Malam hari di rumah sederhana sebuah keluarga tengah duduk di ruang tengah rumah itu. Seorang gadis sedang menjahit sebuah sapu tangan membuat dua pasang mata itu saling melirik. Siapa lagi kalau bukan Kirai yang duduk bersama Hasna dan Hanan sedang mendengarkan radio bertema politik pemerintahan negara. Tidak lupa suara jangkrik ikut mengisi ruang telinga mereka.
“Rai,” panggil Hasna membuat Kirai langsung menatap Hasna.
“Saya Tek.” Kirai menatap Hasna dan Hana yang kini juga menatapnya.
“Ada apa? Kenapa dari tadi senyum- senyum sendiri, seperti sedang menang undian saja,” ujar Hasna membuat Kirai menunduk dan terkekeh.
“Rai…” panggil Hanan yang mengubah suasana di ruang tengah itu.
Tanpa menjawab Kirai langsung menatap Hanan yang juga menatapnya.
“Jangan menjahit di malam hari itu akan membuat matamu rabun, sekarang tidurlah. Ini sudah sangat larut,” ucap Hanan yang terdengar seperti perintah untuk gadis itu.
“Baiklah Mak, saya ke kamar dulu, Tek saya tidur dulu,” pamit Kirai sambil membawa semua alat jahitnya.
Hanan dan Hasna hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia menatap Kirai yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. Sekarang tinggal Hasna dan Hanan.
“Besok pagi, cobalah bicara dengannya. Apa yang ingin dia lakukan setelah ini,” sahut Hanan yang langsung diangguki oleh Hasna.
“Baiklah Da,” ucap sopan Hasna menatap sang suami.
Sepasang suami istri lanjut mendengarkan radio yang kurang jelas itu walaupun mereka mempunyai televisi tapi itu tidak akan berfungsi di kala setelah hujan melanda kampung itu. Jadi membuat Hanan harus mendengar berita melalui radio yang disiarkan.
***
pagi harinya, hal yang biasa terjadi di perkampungan hewan peliharaan yang keluar sesuka hati mereka membuat pengendera harus berbagi jalan dengan hewan peliharaan masyarakat di sana, sesekali mereka akan mengeluarkan suaranya dan suara klakson motor menyapa seorang gadis yang sedang menyapu halaman rumah sederhana ditemani dengan Hasna yang sedang memberi makan ayam. Sedangkan Hanan pria paruh baya itu lebih memilih pergi ke sawah untuk melihat benih padi yang baru saja ia tanam.
“Nak,” panggil Hasna menatap Kirai yang sedang mengumpulkan dedaunan ke dalam sebuah drum besar yang dijadikan tempat sampah.
Kirai langsung menatap ke arah Etek Hasna yang tersenyum ke arahnya. “Ada apa Tek?” Tanya Kirai berjalan mendekati wanita itu.
“Kemari duduklah, aku ingin bicara denganmu,” sahut Hasna seraya membersihkan tempat di sampingnya karena saat ini mereka duduk di teras rumah itu.
“Kenapa Tek?” Tanya Kirai duduk di samping Hasna dan tersenyum mengangguk di saat orang lewat menyapanya.
“Yang telah pergi itu artinya urusan mereka telah selesai, tapi untuk yang ditinggalkan harus tetap melanjutkan hidupnya,” tutur Hasna menepuk pelan paha Kirai dan tersenyum ke arah gadis itu. “Apa yang akan kau lakukan setelah ini Rai? Hidupmu masih panjang, apa tidak ada rencana yang akan kau lakukan?”
Tanya Hasna membuat Kirai mengerti dengan ucapan sang Etek.
“Tentu ada Tek, Tapi aku takut Etek dan mamak tidak mengizinkannya.” Kirai tersenyum tipis dan menunduk memainkan ujung bajunya.
“Coba katakan padaku, apa yang membuatmu merasa ragu untuk mengatakannya kepada etekmu sendiri, aku pengganti ibu untukmu.”
Kirai sedikit melirik wajah Hasna yang begitu tulus dan menghela nafas pelan. “Aku ingin kembali ke tanah Jawa Tek, aku akan bekerja dan membantu kalian, karena aku ingin sekali bekerja, itu adalah cita- citaku,” sahut Kirai membuat Hasna bungkam bahkan sekarang wanita paruh baya itu langsung memalingkan wajahnya menatap ke arah sang suami baru saja pulang dengan tangan yang membawa sayur- sayuran.
“Mamak mu sudah pulang, kita akan bicara nanti Nak.” Hasna berkata seraya berdiri menyambut kedatangan sang suami.
“Sudah sarapan Rai?” Tanya Hanan menatap Kirai yang juga ikut berdiri.
“Sudah Mak, apa ini hasil kebun?” Jawab Kirai menatap sayur yang berada di tangan Hasna.
“Hmm… aku sudah membaginya ke tetangga juga,” ujar Hanan seraya duduk di teras rumah itu.
“Kenapa Mamak tidak menjualnya?” Tanya Kirai seraya menatap sang Mamak.
“Sayuran di ladang tidak terlalu banyak, tapi mamak melihat benih padi dan singgah untuk mengambil beberapa saja,” jelas Hanan menatap kirai yang mengangguk paham.
“Nak, tolong taruh ini di atas nyiru. Setelah ini kita akan memasak makan siang,” ungkap Hasna sambil memberikan sayur itu kepada Kirai.
“Baik Tek,” ucapnya dengan sopan membawa sayur itu masuk ke dalam rumah.
Hanan hanya diam menatap pekarangan rumah yang sudah bersih karena kirai dan sang istri. Sesekali dia akan mengangkat tangan karena masyarakat disana berteriak menyapanya.
“Kau ingin kopi Da?” Tanya Hasna yang langsung membuat Hanan menggelengkan kepalanya.
“Kau sudah bertanya kepada kirai?” Hanan menatap Hasna yang langsung terdiam dan terlihat bingung.
“Begini.” Hasna merasa bingung dan sedikit takut untuk mengatakan ucapan Kirai karena Hanan pasti akan menolaknya.
Suara klakson mobil hitam menyelamatkan Hasna kali ini, seorang pria baru saja turun dari mobil hitam sedan mewah itu. Hasna dan Hanan saling melirik dan berdiri tersenyum lebar menatap pria muda itu.
“Assalamualaikum Mamak, Etek,” ucapnya menjabat tangan sepasang suami istri itu.
“Waalaikumsalam, ayo masuklah nak,” ajak Hanan membuat pria muda itu mengangguk dan tersenyum ke arah Hasna.
“Na, ayo buatkan minum untuk Charles,” ujar Hanan seraya duduk dan menatap sang istri yang mengangguk.
“Tidak perlu repot Tek, apa yang ada saja keluarkan,” kekehan Charles membuat semua orang tertawa bahkan Hanan memukul pelan paha pria itu.
“Kau ini bisa saja, aku akan membuat minum dan makan sianglah bersama kami, aku dan kirai akan memasak lebih hari ini,” sahut Hasna menatap Charles terkekeh dan berlalu masuk ke dapur.
Sedangkan Kirai ia baru saja keluar dari kamar mandi menyusun sayur itu di atas nyiru besar. Manik hitamnya menatap Hasna yang kini membuat minuman dengan gelas tamu. Gelas tamu adalah gelas yang berukir berbahan keramik sedikit lebih bagus daripada gelas sehari- hari di rumah itu.
“Apa ada tamu Tek?” Tanya Kirai yang kini membantu Hasna memotong bolu yang berada di atas meja.
“Iya Nak, Charles kembali berkunjung ke rumah kita, aku mengajaknya untuk makan siang bersama.” Hasna mengatakan itu dengan sangat antusias membuat kirai mengangguk pelan.
“Bersiap- siaplah, kita akan pergi ke pasar,” sahut Hasna sembari berjalan keluar dari dapur.
“Nama pria itu Charles,” gumam Kirai sembari berjalan menuju kamarnya untuk bersiap- siap pergi ke pasar bersama Hasna.
****
“Rai…” panggil Hasna yang sedikit mengetuk pintu kamar Kirai.
“Iya Tek, sebentar.” Kirai berjalan seraya mengambil selendang sutra peninggalan sang ibu.
Pintu kamar itu terbuka manik hitamnya menangkap Hasna berdiri dengan sebuah tas terbuat dari daun khas di daerah sana.
“Ayo, kali ini kita akan memasak makanan yang banyak karena Charles akan makan bersama kita,” sahut Hasna menggenggam tangan Kirai yang tersenyum tipis walaupun gadis itu sedikit bingung dan kenapa harus menyambut Charles seperti tamu agung dari kelurahan saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments