Ketika Cinta Pindah Hati
“Hm, Mama tenang saja. Aku tidak akan baper.” Indra jaya masih dalam panggilan telepon sambil menatap cermin wastafel dan mematut wajahnya.
Terdengar ketukan pintu dan teriakan memanggil namanya.
“Sudah dulu Mah, aku hubungi lagi nanti. Khawatir Kiran curiga.”
“Ck, lama amat sih?” tanya Kiran dengan wajah cemberut ketika pintu akhirnya terbuka. Indra hanya tersenyum lalu memutar tubuh Kiran dan merangkul gadis itu.
“Aku cuma ke toilet, udah kangen aja. Gimana kalau sampai aku dimutasi oleh Om Yudis.”
“Nggak boleh, aku bakal bilang Ayah biar kamu tetap di Jakarta. Makanya cepat temui Ayah, aku capek kayak gini.” Kiran mengeluh sambil mengerucutkan bibirnya.
“Iya, secepatnya aku temui Om Yudis.”
“Tapi … kalah Ayah nggak kasih restu gimana?” tanya Kiran khawatir. Sudah lebih dari satu tahun dekat dengan Indra Jaya, tanpa ada yang tahu kalau mereka saling mencinta. Tidak ada yang salah dengan cinta mereka, hanya saja Indra adalah putra dari sepupu Yudis -- Ayah Kiran.
Tidak ada masalah juga dengan hal itu, karena baik Kiran dan Indra terbilang saudara jauh. Namun, ada indikasi Kiran akan dijodohkan, meskipun belum diutarakan oleh Yudis langsung dan Indra termasuk orang kepercayaan Yudis di perusahaan.
Kiran adalah putri pertama Yudis, hanya saja ibu gadis itu sudah tiada tidak lama setelah Kiran lahir. Yudis sudah menikah lagi dengan Narita, dengan dua orang putra dari pernikahan tersebut. Erlan dan Emran.
“Hm … ya mau gimana lagi. Terpaksa kita putus, lalu move on dan cari pengganti,” jawab Indra sambil menganggukan kepalanya.
Merasa setahun hubungan mereka terbuang percuma kalau berujung kandas, Kiran memukuli lengan Indra sambil berteriak. Indra hanya terkekeh lalu meraih kedua tangan gadis itu dan keduanya saling tatap.
“Jangan takut sayang, walaupun Om Yudis tidak merestui kita. Masih banyak cara, banyak jalan menuju roma termasuk untuk mendapatkan kamu.”
“Caranya?”
“Hm.” Indra mengalihkan pandangan seakan sedang berpikir. “Bagaimana kalau aku hamili kamu, Om Yudis pasti ….”
“Dasar gil4.” Indra terbahak sambil menghindari Kiran yang sudah memegang bantal sofa dan mengejarnya. “Hamili aku setelah menikah, bukan sebaliknya. Awas kamu ya!”
Pasangan itu akhirnya duduk bersandar di sofa, Kiran berada dalam pelukan Indra. Sesekali mereka tertawa karena Indra menggoda Kiran. Sudah lebih dari satu tahun mereka dekat, tapi keduanya masih bisa menjaga diri.
Meskipun akhir-akhir ini, apartemen Indra yang dijadikan tempat bertemu sesuai dengan rencana mereka berdua. Perlahan hubungan mereka harus diketahui oleh keluarga. Kiran tahu, Yudis pasti mengawasi keluarganya meski sembunyi-sembunyi.
Katakanlah Kiran gampangan, karena sudah beberapa kali mengajak Indra untuk menemui Yudis dan jujur dengan hubungan mereka. Bahkan gadis itu rela pernikahan mereka sederhana yang penting segera halal. Bukan tanpa alasan, dia khawatir kelamaan indra ataupun dirinya khilaf dan berbuat macam-macam.
“Ayo, aku antar pulang. Udah malam ini, bisa-bisa bodyguard Om Yudis ngejar aku”
“Ck, masih kangen. Apalagi minggu depan kita nggak akan ketemu. Apa aku menyusul saja ya? Kayaknya ide bagus.”
Indra terkekeh dan mengeratkan rangkulan tangannya pada bahu Kiran. Gadis itu memang manja, bahkan sangat manja. Entah bagaimana ketika mereka sudah menikah, bisa-bisa akan menempel kemana pun Indra pergi. Sedangkan Indra keluar kota saja membuat Kiran ketar ketir.
“Kamu bilang mau ikut premiere film, karya tulisanmu,” ujar Indra sambil menarik ujung hidung Kiran karena gemas.
“Ya ‘kan penulis cerita dan skenario nggak terlalu penting di acara itu.”
“Fokus dengan apa yang kamu kerjakan sayang, karena kesempatan tidak datang dua kali.”
Profesi Kiran adalah penulis, lebih banyak karya fiksi. Hobi sejak dia masih berseragam putih abu dan sekarang sudah menghasilkan banyak karya termasuk juga menjadi penulis skenario. Tentu saja Yudis tidak menyukai profesi Kiran yang memiliki pendidikan manajemen bisnis sesuai dengan permintaan Yudis dan berakhir dengan menggunakan otak untuk berhalusinasi dan berimajinasi.
“Ayo!” ajak Indra sudah menegakkan tubuhnya.
“Tapi ini masih sore, malam minggu pula. Kamu mau ke mana sih?”
“Janji dengan selingkuhan,” sahut Indra dan berhasil membuat Kiran memasang wajah garang. Indra terkekeh kemudian mengusap wajah Kiran yang terlihat lucu.
“Kamu nggak usah pasang wajah begitu, nggak pantas. Wajah kamu itu imut-imut, pantasnya senyum doang.”
“Masa?”
“Iya dan gampang dikibulin.”
“Indra!!”
Indra terbahak dan meraih tangan Kiran untuk digenggam.
“Bercanda, sayang. Wajah kamu baby face banget, mana ada yang percaya usia kamu sudah dua lima. Dipikir masih anak kuliahan. Ditambah tinggi badan kamu ….”
“Pendek, bilang aja aku pendek.”
“Ya nggak pendek juga, tapi kalau mau cium kamu aku harus menunduk dan pegel. Nggak bakal kuat lama.”
“Omes.”
Indra mengantarkan Kiran sampai parkiran dan melambaikan tangannya saat mobil yang dikemudikan Kiran mulai melaju dan perlahan sudah tidak terlihat lagi. ponsel pria itu berdering, Indra tersenyum membaca nama yang tertera di layar.
“Halo cinta, sudah di mana?”
…
“Oke, aku otw. Tunggu aku. Love you too.”
Sambil bersiul, pria itu menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh.
“Kiran, kamu memang imut dan cantik. sayangnya, beg0,” gumam Indra dan tangannya menekan sensor untuk membuka pintu mobil.
***
Minggu pagi, kediaman Yudis tidak ada aktivitas berarti. Dua putranya tidak terlihat, dipastikan masih terbuai mimpi. Narita sedang sibuk beryoga di halaman belakang. Hanya Kiran yang terlihat menuruni anak tangga.
“Bik Ida,” panggil Kiran agak berteriak.
Perempuan bernama Ida, tergopoh-gopoh keluar dari dapur menemui putri majikannya.
“Non Kiran mau sarapan?”
“Hm.”
“Mau dibuatkan apa?”
“Ini aja.” Kiran menunjuk yang ada di meja makan. “Tapi buatkan saya orange juice ya Bik.”
“Siap Non.”
Sambi mengunyah roti yang sudah berlapis selai, Kiran menoleh ke arah pintu ruang kerja Yudis. Terdengar suara Ayahnya yang sedang berbincang, mungkin ada tamu atau memang komunikasi lewat telpon.
Terdengar langkah kaki mendekat, Kiran melirik sekilas dan kembali mengoleskan selai di atas rotinya lagi. Seorang pria berjalan semakin dekat ke arah meja makan di mana dia berada.
“Selamat pagi, Nona Kiran.,” sapa Brama.
“Pagi, Mas. Mau ke Ayah?” tanya Kiran sambil menatap pria bernama Brama yang berdiri tidak jauh darinya.
“Iya.”
Brama adalah kepercayaan Yudis, putra dari asisten pribadi pria itu. Mungkin saja Brama pun akan mengikuti jejak orang tuanya. Mengabdikan diri pada keluarga Dhananjaya. Tatapan dan raut wajah Brama sulit terbaca, pria itu terlalu dingin dan cenderung angkuh. Bahkan Kiran agak takut untuk menggoda sekedar bercanda.
“Mas Brama sudah sarapan?”
“Sudah.”
“Kaku, bukan kayak triplek tapi kayak robot,” batin Kiran.
“Ah, Brama. Kamu sudah datang?”
Brama dan Kiran menoleh ke arah suara. Yudis sudah keluar dari ruang kerjanya. Brama menganggukan kepala pada atasan dan majikannya.
“Duduklah, kita sarapan dulu!”
Yudis menempati kursi di paling ujung meja, posisi untuk kepala keluarga. Sedangkan Brama tahu posisinya, duduk di samping Kiran. Karena kursi di harapan Kiran adalah tempat Narita dan kedua putranya.
Kiran hanya mendengarkan Yudis dan Brama berbincang sambil menikmati sarapan mereka. ponsel Kiran bergetar karena notifikasi pesan masuk. Gadis itu mengernyitkan dahi ketika membuka pesan dari nomor tidak dikenal.
Pesan berisi foto seorang pria sedang memeluk wanita. Meskipun wajah mereka tidak terlihat, Kiran merasa sosok pria itu mirip sekali dengan … Indra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Sleepyhead
Elu yang Bego Hah.... Well then, See you on the day of regret bollock ..!
2024-11-10
0
Anonymous
.
2024-07-02
1
Desi Marlina
salam knal thor, ceritanya menarik dan bagus saya suka
2024-03-08
4