalah tradisi di rumah Mamak, memperkenalkan masakan yang ada di daerah sana dengan mencicipi masakannya.
“Apa masih lama Tek?” Sahut Kirai mulai merasakan bosan.
Hasna terkekeh dan menambah kayu bakar membuat gadis itu sedikit mundur dan menatap Hasna.
“Sebentar lagi Rai,” jawab Hasna yang tersenyum duduk di samping kirai yang sedikit menekuk wajahnya.
“Kenapa memasak menggunakan kayu bakar sedangkan kita mempunya kompor, bukankah ini sama saja menyulitkan diri sendiri Tek.” Kirai menatap rendang yang hampir masak itu dimasak menggunakan tungku. (Tungku adalah alat masak seperti kompor tapi menggunakan kayu bakar.)
“Dasar kau ini, apa Tan Malaka tidak pernah memberitahumu?” Tanya Hasna yang dijawab gelengan oleh Kirai. “Rasanya akan lebih berbeda, lebih enak rendang yang dimasak menggunakan tungku daripada kompor Gas, itu hanya pendapatku saja,” Hasna kembali terkekeh dan menatap Kirai yang mengangguk paham.
“Apa kita harus membuat gorengan juga? Pria itu sangat betah di sini, siapa dia Tek?” Tanya Kirai yang mulai penasaran dengan pria yang sedari tadi tidak pulang- pulang dari rumahnya.
“Dia adalah pemimpin perusahaan yang akan membangun proyek di desa kita, kedatangannya ke sini aku juga tidak tau, mungkin ingin meminta bantuan mamak mu karena masih ada masyarakat yang tidak mengerti dengan proyek itu,” ungkap Hasna seraya mengaduk- ngaduk rendang yang hampir masak itu.
“Tapi kelihatannya Etek dan Mamak sangat mengenal Charles.”
“Sudah… sudah… ayo bantu aku mengangkat ini, kita akan mengajaknya makan siang.” Hasna berkata seraya memberikan kain untuk mengangkat wajan besar itu masuk ke dalam dapur.
***
Saatnya makan siang, semuanya telah disajikan Hasna dan Kirai, dua wanita yang kini menjadi prioritas Hanan. Kedatangan Charles membuat dua wanita itu harus memasak makanan yang banyak dan tentunya harus enak karena Charles adalah tamu.
“Ayo Nak,” ajak Hanan seraya berdiri dan menatap Charles yang ikut berdiri berjalan mengikuti langkah kaki Hanan menuju meja makan di rumah itu.
“Kalian sudah datang? Baru saja aku menyuruh kirai untuk memanggilmu.” Hasna menatap Hanan dan Charles yang kini berada di depannya.
“Itu artinya Charles sudah sangat lapar Na,” kekehan Hanan menatap Charles yang tersenyum malu. Tapi manik hitam pria itu lebih tertarik melihat Kirai yang sedang menyiapkan makan siang untuk semuanya.
“Tunggu apa lagi, duduk dan makan masakanku, ini rendang khas dari Minang, sekarang cobalah ini, tidak terlalu pedas Kirai bilang orang yang berada di tanah Jawa jarang menyukai pedas berbeda dengan kami yang punya motto kalau tidak pedas tidak ngegas,” ucap Hasna membuat semua orang terkekeh termasuk Kirai yang kini duduk di samping Hasna tepat di depan Charles membuat pria itu sesekali tersenyum malu ketika manik hitam mereka beradu.
“Nah Charles ini adalah masakan Etekmu dan Kirai, beras kita juga berbeda di sana,” sahut Hanan seraya menatap Charles yang mengangguk mengiyakan dan menyetujui jika beras dari Ranah Minang apa lagi tentang beras Solok yang cukup terkenal sangat mengunggah selera.
“Kau ingin air?” Tanya Kirai di saat melihat Charles sedikit kepedasan ketika memakan rendang itu.
“Tentu,” jawab Charles langsung meraih gelas yang disodorkan Kirai.
Berbagai macam masakan yang dimasak oleh Hasna dan Kirai mereka benar benar memperkenalkan makanan khas Minang untuk Charles melalui makanan walaupun sesekali Charles akan kepedasan. Tapi itu lah khas daerah di sana.
Cukup lama mereka makan seraya berbincang- bincang sesekali terkekeh mendengar ucapan Hanan yang ahli dalam membuat lelucon sedangkan Kirai hanya tersenyum tipis. Gadis itu tidak banyak bicara tapi mampu membuat Charles terpukau dengan tingkahnya yang sangat anggun.
****
Sementara di rumah kayu seorang pria telah menunggu kedatangan gadis pujaan hatinya tapi biasanya gadis itu telah datang bersama Da Ferdi.
“Apa hari ini dia tidak kesini?” Tanya pria itu yang tak lain adalah Fatih. “Aku juga tidak melihat Da Ferdi di warung, apa kirai ketiduran? Atau tidak ada kendaraan untuk ke sini?” Celoteh Fatih yang bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri. Fatih mengeluarkan benda pipihnya mengirim pesan pada aplikasi hijau tapi tidak ada balasan dari gadis itu.
“Rai?”
“Apa kau tidak datang ke rumah ibumu hari ini?”
“Aku juga tidak melihat Da Ferdi di warung, apa kau baik- baik saja?”
Fatih mengirim pesan kepada Kirai tapi gadis itu tidak membalasnya membuat Fatih menghela nafas dan duduk di belakang rumah kayu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments