Sejak tadi siang tempat tinggal Yudis agak sibuk. Hilir mudik orang mempersiapkan pernikahan Kiran dan Brama. Meskipun mendadak dan hanya melaksanakan akad nikah yang akan diadakan nanti sore, tapi semua diurus oleh WO.
Kiran hanya pasrah mengikuti persiapan, mulai dari make up dan yang lainnya. Sempat terjadi perdebatan meskipun akhirnya dapat diatasi karena kebaya yang akan dikenakan Kiran agak kebesaran, padahal sudah dipilih sesuai dengan ukuran tubuh gadis itu.
Ternyata masalah yang dihadapi berhasil menurunkan berat badan Kiran. Walaupun baru hitungan hari ternyata berpengaruh, dari wajah sangat kentara perbedaan Kiran yang dulu dengan Kiran sekarang. Erlan bahkan berkali-kali mengatakan kangen Kiran yang ceria.
“Mbak Kiran, ini diminum dulu,” ujar bibi sambil meletakan cangkir berisi teh manis hangat.
“Makasih Bik.”
“Ayo dihabiskan, tadi siang Mbak Kiran gak mau makan.”
Kiran hanya mengangguk pelan, lalu menyesap teh hangatnya. Tidak peduli merusak riasannya atau tidak. Berusaha tetap tersenyum saat bik jum menggodanya. Wanita paruh baya itu cukup dekat dengan Kiran, sudah bekerja sejak gadis itu masih berseragam putih abu.
“Bener loh, cantik banget. Manglingi. Pasti Mas Brama bakal melotot lihat Mbak Kiran.”
“Bibi bisaan deh.”
Pujian dan obrolan dengan Bik Jum membuat Kiran terhibur, sempat kembali bersedih karena akan melaksanakan pernikahan bukan karena keinginannya. Apalagi tidak ada yang mendampingi dan menemani. Berharap Bunda Narita hadir dan menguatkannya, yang ada hanya angan saja.
Pintu diketuk dan dibuka, Erlan melongokan kepalanya.
“Kak, udah siap ‘kan? Ayo turun.”
Kiran diapit oleh Erlan dan Bik Jum, menuruni anak tangga. Area ruang keluarga sudah diatur menjadi tempat akad.Yudis menatap putrinya yang melangkah pelan, ada rasa sedih melepas putrinya dengan proses yang tidak elegan karena sebuah skandal.
Wajah cantik Kiran yang menurut Yudis diwariskan dari ibunya, terus menunduk bahkan saat diarahkan duduk di samping Brama pun wajah itu belum berani menatap ke depan.
Beda dengan Brama yang terlihat tegang dan gugup. Meskipun bukan pernikahan impian, tapi momen yang akan mereka laksanakan adalah sakral. Apalagi saat melihat Kiran datang dengan wajah agak menunduk, tapi Brama sempat terpesona.
“Jangan tegang mas,” tegur penghulu pada Brama. “Nanti malam saja tegangnya.” Brama hanya tersenyum mendengar candaan penghulu, lalu identitas mempelai pria dan wanita pun dibacakan untuk memastikan kelengkapan dokumen dan mempelai.
Tangan Yudis dan Brama pun saling menjabat . Sesuai arahan penghulu, kedua pria itu bergantian mengucapkan lafaz ijab kabul dan dijawab dengan kata “SAH” oleh yang menyaksikan.
Brama mengusap wajahnya setelah jabat tangan dengan Yudis dilepaskan. Suasana mendadak canggung ketika diminta menyematkan cincin pernikahan di jemari Kiran, bahkan agak lama proses tersebut karena momen tersebut sedang diabadikan.
Saat acara sungkeman, suasana mendadak haru. Terutama saat Kiran dipeluk oleh Ayahnya. Bukan hanya Kiran yang menangis, Yudis pun tak kuasa menitikkan air matanya. Pria itu mengusap pipi Kiran yang sempat mendapatkan tamparan.
“Maafkan Kiran Yah,” ucap Kiran disela isak tangisnya.
Yudis hanya mengangguk, lidahnya kelu dan tangisnya siap pecah hanya dengan satu kata terucap dari bibirnya. pun ketika Kiran berpindah pada pangkuan Narita. Wanita itu hanya menatap datar, Kiran yang terisak menunduk di depan pangkuannya.
“Maafkan Kiran, Bun.” Tidak ada kata yang terucap dari bibir Narita, hanya sempat mengusap kepala Kiran sekilas. Berbeda dengan Kiran yang begitu merindukan kehangatan dari wanita itu. Sejak kecil Kiran memang sudah berada dalam asuhan Narita, meskipun akhirnya tahu kalau ibu kandungnya sudah tiada tapi Narita tetap mendapatkan tempat di hati Kiran.
“Kak Kiran, aku yakin kakak akan bahagia,” bisik Erlan saat Kiran berada dalam pelukannya. “Jangan nangis ah, jelek.” Kiran refleks memukul dada Erlan yang menggodanya.
Rangkaian acara sudah selesai dilaksanakan, bahkan kerabat yang hadir sudah meninggalkan tempat karena malam sudah menjelang. Kiran sudah berada di kamarnya, menatap jemarinya yang tersemat sebuah cincin. Cincin sebagai tanda dia sudah terikat dan tanggung jawab hidupnya telah berpindah pada sang suami.
“Belum tidur?” tanya Brama lalu menutup pintu.
Kiran menoleh, tidak menyadari kehadiran pria itu.
“Belum,” jawab Kiran. Tidak mungkin dia harus tidur dan mengabaikan Brama yang sejak tadi masih di bawah memastikan rumah kembali rapi seperti semula.
Dari ujung mata, Kiran tahu kalau Brama sedang menatapnya. Bahkan saat dia sudah berada di depan meja rias menghapus riasan wajah dan mengurai tatanan rambut, Brama malah berdiri di belakang tubuhnya dan membantu melepaskan jepit rambut dan sanggul yang tadi menghias mahkotanya.
“Biar cepat, ini sudah malam.”
Sudah malam, maksudnya Mas Bram mau apa, batin Kiran.
“Mau aku dulu yang mandi atau kamu?”
“Aku dulu.” Kiran bergegas menuju toilet, tidak lama dia keluar lagi. “Mas Bram, bisa panggilkan Bik Jum atau siapa kek.”
“Ada apa?” tanya Brama sambil berjalan mendekat.
“Aku perlu bantuan melepas kebaya, kancingnya di belakang tidak teraih dengan tanganku.”
“Oh, sini aku bantu.”
“Eh.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Mom Dee 🥰 IG : damayanti6902
Brama sat set
2023-12-22
1
Dewi Purnomo
Lama2 juga jatuh cinta....witing tresno jalaran soko kulino kata orang Jawa....hehe...siapa dulu ya yg bakalan jatuh cinta....lanjut up kakak.
2023-12-21
1
ria
semangat kiran ..
selamat menempuh hidup baru kiran brama semoga menjadi pasangan sakinah mawadah warahma dan barokah ❤aamiin..
semoga bahagia selalu hingga ke jannahNya ..
meskipun kalian bukan pasangan yg saling mencintai..
2023-12-21
2