“Sekarang aku percaya bagaimana rasa sakit jika mencintai seorang pria dalam diam, apa lagi pria itu adalah Da Fatih,” gumam Kirai sembari berjalan melangkahkan kakinya ke atas anak tangga.
“Bagaimana jika gadis itu adalah kau Rai?” Ucap lantang Fatih yang membuat langkah kaki gadis berdarah Minang itu terhenti.
“Apa yang kau katakan da,” tanya kirai yang langsung membalikkan badannya dan menatap pria yang tersenyum ke arahnya.
“Tidak apa-apa, aku hanya bercanda,” jawab Fatih sembari berjalan duduk di bangku itu.
“Dia hanya bercanda Rai, jangan berharap lebih,” gumam gadis itu yang kembali berjalan menaiki anak tangga. “Hanya bisa menutup luka. Menahan api cemburu. Memendam rasa kecewa. Karena mau marah pun aku sadar, 'siapa aku?” Gumam gadis itu sambil tersenyum kecut.
#POV Fatih.
Aku tidak akan berani mengatakan apa isi hatiku Rai, bagaimanapun aku tidak siap jika kau menolaknya. Aku mencintaimu dalam diam Bahkan tidak ada manusia yang tau selain diriku. Andai kau tau Rai, mencintaimu perlu keberanian yang hebat, Kau tak tahu rasanya di posisiku, mencintai sendiri dalam diam, mengagumi hanya dari kejauhan. Apa yang harus aku lakukan jika kau menolak ku? Aku tidak akan bisa mengikhlaskan mu untuk orang lain, aku akan menunggu sampai kapanpun dan tunggu aku di waktu yang tepat di saat aku telah siap untuk mengantakan perasaan ku padamu.
***
Sementara Kirai ia kini tengah duduk menatap sebuah foto keluarga di saat ia mengenakan baju wisuda tersenyum bahagia ketika kedua orang tuanya mendaratkan kecupan di kedua pipinya.
“Waktu yang berjalan cukup lama tapi terasa sebentar,” gumam Kirai menghela nafas panjang dan mulai membersihkan setiap sudut ruangan di rumah kayu itu.
Semua kejadian melintas di pikirannya, dengan cepat ia langsung berjalan menutup pintu rumah kayu itu dan menatap Fatih yang masih duduk di bangku yang berada di belakang rumah kayu itu.
“Kau masih disini Da,” tanya Kirai yang ikut duduk di samping Fatih.
Suara kirai membuat pria itu langsung tersenyum dan menatap kirai yang berada di sampingnya.
“Apa hanya sebentar itu membersihkan rumah orang tuamu?” Tanya Fatih menatap rumah kayu yang kini telah tertutup lengkap dengan gembok kuning.
“Rasanya sudah ikhlas tapi kenangannya masih disana,” jawab Kirai sembari menatap seekor kerbau yang tengah membajak sawah.
“Pelan-pelan kau akan benar-benar melupakan semuanya bahkan kau bisa hidup seperti biasanya,” tukas Fatih yang dianguki oleh kirai.
“Kau menyukai lingkungan di sana Rai?” Tanya Fatih seraya menatap lurus ke depan.
“Hmm… sama saja bedanya tinggal bersama orang lain lebih enak tinggal bersama ayah dan ibu,” jelas kirai yang membuat Fatih terkekeh.
“kenapa kau tertawa?” Tanya Kirai dengan nada kesal dan melirik Fatih yang tersenyum begitu manis. Bibir merah melengkung ke atas bulu mata lentik serta tatapan yang sayu membuat siapapun yang melihatnya akan tenang.
“Aku saja tinggal bersama kakek ku, sejak kecil sampai dewasa juga akan mengatakan hal yang sama, sekaya apa pun kita atau senyaman apa pun, jika tidak bersama orang tua hidup akan terasa biasa saja tanpa ada tujuan hidup,” jelas Fatih yang membuat kirai mengangguk.
“Hidup ku tidak senyaman dulu tidak seindah yang aku bayangkan lagi,” jelas Kirai menatap kilas Fatih.
“Cari pendamping hidupmu Rai temukan kebahagiaan bersamanya,” ucapan Fatih membuat Kirai terkekeh dan tersenyum kecut menatap kerbau yang tengah membajak sawah itu.
“Aku hanya ingin mendapat pasangan seperti ayahku saja, saling mencintai bahkan mereka sama-sama meninggalkan ku,” ucap Kirai dengan santai tapi membuat Fatih terdiam.
“Apa aku bisa menjadi seperti ayahmu Rai?” Tanya spontan Fatih yang membuat kirai langsung menatap pria itu.
“Apa maksud mu Da?” Tanya Kirai dengan cepat dan menatap Fatih yang juga menatap lekat ke arahnya. Ia tidak ingin Fatih kembali menjawab jika itu sebuah candaan.
“A-aku…”
“...” Kirai hanya diam menatap wajah Fatih yang terlihat sedikit linglung manik hitamnya tak berani menatap kedua mata kirai.
“hahahaha… tidak- tidak katakan bagaimana tipe pria yang ingin kau jadikan suami nanti,” ucap Fatih yang langsung mengalihkan pembicaraan membuat kirai kembali tersenyum kecut.
“bertanya hal sekecil itu kenapa harus panik Da,” ujar Kirai yang membuat Fatih terkekeh menggaruk kepala yang tidak gatal.
Fatih terkekeh dan menatap Kirai. “aku hanya gugup itu saja.”
“Tidak ada tipe untuk saat ini hanya perlu agama dan tingkah laku,” jawab kirai yang membuat Fatih mengangguk dan sedikit melirik Fatih.
“Apa aku termasuk kriteria mu?” Tanya spontan Fatih membuat gadis itu terdiam dan mengulum senyum.
“...” Tidak ada jawaban Kirai hanya dan berdiri berjalan menatap sawah hijau itu bibirnya melengkung pipinya bersemu malu.
“Katakan Rai? Apa aku bisa menggantikan posisi Ayahmu?” Tanya Fatih yang juga ikut berdiri mendekati gadis itu.
“...” Tidak ada jawaban kirai hanya diam ia tidak bisa menjawab apa pun, apa ini yang di katakan perasaan? Kecewa ketika ia menyebut perempuan lain, gugup ketika ia mengatakan hal yang selama ini di inginkan.
“Aku tau Rai, waktunya tidak tepat, tapi Rai, dindiang nan kito bangun di sakaliliang kito ko bia tainda dari kasadiahan, jo manjauahan kito dari parasaian. (Tembok yang kita bangun di sekeliling kita agar terhindar dari kesedihan, juga menjauhkan kita dari kesengsaraan)” jelas Fatih yang membuat kirai terdiam.
“Tapi Da, aku takut membuatmu terluka, aku takut tidak bisa seperti ibuku,” ujar Kirai yang mulai mengatakannya hal yang selama ini ia takuti untuk membangun sebuah hubungan.
“Cinto indak ka manuntuik kesempurnaan, cinto ka memahami, manarimo dan rela untuak bakorban. Karano cinto saharusnyo mambantu bahagia, bukan taluko. (Cinta tidak akan menuntut kesempurnaan, cinta akan memahami, menerima dan rela untuk berkorban. Karena cinta seharusnya membuatmu bahagia bukan terluka.” Ucap Fatih yang membuat kirai terdiam.
“Tapi ambo hanyo padusi yatim piatu indak ado tampek untuk balinduang apo Lai untuk bagantuang da, (tapi aku hanya perempuan yatim piatu tidak ada tempat untuk berlindung apa lagi untuk bergantung).” Tutur Kirai yang menatap lekat manik hitam Fatih yang berada di depannya.
“Katakan dan jawab dengan jujur sesuai hati nurani Rai, apa kau menerima aku sebagai pelindung ataupun tempat bergantungmu? Aku akan menjagamu seperti aku menjaga diriku sendiri,” sahut Fatih membuat kirai terdiam. “Perasaan ini selalau menyiksaku Rai, setiap bertemu denganmu akan selalu melihat jarimu, aku takut jari lentikmu itu akan di hiasi Inai bahkan cincin dari pria lain,” sambung Fatih menatap lekat ke arah netral hitam Kirai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments