Foto yang cukup mengganggu pikiran, bahkan Kiran semakin resah kala tidak bisa menghubungi Indra. Nomor kontak pria itu tidak aktif, sungguh meresahkan. Ayahnya dan Brama masih lanjut berbincang saat Kiran pamit ke kamar.
“Hah. Jadi kepikiran begini sih.”
Kiran berjalan mondar mandir di kamarnya dengan mulut terus bergumam. Siapa yang bisa hanya diam saja, karena kemungkinan besar pria di dalam foto itu memang benar Indra. Bahkan pakaian yang dikenakan pria itu sama persis dengan pakaian Indra sebelum Kiran pulang.
“Mungkin saja mereka berteman, jadi itu pelukan pertemanan. Tapi Indra nggak peluk aku karena berteman. Pelukan kami karena ada rasa dan saling sayang.” Kembali pikiran Kiran digelayuti rasa penasaran dan tentu saja cemburu.
“Ah, mungkin perempuan itu teman lama Indra. Wajar dong, mereka baru bertemu sejak lama terpisah mungkin.”
Kiran masih bergumam berusaha menenangkan hatinya yang panas. Langkah gontai yang dilakukan di dalam kamar akhirnya terhenti karena ketukan pintu.
“Mau ikut nggak, gue sama Emran mau nonton. Ikutlah dari pada gabut di sini,” ejek Erlan saat Kiran membuka pintu kamar dan menggelengkan kepalanya.
“Gaya bener pake ogah diajak main. Jomblo ngenes juga, ayolah kita main.”
“Kamu aja sana,” ujar Kiran mendorong tubuh Erlan agar segera berangkat. Bukan tanpa alasan Erlan mengajak Kiran, selain karena sang Kakak bisa membiayai semua yang mereka lakukan saat hangout. Penampilan Kiran memang terlihat seumuran dengan Erlan dan Emran -- adik Kiran -- meski dari Ibu yang berbeda dan yang keluarganya ketahui Kiran tidak dekat dengan pria manapun.
“Ya udah pinjem kartunya,” ujar Erlan sambil mengulurkan telapak tangan.
“Dih.”
“Ayolah Kak, nanti gantian deh kalau gue udah kerja.”
Kiran mencibir lalu memasuki kamar diikuti oleh Erlan, bahkan saat Kiran mengeluarkan salah satu kartu dari dompetnya langsung direbut oleh sang adik.
“Makasih ya, baik banget,” ujar Erlan mengacak rambut Kiran.
“Tidak sopan. Jangan banyak-banyak.” Kiran berteriak karena Erlan sudah hampir sampai di tengah pintu.
Meskipun keluarga Yudis dalam kondisi sangat berkecukupan, bahkan hidup dan fasilitas yang dirasakan keluarga tersebut sangat luar biasa. Namun, tidak memanjakan anak-anaknya dengan kelimpahan materi terutama Erlan dan Emran yang masih kuliah hanya satu tingkat di mana Emran sudah berada di semester akhir.
Kontak Indra lagi-lagi jadi sasaran dan Kiran masih belum mendapat jawaban kegundahan hatinya karena masih saja tidak aktif.
Kiran keluar dari dapur membawa botol air mineral dingin, bukan hanya dahaga yang perlu dia redakan tapi otaknya harus segera didinginkan. Keyakinan untuk segera mengakui hubungannya dengan Indra pada Yudis semakin kuat dan berharap segera mendapatkan restu lalu menikah. Selesai perkara.
Kediaman Yudis memang sering didatangi orang-orang kepercayaannya. Jika tadi ada Brama, kali ini Kiran melihat Vira berjalan anggun menghampirinya. Vira adalah karyawan kepercayaan Narita -- Ibu Kiran. Narita memiliki butik dan Vira adalah orang nomor dua di butik tersebut.
“Selamat siang Nona Kiran,” sapa Vira dan Kiran hanya bisa mengangguk.
Penampilan Vira tentu saja memukau, dengan tubuh yang tinggi menjulang dan polesan make up membuat wajahnya terlihat menarik dan … dewasa. Bahkan dress ketat yang dikenakan wanita itu membuat penampilannya terlihat sempurna.
“Saya permisi, Ibu Narita sudah menunggu,” ujar Vira sambil tersenyum sinis dan mungkin tidak disadari oleh Kiran.
Sekali lagi Kiran hanya bisa mengangguk dan pandangan terus menatap Vira yang sudah menjauh.
“Aishh.” Kiran menghentakan kakinya saat kembali sadar dan masalah foto Indra masih membayangi. Tidak mungkin dia izin keluar tanpa alasan jelas, hanya akan membuat Yudis curiga. Sedangkan semua anggota keluarga hanya tahu kalau Kiran tidak ada kekasih atau sahabat.
Gadis itu sudah berada di depan laptop berusaha melanjutkan pekerjaannya. Menulis. Namun, pikiran tidak fokus dan tidak ada ide yang bisa dituangkan ke dalam file yang masih belum berubah isinya.
***
“Indra, Ya Tuhan,” gumam Kiran sambil menepuk dahinya. Setelah seharian kemarin kontak Indra tidak aktif, pagi ini akhirnya tersambung dan terjawab.
“Hm.” Terdengar suara serak di ujung sana. bisa dipastikan kalau Indra belum sepenuhnya sadar dari alam mimpi. Bagaimana tidak, jika Kiran menghubungi terlalu awal. Bahkan saat ini belum waktu subuh.
“Kenapa sih kontak kamu nggak aktif?”
“Hm, lowbat … lupa charger. Kenapa Kiran, ini masih … malam?”
“Aku ….” Kiran tidak bisa melanjutkan ucapannya, ragu untuk menanyakan kebenaran dari foto tersebut.
“Kenapa? Kangen?” tanya Indra dengan suara lembut membuat Kiran seakan lupa dengan keresahannya. Wajahnya merona dan bibirnya tersenyum.
“Iya … kangen,” sahut Kiran lirih. Terdengar kekehan di ujung telepon. Fix, Kiran akan tanyakan perihal foto lain kali dan saat ini dirinya yakin kalau Indra adalah pria yang setia dan bertanggung jawab.
Sedangkan di tempat berbeda, setelah panggilan dari Kiran berhasil. Indra meletakan ponselnya di atas nakas lalu memeluk wanita di sampingnya dan mengeratkan selimut menutupi tubuh polos mereka.
“Siapa sih, sepagi ini ganggu saja?” tanya wanita itu meski dengan mata terpejam.
“Pijakan kita untuk meraih masa depan,” jawab Indra sambil memejamkan matanya kembali karena rasa kantuk masih merajai tubuhnya.
“Si bod0h Kiran?”
“Hm.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Ranny
Masya Allah ternyata Kiran hanya jadi jembatan buat meraih kekayaan 🙄🤦🏻♀️
2024-08-05
0
A Yes
kasihan Kirang😭😭😭😭😭
2024-01-04
5
ria
kasiiaan banget kamu kiran dibodohi indra..
2023-12-13
0