Dua hari ini perasaan Kiran untuk Indra semakin kacau. Bukan hanya masalah foto, tapi juga masalah komunikasi. Indra tidak ada inisiatif untuk menghubungi Kiran bahkan pesan pun tidak ada. Namun, saat Kiran menghubunginya Indra akan menjawab meski dengan terburu-buru dengan alasan sibuk.
"Aneh," gumam Kiran. "Indra berubah. Mungkin pasangan dalam foto itu memang Indra dan Vira. Aku harus cari tahu kebenarannya."
Jika bukan karena jadwal kerja dan aktivitasnya, Kiran mungkin sudah menyusul Indra, untuk memastikan kebenaran hubungan Indra dan Vira dan menuntaskan semua kegundahan yang dirasakan.
Menghadiri premiere film yang mana adaptasi dari salah satu karyanya, Kiran tentu saja diminta hadir. Apalagi dia masuk ke dalam tim penyeleksi pemain yang paling dekat dengan karakter tokoh dalam cerita asli.
"Mbak Kiran, selamat datang. Masih ada waktu jika ingin rehat." Sapa salah satu panitia acara.
Kiran sudah mendapatkan kunci kamarnya dan acara akan diadakan nanti sore di mall yang menyatu dengan hotel. Bertempat di luar kota dan Kiran mengendarai mobil sendiri, perlu mengistirahatkan raganya agar di acara nanti tidak terlihat lebih segar.
***
Sudah hampir jam sebelas malam saat acara berakhir, di mana ditutup dengan nonton bareng. Kiran sudah menguap dan ingin segera bertemu dengan bantal dan selimut.
Namun, niat Kiran masih tertunda karena permintan foto termasuk para pemain film. Penampilan Kiran tentu saja tidak seperti biasa, jika ada acara harus menunjukan dirinya sebagai seorang penulis Kiran selalu menggunakan kacamata dengan rambut dikuncir ekor kuda.
“Mbak Kiran, untuk acara besok pagi hanya pemotretan para pemain. Mbak Kiran boleh tidak ikut serta,” ujar salah satu panitia.
“Oh begitu, jadi saya bisa langsung pulang ya Mas.”
“Iya Mbak.”
Kiran tersenyum dan bergegas kembali ke kamar, untuk istirahat dan besok pagi berniat langsung ke Jakarta. Tentu saja untuk memastikan dan menyelesaikan masalah Indra. Saat ini gadis itu sudah berada di kamar, bahkan telah membersihkan diri dan berganti piyama.
Tubuhnya sudah merebah di atas ranjang, bahkan kedua matanya seakan hendak menutup rapat. Terdengar bel pintu dan Kiran menoleh malas. Siapa yang datang bertamu, sedangkan tidak ada yang tahu dia ada di sini. Keluarganya hanya tahu Kiran sedang ada acara dan percaya bisa menjaga diri.
“Siapa ya? Jadi takut,” gumam Kiran.
Banyak informasi dan kabar burung terkait kejahatan karena orang salah masuk kamar, bahkan banyak juga novel berkisah tentang hal itu bahkan sampai melakukan one night stand dan tidak mengenal pasangannya.
Perlahan Kiran menuju pintu dan mengintip lewat lubang intip dan tidak ada siapapun di depan pintu. Kiran menggigit jarinya memikirkan siapa yang iseng melakukan hal itu. Yang dia tahu, panitia merahasiakan kamar untuk para pemain termasuk juga untuknya.
Terdengar bunyi bel lagi, Kiran langsung mengintip dan ada seseorang berdiri membelakangi pintu membuat Kiran takut kalau pria itu berniat jahat. Segera dia mengambil ponselnya, lagi-lagi terdengar bel pintu. Kiran akan membuka pintu dengan mengaitkan rantai pintu, tanpa membuka langsung.
“Kejutan,” pekik Indra yang dengan wajah tersenyum. Tangan kirinya memegang buket bunga dan tangan kanan box cake dengan logo produk kesukaan Kiran.
“Indra,” ujar Kiran lirih. “Kamu ….”
“Buka dulu dong, masa kita mau bicara begini atau perlu aku dobrak pintunya.”
Kiran menutup pintu lalu melepaskan rantai pengait dan kembali membuka pintu. Indra masih dengan wajah ceria tidak merasa bersalah, lenggang kangkung menuju sofa dan meletakan bawaannya di atas meja.
“Kemarilah!” titah Indra merentangkan tangannya seakan meminta Kiran untuk mendekat untuk memeluknya.
“Tapi.”
“Ayolah sayang, tiga hari ini kita belum bertemu. Apa hanya aku yang merasa rindu, oh sungguh tidak adil.”
Kiran pun mendekat dan merangsek ke dalam dekapan Indra. Pria itu terkekeh dan mengusap punggung gadis yang sedang memeluknya. Saat Kiran hendak lepas, Indra semakin mengeratkan pelukannya.
“Sebentar sayang, biar begini dulu. Hah, aku rindu sangat rindu.”
Kiran masih dengan wajah datarnya saat mereka sudah duduk bersisian di sofa. Indra tahu kalau Kiran sepertinya marah dan semakin membuat gadis itu kesal karena dirinya malah cengengesan.
“Jangan marah sayang, aku memang sengaja mengabaikanmu. Ingin buat kejutan.”
“Tidak perlu buat kejutan, aku sudah terkejut.”
Indra mengeluarkan cake dari kardusnya lalu hendak memotong, tapi dihentikan oleh Kiran. Untuk menuntaskan kecurigaan dan kesedihannya, Kiran akan menanyakan masalah foto itu pada Indra. Dahi Indra berkerut manakala melihat foto yang diduga mirip sekali dengannya dari layar ponsel Kiran. Untuk memastikan lagi, Indra bahkan meraih ponsel Kiran dan ditatapnya lekat.
“Pria ini kamu ‘kan?”
“Hm. Kalau dilihat-lihat ya betul, tapi aku nggak tahu kapan foto ini diambil. Kok bisa ada di kamu sih?”
“Itu tidak penting, yang aku perlu tahu apa betul pria itu kamu dan kenapa pelukanmu dengan wanita itu sangat erat. Seperti sepasang kekasih.”
“Ya mungkin itu memang kekasih aku.”
Deg.
Kiran menatap Indra, tidak percaya pria itu akan berkata demikian. Jelas-jelas dirinyalah kekasih Indra meskipun hubungan mereka sembunyi-sembunyi tanpa diketahui orang tua.
“Jadi benar wanita ini ada hubungan spesial denganmu?”
“Ya mungkin saja, sebelum kita bertemu apalagi jatuh cinta. Bisa jadi ini fotoku dengan mantan.”
“Dan wanita ini, Mbak Vira ‘kan?”
“Vira, karyawan tante Narita?” tanya Indra lagi, mengikuti alur yang ada. Padahal semua sudah direncanakan olehnya. Foto yang sengaja dia kirimkan meski dengan nomor baru, sengaja membuat Kiran gusar agar mudah mendapatkan gadis itu.
Kiran hanya mengangguk pelan, menjawab pertanyaan Indra.
“Bukanlah, aku masih ingat siapa saja mantanku dan Vira bukan salah satunya. Sudahlah, untuk apa pula kamu persoalkan foto tidak jelas. Itu foto masa lalu,” ungkap Indra lalu memotong cake, meletakan di atas piring kertas lalu diserahkan untuk Kiran.
“Makan dong, ini kesukaanmu loh. Aku sengaja cari untuk kasih kamu kejutan, masa tidak dihargai. Nanti bisa sikat gigi lagi sebelum tidur,” ujar Indra.
Kiran menatap potongan cake yang sudah diterima lalu beralih menatap Indra yang masih mengulas senyum bahkan mengusap pipinya. Cheese cake oreo, salah satu favorit Kiran. Penampilannya sungguh menggugah selera. Tidak sampai lima menit, satu potong sudah berpindah ke dalam perutnya.
Indra bahkan mengusap ujung bibir Kiran dengan ibu jarinya, di mana ada cream tertinggal di sana.
“Masih meragukan aku?”
“Hm, aku tidak suka surprise karena bikin aku senewen.”
Indra terkekeh. Saat ini sudah lewat tengah malam dan keduanya masih terlibat perbincangan. Kiran merasakan kantuk yang sangat kuat, bahkan kepalanya terasa berat dan sempat menguap berkali-kali.
Obatnya mulai beraksi, sebentar lagi dia pasti akan terlelap, batin Indra.
“Aku ngantuk, kamu tidak boleh tidur di sini,” ujar Kiran kembali menguap lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dan akhirnya tertidur.
“Kiran,” panggil Indra lalu menepuk-nepuk pipinya.
Setelah memastikan Kiran memang sudah terlelap, bahkan dipindahkan ke atas ranjang pun tidak membuat gadis itu terbangun. Indra terlihat menghubungi seseorang.
“Halo, target sudah tidak sadar. Cepat kemari!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Vira Playstore
wah, jahat sekali si Indra
2024-12-14
0
A Yes
gimana foto lama, klo mau ngibulin itu yg total dong jangan bodoh, jelas2 kemeja yg dipakai persis hari kajadian itu juga ckckckck ngadi ngadi sampeyan
2024-01-04
2
A Yes
Ho oh, ,, jd suka kita pas in sendiri pas baca, kan awalnya berarti "bisa " karena diikuti kata "tidak" jadi berganti maknanya
2024-01-04
0