Sontak suara Kirai membuat beberapa orang yang berada di sana langsung menatap gadis itu, sedangkan pria berjas itu hanya diam bibirnya melengkung manik hitam tak lepas menatap gadis yang baru saja ia lihat itu.
“sudah nak, da ferdi menunggumu di luar, pergilah, aku sudah makan? Jangan lupa kabari aku jika kau sudah sampai dan pulang lah sebelum azan magrib,” cerca Hasna yang bertingkah seperti seorang ibu untuk Kirai.
“…” tidak ada jawaban Kirai hanya diam dan menatap ke arah Hasna dan Hanan dengan senyum manis.
“aku pergi dulu mak tek,” shut Kirai sembari mencium kedua tangan Hanan dan Hasna.
“ingat jangan terlalu lama di sana ku tidak mau kau menjadi sedih,” pesan Hanan yang diangguki oleh Kirai.
Kirai mengangguk kepala kepada pria berjas hitam itu dengan melempar senyum manis yang membuat pria berjas itu membalasnya dan kembali mengangguk kan kepala menatap kepergian Kirai.
“ayo da,” ajak Kirai menatap seorang pria paruh baya yang duduk diatas motornya.
“wah hari ini Kirai sangat cantik,” puji ferdi yang kini menjadi supir pribadi Kirai untuk mengantar gadis itu untuk ke rumah kayu peninggalan kedua orang tua Kirai.
“kau bisa saja Da,” sahut Kirai sambil menaiki kendaraan roda dua itu.
“sudah rai?” Tanya ferdi yang di angguki oleh kirei. “apa di rumah mamak Hanan ada tamu spesial?” Tanya ferdi sembari melajukan kendaraan roda dua itu dengan kecepatan sedang tapi matanya sedikit melirik plat mobil itu.
“iya da, sepertinya itu tamu yang sangat spesial, aku tidak tau dia siapa tapi etek dan mamak begitu menunggu kedatangan pria itu,” jelas Kirai yang membuat pria itu mengangguk.
“plat mobilnya sepertinya uda pernah liat, dia pemilik proyek baru itu rai,” jelas ferdi yang membuat Kirai mengangguk paham.
“mungkin ada masalah di sana,” tebak Kirai yang membuat ferdi mengangguk.
Tidak ada pembicaraan ketika di atas motor ferdi sangt focus membawa kenderaan roda duanya, cukup lama hingga motor itu berhenti di sebuah rumah kayu yang menimbulkan senyuman di bibir Kirai. Perlahan ia turn dan menatap ferdi.
“terimakasih da,” sahut Kirai sembari menunduk.
Ferdi mengangguk dan menatap rumah kayu yang terasa masih berduka.
"Uda akan duduk di warung uni Enis Rai, nanti kau ke sana saja ya," ujar Ferdi yang diangguki oleh Kirai.
Perlahan kendaraan roda dua itu meninggalkan Kirai yang kini tengah menatap rumah kayu yang begitu berharga untuknya.
"Assalamualaikum Ayah Ibu, Kirai datang," ujar Kirai sembari membuat pintu utama di rumah kayu itu.
Helaan nafas panjang membuat gadis itu langsung berjalan ke arah belakang rumah.
"Sudah lama tidak berjumpa Ayah ibu," gumam gadis itu yang tersenyum tipis menatap gundukan tanah yang ditutupi bunga mawar.
"Hari ini aku memasak bolu kesukaan ayah di rumah mamak, ada tamu yang datang, aku merindukan kalian, apa tidak bisa hadir di sini sebentar saja, aku hanya ingin minta maaf, izinkan aku memeluk kalian," ujar Kirai menatap nanar ke arah dua batu nisan itu. "Ini sudah seminggu, aku rasa lebih tapi kalian tidak pernah datang ke mimpiku, datang dan peluk aku Ayah ibu, aku sangat merindukan kalian," sambung Kirai yang perlahan menyiram gundukan tanah itu menggunakan bunga mawar yang ia bawa dari rumah mamak.
Cukup lama gadis itu mengeluarkan keluh kesahnya ke gundukan tanah yang berharap ibu dan ayahnya bisa mendengarkan semua yang ia katakan. Tidak lupa al fatihah untuk kedua orang tua yang selalu menyayanginya. Gadis itu masih terus berbicara seolah ia tengah berbicara dengan kedua orang tuanya.
"Aku sekarang di rumah mamak, di sana sangat nyaman tapi lebih nyaman jika tinggal di rumah kayu ini, aku benar-benar merindukan kalian," sahut Kirai dengan sedikit helaan nafas panjang.
"Mereka juga merindukan mu Rai," jawab seorang pria yang tiba-tiba ada di depannya.
Kedatangan pria itu membuat Kirai tersenyum dan menatap lekat ke arah pria yang kini juga ikut duduk di depannya. Dia adalah Fatih, bisa dikatakan teman spesial untuk Kirai begitu pun sebaliknya.
"Apa kabarmu Rai," tanya fatih sembari tersenyum ke arah gadis yang berapa di depannya.
“Seperti yang kau liat da, aku baik baik saja, apa kabar?” Jawab kursi sembari tersenyum tipis menatap Fatih yang sedang menyiram bunga kedua orang tuanya.
“Aku juga seperti baik-baik saja,” tukas Fatih yang kirai tersenyum tipis.
“Kau masih di kampung da, aku dengar kau akan pergi Ke kota,” ujar Kirai menatap Fatih yang langsung terkekeh
"kita sudah berjauhan tapi kau masih mendapatkan kabar itu," ujar Fatih yang membuat Kirai tersenyum.
"Apa itu benar?" Tanya ulang Kirai langsung membuat Fatih mengangguk.
"Satu bulan lagi aku akan pergi ke kota, apa kau akan ikut?" Tanya fatih menatap Kirai yang terdiam.
"Aku akan pergi bekerja ke kota, aku akan meminta izin ke mamak dan Etek dulu Da, karena sekarang dia adalah pengganti kedua orang tuaku, aku harap mereka akan mendukung semua yang aku inginkan seperti ayah dan ibu," tukas Kirai sembari berdiri dan menatap hamparan sawah yang hijau.
"Mamak dan Etek mu pasti mengerti dengan yang kau inginkan Rai," ucap Fatih yang ikut berdiri di samping gadis berdarah Minang itu.
“Hmm… aku harap begitu tapi aku tidak yakin akan mendapatkan izin,” jelas kirai mendapatkan anggukan dari Fatih.
“Kau disini da?” Tanya kirai membuat Fatih mengangguk.
“Aku akan pergi ke surau, ustadz tadi datang ke rumah katanya magrib ini aku jadi imam, Karna beliau sedang batuk,” jelas Fatih yang membuat Kirai duduk di sebuah bangku panjang yang berada di belakang rumah itu, bangku yang selalu di gunakan ayah dan ibu kirai untuk duduk bersantai.
“Hmm, enak ya Da, bisa jadi imam untuk semua wanita yang di surau,” kekehan Kirai yang membuat Fatih ikut terkekeh dan duduk di samping kirai.
“...” Tidak ada jawaban Fatih hanya diam dan menatap lekat ke arah gadis yang berada di depannya. “Suatu saat nanti aku akan menjadi imam untuk gadis yang aku cintai,” sambung Fatih yang dianguki oleh kirai.
“Bagaimana tidak, setiap hari saja kau sudah menjadi imam untuk gadis yang kau cintai da,” jelas kirai yang terdengar seperti seorang gadis yang tengah cemburu dengan kekasihnya.
“Tidak, dia tidak di sini, andai saja dia seperti dulu sholat di surau maka akan aku lafazh kan semua surah yang aku hafal dengan merdu sembari berdoa jika aku mencintai dia dan aku tidak ngin dia menjadi pendamping hidupku,” ujar Fatih yang lagi lagi membuat kirai tersenyum kecut.
“Wanita itu pasti bangga mempunyai pria sepertimu Da, aku harap kau bisa mendapatkannya,” ujar kirai serays berdiri. “Aku harus membersihkan rumah ayah ibu, permisi da,” sahut kirai yang panas mendengar ucapan pria itu, bagaimana tidak pria itu adalah pria yang sejak dulu ia cintai dalam diam. “Sekarang aku percaya bagaimana rasa sakit jika mencintai seorang pria dalam diam, apa lagi pria itu adalah Da Fatih,” gumam Kirai sembari berjalan melangkahkan kakinya ke atas anak tangga.
“Bagaimana jika gadis itu adalah kau Rai?” Ucap lantang Fatih yang membuat langkah kaki gadis itu terhenti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments