Sontak kalimat yang baru saja keluar dari mulut Fatih membuat kirai langsung menatap pria yang berada di sampingnya. Manik hitam mereka beradu dengan segala pertanyaan di benaknya.
“Da Fatih?” Gumam Kirai menatap lekat wajah pria yang kini juga menatapnya.
“Maaf,” ujar Fatih yang kini mulai menunduk ia menyadari kesalahannya karena telah lancang mengungkapkan perasaan pada kirai.
“T-tidak da, jangan katakan itu, a-aku tidak salah dengar?” Suara kirai sedikit bergetar karena ini adalah kalimat yang sejak dulu ia inginkan.
“Maaf, aku lancang mengatakannya tapi perasaan ini sudah sangat lama aku pendam, aku menyukai mu sejak duduk di bangku SMP, maaf Rai aku tidak ingin menyimpan nya lagi karna ini sangat menyiksaku, aku tidak memaksamu untuk membalas perasaan ku..”
“Jangan merasa bersalah seperti itu Da,” potong kirai menggelengkan kepalanya dan menatap Fatih.
Drrt… drrt…
Getaran ponsel membuat kirai langsung menatap ponselnya.
“Mamak?” Gumam kirai sembari mengangkat telfon dari Hanan.
“Assalamualaikum Mak, ada apa?”
“...”
“Apa dia tau rumah ibuku?”
“...”
“Baiklah Mak, aku akan segera pulang,” ujar Kirai bersamaan Dengan suara panggilan terputus. “kebiasaan ada salam di awal hilang salam di akhir,” kekehan kirai berjalan ke arah Fatih yang masih duduk menatapnya.
“Apa terjadi sesuatu?” Tanya Fatih membuat kirai menggelengkan kepalanya.
“sebenarnya aku…”
“Kirai?” Suara berat itu membuat kirai dan Fatih langsung menatap ke arah sumber suara. “Assalamualaikum,” ucap pemuda itu sembari berjalan mendekat ke arah kirai dan Fatih.
“Waalaikumsalam,” sahut Fatih menatap pemuda berjas yang berdiri di depannya.
“Tuan Charles?” Gumam kirai yang langsung menghampiri Charles yang berada di depannya.
Fatih hanya diam menatap pria yang bernama Charles tersenyum ke arah Kirai.
“Kau di sini?” Siapa yang mengantarmu, kau pernah kerumah ibuku?” Tanya Kirai menatap Charles yang langsung terkekeh.
“Rai, banyak yang mengenal namamu di sini, aku hanya perlu menyebut namamu Kirai chania Arifin,” jelas Charles membuat Kirai tersenyum dan menyadari tatapan aneh dari Fatih.
“Astaga, tuan Charles ini Da Fatih temanku,” ucap Kirai menatap Charles dan beralih menatap Fatih.
“Salam kenal,” ucap Charles yang dipanggil oleh Fatih. “Kirai, aku di suruh mamak untuk menjemputmu,” lanjut Charles menatap kirai.
“Baiklah,” ucap Kirai menatap Charles yang mengangguk dan berjalan menuju mobil sedan hitam yang terparkir di depan rumah kayu itu. “Ayo Da,” ajak kira diikuti Fatih dari belakang.
“Hati - hati ya Rai, kabari aku jika kau butuh sesuatu,” sahut Fatih menatap kirai.
“Tentu Da,” ucap Kirai seraya membuka pintu mobil sedangkan Charles sudah masuk dan menghidupkan mobilnya.
“...” Fatih hanya diam dan tersenyum menatap kirai. Dahinya berkerut ketika menatap kirai yang berlari kecil ke arahnya.
“A-aku juga merasakan hal yang sama sepertimu Da…” sahut kirai menunduk malu.
“Raii, ayo…” Charles sedikit berteriak membuat kirai langsung mengangguk dan menatap Fatih yang masih tidak percaya dengan ucapan kirai. “Aku pulang, besok aku akan ke sini lagi,” ucap Kirai dan berlalu masuk ke dalam mobil sedan hitam milik Charles.
Perlahan mobil hitam itu menghilang dari pandangan Fatih, bibirnya mengulas senyum manis dan melompat kegirangan karena ia mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
****
Sementara di rumah sederhana milik Hanan dan Hasna sebuah mobil sedan hitam terparkir di depannya bersamaan dengan Hanan dan Charles yang kini duduk di teras rumah itu di temenaji dengan secangkir kopi dan gorengan yang dibuat oleh kirai sendiri.
“Sebelum magrib aku akan mengantar Kirai Mak, aku butuh idenya untuk perkembangan pembuatan pabrik disini karena aku rasa kirai lebih menguasainya,” ucap Charles sembari berdiri dan menatap Hanan yang ikut berdiri.
“Baiklah, kalau bisa antarkan kirai jam lima sore tidak baik untuk kalian berduaan,” ucap Hasna yang membuat kirai tersenyum.
“Baik Tek,” ucap Charles menunduk hormat. “Ayo Rai,” ajak Charles seraya membuka kan pintu mobil untuk kirai.
“...” tidak ada jawaban kirai hanya diam dan masuk ke dalam mobil.
Kendaraan roda empat itu perlahan menjauh dengan kecepatan sedang. Hanan dan Hasna mereka kini kembali duduk di teras rumah.
“Bagaimana menurutmu na?” Tanya Hanan menatap sang istri.
“Aku menyetujuinya Da, apapun yang terbaik menurutmu aku hanya mengikutinya, lagi pula Charles anak yang baik dan bertanggung jawab, untuk kirai…”
“itu yang sedang aku pikirkan, menurut mu apa kirai akan setuju?” Potong Hanan membuat Hasna menggelengkan kepala dengan pelan.
Sementara kenderaan roda empat itu berhenti tepat di depan proyek yang sedang berlangsung, kedatangan sedan hitam di sambut oleh beberapa pekerja menggunakan helm putih lengkap dengan beberapa berkas bahkan kertas putih panjang yang berisi tentang pembangunan.
“Bagaimana menurut mu Rai?” Tanya Charles berjalan di samping kirai memutari proyek yang sedang berlangsung.
“Semua terlihat baik- baik saja Tuan, tapi ada baiknya pembangunan proyek ini di tutupi karena aku rasa jika terbuka seperti ini mungkin akan menganggu masyarakat dan tentunya para pekerja juga sedikit risih jika masyarakat berdiri dan melihat cara kerja benda- benda besar ini,” jelas Kirai yang membuat Charles mengangguk.
“Tapi aku rasa itu sedikit sulit, tanah seluas ini di tutup pakai Apa Rai?”
“Tutup pake seng saja, kau tau di sini beberapa proyek juga di tutup menggunakan seng, seng akan menjadi pagar untuk menutupi semuanya,” jawab kirai dengan sesekali menatap Charles.
Charles tersenyum tipis dan menatap kagum ke arah kirai yang terus menjelaskan beberapa kesalahan pembangunan proyek.
Cukup lama mereka melihat setiap sudut proyek. Matahari sudah mulai tenggelam, suara mengaji dan beberapa anak- anak telah berjalan ke surau.
“suasana desanya masih sangat kental ya, di kota aku tidak pernah melihat anak- anak ke surau,” ucap Charles seratus mengendarai mobilnya.
“Hmm… Di Minang kami menjadikan al Qur'an sebagai landasan di tambah adat yang semakin kental, kau tau tuan di sini masih percaya beberapa Mitos,” jelas kirai tanpa menatap Charles.
“Mitos apa?”
“Ada banyak salah satunya, tidak baik untuk anak gadis berdiri di depan pintu,” ucap kirai melirik Charles.
“Kenapa?”
“Entahlah tapi ibu dan ayah ku dulu selalu melarang jika aku Duduk di depan pintu,” kekehan kirai sejenak gadis itu terdiam dan membuang muka ke arah jendela.
“Tidak usah dilanjutkan, aku mengerti luka nya mungkin sudah kering tapi masih berbekas,” ucap Charles menatap kirai yang mengangguk pelan.
“Kita sudah sampai,” sahut kirai yang langsung turun dari mobil membuat Charles mengangguk pelan. “Dia cantik dan menarik,” gumam Charles sembari turun dan masuk ke dalam rumah sederhana milik Hanan.
“Kalian sudah pulang? Nak Charles bersiap lah, aku sudah menyiapkan baju koko untuk mu kita akan ke masjid,” sahut Hasna sembari memberikan sarung dan baju koko berwarna putih.
Ucapan Hasna membuat kirai menatap Charles yang tersenyum kikuk dan berlalu masuk ke dalam kamarnya.
“Rai kau juga bersiaplah, atau kita akan mendapatkan kemarahan mamak mu lagi Rai,” cerca hasna seraya mengenakan mukena putihnya.
“Baik Tek, 15 menit aku akan selesai,” sahut Kirai di dalam kamar.
“Jangan menaikan ponsel Rai, itu akan semakin lama, 10 menit aku ingin kau sudah di luar,” ucap Hasna membuat Kirai di dalam kamarnya langsung meletakan ponsel yang baru saja ia pegang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments