Bukan Pernikahan Impian
“Ya ampun… kok bisa begitu Mbak Yu? Alin ga jadi menikah dong?” Sri terkejut saat mendengarkan cerita Ayu.
Tiga bulan yang lalu putrinya Ayu, Alina Safira sedang menjalani proses Ta’aruf dengan seorang pria yang dikenalkan oleh Ustadzah tempat biasa Alina pergi Kajian. Namun, setelah 3 bulan berlalu, belum juga ada keputusan untuk menikah. Sehingga Ta’aruf tersebut terpaksa harus diselesaikan.
"Belum jodohnya Sri, kan ta’aruf proses mengenal dan mempersiapkan diri, kalau dari masing-masing calon belum siap, ya terpaksa harus diputus, lama-lama nanti takutnya jadi fitnah,” jelas Ayu.
“Suaminya Mbak Ayu itu loh, kok maksa sekali lewat Ta’aruf, ya dibiarkan saja si Alin pacaran, jadi dia bisa lebih cepat kenal sama calon suaminya nanti, kasian loh mbak… sudah 3 kali gagal,” Sri yang merasa prihatin akan anak tetangganya itu memberikan solusi yang menurutnya tepat.
“Engga ah Sri, biarlah menunggu agak lama sedikit, asal anak ku bisa menikah dengan laki-laki yang baik,” jawab Ayu menyunggingkan senyuman.
“Terserah kalian saja lah, kalau memang saran ku ga bisa diterima ya gak apa-apa. Tapi minggu depan kalian semua wajib hadir di nikahannya anak ku loh! Kan Alin temannya Evan dari kecil,” Ayu hanya menganggukkan kepalanya.
“Assalamu’alaikum Umi…” Alina baru saja pulang dari kajian mingguan yang dihadirinya. Dia menyalami Uminya, Ayu dan Sri.
“Alin, kamu mendingan cadarnya dilepas aja, pasti banyak yang mau ngelamar kamu, dari pada harus nunggu dikenalin sama Ustadzah kamu itu, kapan menikahnya? Evan yang seusia sama kamu aja udah mau nikah loh…” walau kenal dari kecil, Bu Sri terus saja tidak menyukai jika Alina menggunakan cadar.
Ia merasa dengan pakaian Alina seperti itu, maka Alina akan kesulitan mendapatkan pasangan.
Alina memang sudah mengenakan cadar semenjak lulus SD. Alina menempuh pendidikan SMP di sekolah Islam dan tinggal di Asrama, sehingga semenjak saat itulah Alina mengenakan cadar dan tidak pernah terlihat lagi wajahnya, kecuali oleh kedua orang tuanya.
“Ga apa-apa tante, Insyaa Allah nanti kalau memang Allah izinkan pasti ketemu jodohnya,”jawab Alina ramah.
“Kamu mah nunggu terus, usia udah 26 loh Lin…” Sri terus saja mencari celah. “Istri Rasulullah pun menikah di usia 40 tahun, masih Allah berikan 7 keturunan. Allah pasti menyiapkan balasan untuk setiap kesabaran tante,” jawab Alina.
“Alin kekamar dulu ya… mau mandi,” Alina pamit kekamarnya. “Mbak aku juga pamit pulang deh, nanti anakku keburu pulang kerja, Assalamu’alaikum,” Sri berpamitan pulang. Karena sudah jam 5 sore, sedangkan suaminya sedang dinas keluar kota, takut nanti kalau anaknya pulang ia tidak di rumah.
***
Seminggu kemudian
Malam sebelum acara pernikahan Evan dilangsungkan. Mereka sedang sibuk menyusun barang berupa kotak mahar dan seserahan untuk pengantin wanita yang kini tengah diletakkan diruang tamu, takut nanti ada yang ketinggalan.
Karena pernikahan akan dilaksanakan di gedung dan sudah dipersiapkan oleh Wedding Organizer terbaik yang sudah dipesan dari satu tahun lalu, bahkan uangnya pun sudah dibayarkan lunas 3 bulan sebelum acara.
