Seumur hidup baru kali ini Kiran merasakan penyesalan. Menyesal mencintai Indra sampai membuat ayahnya koleps. Tanpa tahu masalah sebenarnya, Kiran hanya menduga kalau Yudis emosi bahkan sampai tidak sadarkan diri karena hubunganya dengan … Indra.
Masih dengan rasa nyeri di wajah karena tamparan yang dilakukan Yudis, Kiran tetap menunggu pemeriksaan ayahnya. Semua anggota keluarga ikut ke rumah sakit termasuk Brama dan Iwan. Erlan ingin mengobati wajah Kiran, tapi ditolak oleh gadis itu. Jika memang dia bersalah, mungkin apa yang Yudis lakukan memang sangat pantas. Itu yang terpatri di benak Kiran.
“Sebenarnya ada masalah apa Kak?” bisik Erlan pada Emran. Erlan menduga ada masalah di kantor, tapi kenapa melibatkan Kiran. Emran hanya menggelengkan kepala.
Narita tidak bisa menunggu sang suami menjelaskan masalah yang ada sampai memberikan dua kali tamparan di wajah Kiran, sedangkan kondisi pria itu masih dalam pemeriksaan dokter. Berdiri agak jauh dari anak-anaknya, Narita memanggil Brama dan Iwan menanyakan apa yang sudah terjadi.
Brama akhirnya menjelaskan pemberitaan buruk tentang Kiran meskipun identitas masih ditutupi juga beberapa foto dan video kiriman seseorang dan Brama belum bisa menemukan pelaku. Narita terkejut bukan main, bahkan sampai menutup mulutnya yang hampir saja berteriak. Kiran yang terlihat polos ternyata berbuat bisa berbuat hal yang begitu hina dan mencoreng nama keluarga.
“Apa isi otaknya sampai berbuat seperti itu? Padahal selama ini aku selalu bersikap baik dan menganggapnya putriku sendiri, tapi apa balasan….” Narita tidak dapat melanjutkan ucapannya lalu mengalihkan pandangan menatap Kiran yang sedang melamun, sedangkan Erlan terlihat berbisik dan mengusap punggung kakaknya.
Pemeriksaan Yudis pun selesai, dokter memanggil perwakilan keluarga. Narita, Brama dan Iwan mendengarkan penjelasan Dokter. Sedangkan Kiran dan kedua adiknya menunggu dengan harap cemas, apalagi Bunda mereka terlihat mengusap air matanya.
“Lakukan yang terbaik untuk suami saya, kami mohon Dok.”
“Sepertinya kita harus bagi tugas,” usul Brama.
“Betul, kamu betul. Kalian fokus saja dengan perusahaan, juga masalah … ck ini semua gara-gara Kiran,” ujar Narita.
“Bunda, bagaimana kondisi Ayah?” tanya Kiran sambil memegang lengan Bundanya.
Bukan jawaban yang didapat, Narita menatap sinis pada putri sambungnya bahkan langsung menghempas tangan Kiran dengan kasar.
“Jangan sentuh aku, dasar perempuan murahan. Apa salah kami sampai kamu permalukan keluargamu begini,” ujar Narita lirih, tidak ingin interaksinya menjadi perhatian para pengunjung rumah sakit.
“Bunda, kenapa ….”
Kondisi kesehatan Yudis masih dalam pemantauan artinya belum bisa bernafas lega, mereka harus siap dengan kemungkinan terburuk dan Narita menyalahkan semua ini karena Kiran. Erlan langsung memeluk Bundanya yang terisak.
“Sebenarnya ada apa? Kenapa Ayah marah pada Kak Kiran dan Bunda ….” Emran pun akhirnya ikut bicara.
“Semua karena perempuan ini, kalau dia bisa jaga dirinya dan tidak bersikap seperti jal4ng mungkin Ayah kalian baik-baik saja.”
Kiran menggelengkan kepalanya, semua masih tampak abu-abu baginya. Tidak mungkin hanya karena dirinya berpacaran, Yudis sampai kolaps dan Bundanya yang selalu terlihat lembut sampai berkata kasar.
“Brama, bawa dia dari sini. Aku tidak ingin melihatnya di sini,” titah Narita.
“Bunda.”
“Pergi!” teriak Narita.
Brama meraih lengan Kiran, suasana mulai tidak kondusif. Menjauhkan Kiran dari Narita adalah langkah yang tepat. Brama pun akan mengurus masalah Kiran dan perusahaan, Iwan dan Narita sementara fokus pada kesehatan Yudis.
“Mas Bram, aku ingin menemani Ayah. Sebenarnya ada masalah apa sampai Ayah menamparku dan Bunda sangat marah?” tanya Kiran. Mereka sudah sampai di parkiran, Brama berhenti melangkah dan menghela nafasnya.
“Kamu dalam masalah, benar-benar dalam masalah Kiran.”
“Masalah apa?”
“Kita bicarakan di rumah.”
***
Brama dan Kiran sudah tiba di rumah dan berada di ruang kerja Yudis. Pria itu membuka laptop milik Yudis yang dia bawa dari kantor, untuk menunjukan foto-foto yang menjadi penyebab masalah juga situs berita yang sedang ramai.
“Mana ponselmu?”
Kiran meraba kantung celananya lalu terdiam.
“Di kamar.”
Brama memutar laptop dan menunjukkan layar yang menunjukan artikel yang sedang ramai. Kiran masih belum paham, karena beberapa gambarnya di blur dan tidak tampak wajah pelaku.
“Apa hubungannya denganku?” tanya Kiran. Brama meminta Kiran membuka folder hasil unduhan berisi foto-foto. “Apa sih, nggak ngerti deh,” gumam Kiran lalu menuruti perintah Brama. Awalnya raut wajah Kiran biasa saja, kelamaan berubah tegang dengan rahang mengeras. Bahkan saat salah satu video dia putar, Kiran langsung berdiri dan menjauh.
“Itu … bukan aku ‘kan?”
“Duduklah!” titah Brama yang sudah memutar kembali laptop mengarah pada dirinya dan menghentikan video yang sedang berputar.
“Ada hal yang harus segera aku lakukan, tapi aku butuh kejujuranmu untuk mengatasi kemungkinan persoalan ke depan. Masalah pemberitaan bisa kami take down dengan cepat, tapi file-file ini masih disimpan entah di mana dan oleh siapa.
“Itu bukan aku,” teriak Kiran dengan suara bergetar. Kedua tangannya mengepal dan air matanya sukses mengalir. “Apa ini alasan Ayah menamparku?”
“Duduk, kita harus bicarakan baik-baik dan cari solusi.”
“Solusi apa? Ayah dan Bunda pasti kecewa karena dia pikir itu aku.”
“Karena orang di foto itu memang kamu, Kiran!” teriak Brama.
“Tapi aku ….” Kiran melangkah mundur lalu berbalik dan meninggalkan ruangan.
“Kiran, tunggu!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Ahsin
kiran2 bodohnya terlalu
2024-03-21
0
Alanna Th
smoga othor tdk ksh ampun smua org" trkait. s umur" aq gk prnh kena tangan pa"q
2024-03-19
0
gaby
Y gitu deh resiko pny ibu Tiri, main ngamuk2 tanpa minta penjelasan. Coba kalo Kiran anak kandung Narita, lain lg critanya. Pasti dibelain mati2an walaupun salah skalipun
2024-03-13
1