“Tuan Yudis ingin kita menikah.”
Kiran mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak mengerti dengan maksud Ayahnya. Baru saja merasakan kecewa dan patah hati dan sekarang dia diminta menikah dengan pria yang tidak dia cintai. Pria yang selama ini sudah dianggap kakak.
Brama menatap wajah Kiran, terlihat kesedihan di mata gadis itu meskipun berusaha untuk tetap tegar. Bukan hanya Kiran yang tidak siap dengan keputusan itu, Brama pun merasakan hal yang tidak jauh berbeda. Merelakan kisah cinta yang sedang dia coba dapatkan.
“Besok, kita akan temui Tuan Yudis.”
“Apa tidak ada cara lain?” tanya Kiran sambil mengusap wajahnya dari air mata.
“Masalahmu sudah selesai, Indra sudah ditangani. Jangan terlalu merasa bersalah,” ujar Brama sambil menepuk pundak Kiran. “Besok aku jemput!”
“Mas,” panggil Kiran saat Brama sudah berbalik dan akan pergi. “Indra sudah ditangani, maksudnya sudah beres?” tanya Kiran hati-hati. “Lalu file foto dan ….”
“Sudah ada di tangan kami, kamu tidak perlu khawatir.”
“Jadi benar Indra mengancam Ayah?”
“Indra hanya kaki tangan, Ibunya yang mengancam ayahmu.”
“Tante Lidia,” gumam Kiran dengan dahi berkerut dan tampak berpikir.
Malam ini Kiran tidak bisa memejamkan matanya. Berbaring di ranjang dengan berkali-kali merubah posisi, tapi tetap tidak bisa terlelap. Pikirannya masih larut dengan rencana ayahnya. Berharap kalau yang dia dengar itu salah.
Sedangkan di tempat berbeda, tepatnya di kediaman keluarga Lidia. Indra yang masih merasakan sakit di wajahnya serta seluruh tubuh akibat pukulan dan hantaman Braman dan orang kepercayaannya, tapi ibunya seakan mengabaikan hal itu. Lidia terus mengoceh karena gagal dengan rencananya, malah Indra dipecat dari perusahaan.
“Indra, kita harus pikirkan rencana lain. Mama tidak bisa begini, kita harus bangkit dan ….”
“Mah, bisakah kita pikirkan rencana agar aku cepat sembuh. Rasanya sakit Mah.”
“Minum pain killer lalu tidur, besok kamu akan merasa lebih baik. Hal ini lebih penting sayang, kamu dipecat lalu bagaimana hidup kita ke depan.”
“Ck, aku begini karena ambisi mama. Kalau mama terima saja apa yang kemarin kita dapatkan, tidak akan begini,” tutur Indra yang mulai kecewa pada Lidia.
“Mama lakukan ini untuk kamu Indra, untuk kamu,” teriak Lidia karena tidak terima disalahkan oleh putranya sendiri.
“Mama lakukan semua ini hanya untuk mama, karena dendam mama dan kebencian Mama pada Om Yudis. Kita sudah hancurkan masa depan Kiran Mah, dia tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa.”
“Dia salah, karena ibunya sudah merebut Yudis.”
Indra mengangkat tangannya seakan menyerah dengan masalah yang dia hadapi. Sulit untuk meyakinkan Lidia, dengan hati yang penuh kebencian dan dendam.
“Indra, mau ke mana kamu?”
“Silahkan Mama sibuk dengan kebencian mama, aku perlu waktu untuk menyembuhkan luka ini.”
“Indra!”
Indra mengabaikan teriakan Lidia. Dengan kondisi tubuh yang sakit dan wajah lebam bahkan untuk bicara pun rasanya nyeri, Indra tidak bisa mengemudi. Taksi membawanya ke suatu tempat, apartemen Vira. Beruntung Vira baru saja pulang dan heran dengan kedatangan Indra yang babak belur.
“Kamu kenapa?”
Indra langsung menuju kamar Lidia dan duduk di tepi ranjang.
“Aku butuh istirahat.”
“Kamu kenapa, Bukannya ….”
“Rencana gagal. Seharusnya Mama tidak terburu-buru.”
Vira bersedekap dan menatap Indra dengan tajam. Meskipun sudah paha yang dimaksud gagal adalah rencana mendapatkan hak di perusahaan.
“Katakan yang jelas!”
“Om Yudis bisa membaca niat kami, Brama mengatasi dengan baik dan aku berakhir begini. Bahkan aku sudah dipecat dari perusahaan, sudah untung aku tidak dilaporkan ke polis.”
“Jadi, sekarang kamu pengangguran?”
“Hm. Jangan takut sayang, aku akan cari kerja. Relasiku banyak dan aku bukan pria tanpa kompetensi."
Vira mendengus kesal dengan kalimat menenangkan dari Indra. Sampai kapan mereka bisa berada di atas kalau harus bekerja dari bawah. Sepertinya Indra sudah tidak bisa diharapkan lagi. Bersama dengan pria itu sama saja dengan bunuh diri.
Melihat Indra melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan boxer lalu berbaring di ranjang sambil merintih kesakitan tidak membuat Vira iba.
“Kenapa tidak tidur di apartemen kamu?”
“Aku sedang menghindari mama, dia bisa cari aku ke sana. Biarkan aku di sini beberapa hari sampai sehat, setelah itu aku akan cari pekerjaan dan kita ….”
“Tidurlah!” titah Vira lalu pergi ke balkon. Wanita itu menghissap rokok dan memikirkan cara lain untuk bisa ke atas dan mendepak Indra dengan segera. “Dasar pecund4ng, tidak bisa diharapkan. Siapa lagi yang harus aku jadikan pijakan,” gumam Vira.
Masih dengan rokok di selipan jari, ponsel Vira bergetar ternyata panggilan dari Narita.
“Hah, nenek sihir. Sudah malam pun masih saja menggangguku.”
Vira berdehem lalu menjawab panggilan telepon. “Selamat Malam, Ibu Narita.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
A Yes
Brama, ketika nanti kamu pun ikut melukai Kiran, tolong ingat miment ini ,,,, karena Kirang pun tak mau diposisi seperti 😭😭😭😭😭
2024-01-04
2
Retno Budhihartati
kasihan indra jadi korban ambisi mama lidia, turuti kata hatimu kiran /Smile/
2023-12-19
2
Diastin
ternyata narita pun sma jahat
2023-12-19
0