“Baguslah kalau kamu sudah tahu.” Vira beranjak dari ranjang dan tidak malu berjalan tanpa pakaian menuju toilet.
“Jadi begini ….” Kiran melayangkan pandangannya lalu mengusap kasar air mata. “Padahal baru kemarin kamu berusaha meyakinkan aku kalau kita baik-baik saja.”
Indra terdiam, dia memang merencanakan semuanya tapi tidak seperti ini yang sudah dirancang. Rencana yang dia sudah buat begitu matang dan sempurna, di mana dirinya tidak akan ada cela bak seorang malaikat. Namun, Kiran malah menemukannya seperti binatang.
“Kiran.”
“Cukup, jangan sebut namaku dengan mulutmu yang menjijikan itu. Ternyata Ayah benar, pria yang baik tidak akan bermain di belakang. Ia akan datang dan menemui Ayah dan berharap restu darinya. Tidak ada yang tahu masalah kita, aku harap tetap begini. Semoga kamu bahagia dengan perempuan yang kamu sebut mantan.”
Kiran meninggalkan Indra yang langsung sibuk mengenakan pakaiannya.
“Kiran, tunggu dulu … Kiran.”
Tidak peduli dengan teriakan Indra, Kiran sudah keluar dari unit pria itu bahkan sambil berlari. Khawatir kalau Indra akan mengejarnya, Kiran memilih turun menggunakan tangga darurat. Baru satu lantai dia lewati, Kiran duduk di salah satu anak tangga dan menangis di sana.
Menangisi kebodohannya terlalu percaya dengan pria brengs3k. Katakanlah dirinya naif, bahkan sudah merancang konsep pernikahannya dengan Indra jika sudah menemui Ayahnya. Jangankan pernikahan, setelah ini hubungan mereka dipastikan tidak akan baik.
Meskipun sedih, kecewa dan marah, tapi Kiran masih bersyukur karena selama satu tahun hubungan dengan Indra tidak ada yang terjadi. Dia bisa menjaga diri dan Indra tidak menuntut apapun. Interaksi mereka hanya sebatas pelukan dan cium pipi.
Setelah ini Kiran harus memikirkan apa yang yang harus dikatakan pada Ayah kalau bertanya lagi masalah pria yang menjalin hubungan degannya.
***
Sejak pulang dari apartemen Indra, Kiran mengurung dirinya di kamar. Ponselnya berkali-kali berdering, tentu saja dari Indra. Merasa tidak ada lagi yang harus dibicarakan, kontak pria itu Kiran blokir. Indra menunjukan sikap pengecutnya dengan tidak menunjukan wajahnya bahkan untuk meminta maaf.
Pertama kali merasakan jatuh cinta dan harus kecewa karena berakhir karena pengkhianatan. Apa yang sedang dirasakan membuat Kiran sulit fokus. Emosi yang masih merajai hatinya membuyarkan isi kepala dan ide-ide yang biasa mengalir. Bahkan dengan sengaja menghindari Yudis agar tidak membahas masalah kekasihnya.
Namun, pagi ini Kiran tidak bisa mengelak. Menduga ayahnya sudah pergi, yang ada dia malah berpapasan saat menuruni tangga.
“Kamu di rumah?” tanya Yudis.
Sudah kebiasaan di kediaman itu, kalau setiap pagi kecuali weekend mereka harus sarapan bersama. Kecuali sedang tidak ada di rumah.
“Hm, aku … ada pekerjaan yang darurat.”
“Sarapan hanya perlu waktu sepuluh sampai lima belas menit,” sahut Yudis dengan tangan bersedekap. “Buktikan kalau kamu memang gadis yang baik, entah mengapa Ayah mulai ragu. Kamu bersikap seperti gadis nakal.”
Kiran menghela nafasnya setelah Yudis berlalu. Sulit untuk mengembalikan kepercayaan Ayahnya dan mulai saat ini aktivitasnya akan selalu diawasi.
“Mbak Kiran mau sarapan? Bibi pikir mbak nggak ada di rumah.”
“Sudah hilang laparnya Bik.”
“Oalah, lalu gimana Mbak?”
“Buatkan aku coklat panas dan kue kering. Antar ke kamar ya bik,” pinta Kiran lalu kembali ke kamarnya.
Ada tulisan yang sudah deadline. Kiran pun mencoba fokus meskipun sangat-sangat sulit. Sengaja menonaktifkan semua gadget dan fokus di depan layar laptop. Tanpa Kiran tahu ada masalah besar yang sudah menantinya. Bahkan di dua tempat berbeda, menyikapi hal yang terjadi dengan respon yang bertolak belakang.
Tepatnya di kantor di mana Yudis berada, pria itu sangat berang karena pemberitaan di media online, perempuan muda yang diduga putri seorang pengusaha terlibat pergaulan bebas. Awalnya Yudis tidak terusik dengan berbagai macam pemberitaan yang isinya sama, bahkan foto yang terlampir pun tidak menunjukan wajah pelaku.
Yang membuat Yudis naik pitam, saat menerima email berisi banyak file foto-foto asli pelaku berita yang sedang viral, yaitu … Kiran. Yudis berteriak pada sekretarisnya untuk memanggil Brama, bahkan sang asisten sudah mendapatkan bentakan.
“Nona Kiran ada di rumah Pak, sejak kemarin tidak meninggalkan rumah,” lapor asisten Yudis.
Yudis memijat pelan dahinya, tiba-tiba kepalanya sangat sakit. Tidak percaya kalau putrinya yang polos bisa berbuat serendah itu. Bahkan foto-fotonya beredar di dunia maya. Entah apa yang diinginkan oleh pengirim dan dalang dari semua ini. Brama yang baru datang pun tidak luput dari kemarahan Yudis.
“Selesaikan masalah ini, cari tahu siapa dalang dibalik ini semua.”
Yudis sempat menghubungi Narita agar segera pulang dan bertemu di rumah, tidak kecuali Erlan dan Emran. Brama sudah berpindah pada meja kerja Yudis dan mengambil alih email yang masuk.
Di luar ruang kerja Yudis, Indra menunggu karena ada hal yang harus dilaporkan terkait tugasnya. Namun sekretaris pria itu menahan karena situasi tidak memungkinkan.
“Tapi ini penting, saya harus bertemu Pak Yudis.”
“Nanti saja mas, lagi kacau di dalam. Entah ada masalah apa, saya saja dibentak tadi. Pak Brama yang baru datang pun sama. Asisten Bapak juga habis ditunjuk-tunjuk.”
Indra hanya menganggukan kepalanya, dalam hati dia bersorak girang karena rencananya sudah mulai berjalan. Meskipun ada sedikit improvisasi karena Kiran hampir mengacaukan.
Sedangkan di tempat berbeda, Lidia sedang bergembira karena pemberitaan mengenai putri Yudis. Meskipun identitas dari pelaku yang ada dalam video dan foto masih dirahasiakan dan disembunyikan. Namun, Lidia yakin dia bisa melakukan penawaran pada Yudis.
“Rasakan karma kalian. Yudis seharusnya kamu pilih aku, bukan wanita itu,” ujar Lidia lalu terbahak.
***
“Mas sebenarnya ada apa sampai kami diminta pulang?” tanya Narita yang sudah tiba di rumah, begitu pun dengan kedua putranya.
Yudis yang baru saja tiba langsung melepaskan dasi dan jasnya, bahkan kemeja yang dia kenakan sudah digulung sampai siku. Wajah pria itu terlihat penuh amarah dan aura ketegangan sangat kentara. Iwan -- asistennya , hanya bisa diam saat Erlan inisiatif bertanya ada kejadian apa.
“Di mana Kiran?” tanya Yudis sambil berteriak.
Narita sambil berjengit kaget dan menatap Erlan. Mereka mengedikkan bahunya tidak berani menjawab, salah satu asisten rumah tangga dipanggil dan ditanya masalah Kiran.
“Ada di kamarnya tuan, belum ada terlihat turun. Saya sempat antarkan makanan ke kamarnya, bahkan belum ada turun untuk makan siang.”
“Narita, panggil Kiran!” titah Yudis.
Masih dalam tanda tanya besar, anak-anak Yudis menunggu penjelasan Ayahnya. Mungkin saja informasi yang disampaikan memang harus menghadirkan Kiran sebagai anak tertua Yudis. Narita sudah kembali ke ruang keluarga, diikuti oleh Kiran. Kacamata masih membingkai wajah gadis itu dan bingung dengan kehadiran anggota keluarganya yang berkumpul padahal hari masih siang.
Brama baru saja datang dan berdiri bersama Iwan. Erlan dan Emran sudah menggeser duduknya memberi tempat untuk Kiran. Namun, Yudis mendekat dan langsung melayangkan tangannya pada wajah Kiran.
Narita sempat berteriak karena terkejut, entah apa yang dilakukan Kiran sampai Yudis bisa berbuat kasar seperti itu. Erlan pun berdiri, dari kedua adiknya memang Erlan memiliki kedekatan berbeda dengan Kiran.
“Dasar anak tidak tahu aturan, aku pikir kamu polos ternyata seperti jal4ng." Yudis menghardik masih dengan nada tidak bersahabat.
Kiran masih merasakan sakit di rahangnya, bahkan telinganya terasa berdenyut akibat tamparan dari Yudis.
“Ayah, apa salahku?”
Alih-alih menjawab, Yudis kesal dengan wajah tidak berdosa Kiran dan kembali melayangkan tangannya. Bahkan Kiran sampai tersungkur.
“Ayah,” teriak Erlan dan hendak maju tapi ditahan Emran.
“Mas, apa-apaan kamu. Semua bisa dibicarakan baik-baik,” ujar Narita mendorong tubuh Yudis menjauh. Memiliki riwayat hipertensi, Yudis merasa sangat marah dan emosi. Brama melihat gestur tubuh Yudis yang akan menyerang putrinya langsung menengahi.
“Tuan, jangan sampai Tuan menyesal. Tolong redakan emosi anda,” ujar Brama lirih. Terdengar dengusan nafas Yudis dan isak tangis Kiran.
“Mas … Mas,” teriak Narita karena tubuh Yudis perlahan oleng dan terjatuh.
“Ayah.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
A Yes
lah udah berumur masih mrnghalu ajah ini si emak🗯️🤣🤣🤣🤣🤣
2024-01-04
0
Es Cendol
siap2 terpuruk Kiran, tp badai pasti berlalu
2023-12-14
0
Tatik R
kerjaan indra bikin fatal 😤
2023-12-14
0