“Pah, ini ada telpon dari Pak Bahri, udah beberapa panggilan masuk ini!” Bu Sri memberikan ponsel suaminya yang tadi terletak dikamar. Saking sibuknya mereka sampai tidak ingat untuk mengecek ponsel.
“Coba di telpon balik Tio, mungkin hal penting,” Fitri kakak dari suami Bu Sri menimpali. “Iya, aku telpon dulu, tolong dilanjutkan ya mbak,” Tio mengambil ponselnya ditangan Sri lalu menghubungi nomor Bahri.
Tidak lama telpon tersebut langsung terhubung. Namun raut wajah Pak Tio berubah marah.
“Mana mungkin begitu Bahri! Siapa yang bertanggung jawab atas dana itu? Bagaimana mungkin bisa dana yang disimpan dalam rekening itu bisa dibobol orang?” Pak Tio meninggikan suaranya.
Ia terduduk lemas, namun emosinya masih membara. Semua keluarga yang ada dirumah kaget. Bahkan beberapa anggota keluarga lain yang berada di dapur ikut keluar ke ruang tamu saat mendengarkan suara Pak Tio yang sangat lantang.
“Ada apa Pah? Dana apa yang dibobol?” Evan yang tadinya sedang telponan dengan calon istrinya keluar dari kamar.
“Aku akan mengirimkan keponakanku, Rangga yang akan mengurusnya besok, anakku akan menikah besok, jadi aku tidak bisa ke kantor!” Tio menyelesaikan panggilan telepon. Ia memijit dahinya, air mukanya menampakkan kepanikan dan kegelisahan.
“Pah ada apa sebenarnya?” Evan yang sudah tidak sabar mendesak sang Ayah berbicara. “Dana untuk proyek di Jogja yang baru saja dianggarkan dibobol dalam rekeningnya,” ucap Pak Tio, ia sangat pusing sekarang. Bagaimana bisa penanggung jawabnya bisa kecolongan.
“Dibobol bagaimana? Tidak pernah sejarahnya perusahaan kita bisa kebobolan begini, pasti pelakunya orang dalam pah! Aku yakin!” Evan menimpali, Evan adalah calon penerus perusahaan Papahnya, ia sudah menggeluti perusahaan tersebut sejak remaja dan membantu mengembangkan perusahaan itu, ia yakin jika kesalahan besar ini dilakukan orang dalam.
“Pak Bahri akan segera menyelidikinya, Rangga! besok Om minta tolong kamu ke kantor untuk menyelesaikannya!” Rangga, sepupu Evan yang bertanggung jawab sebagai sekretaris dari Tio mengangguk paham.
“Aku akan menyelesaikannya besok Om, jangan khawatir, terutama kamu Van, fokus saja dengan hari bahagia mu! Urusan ini biar aku yang pikirkan!” ucap Rangga.
Ponsel Evan berbunyi, salah satu investor meneleponnya malam-malam begini. “Halo selamat malam pak Rusdi,” Evan mengangkat telepon tersebut. Namun tak lama, ponsel Tio ikut berdering.
Disusul dengan ponsel Rangga dan ponsel Kakaknya Rangga, Sintia. Mereka rupanya ditelepon oleh para investor yang mendapatkan kabar jika dana proyek yang mereka canangkan di Jogja di bobol. Dengan kepanikan tersebut mereka mencoba meyakinkan masing-masing investor untuk tetap tenang dengan masalah tersebut.
Satu jam pergulatan mereka untuk meyakinkan para investor. “Ini benar-benar masalah besar! Bisa bangkrut kita kalau dituntut para investor nantinya!” Pak Tio mengusap wajahnya gusar.
“Tenanglah pah, kita pasti bisa menghadapi masalah ini,” Evan mencoba menenangkan ayahnya. Namun, telepon Evan kembali berdering. Bukan investor, namun kali ini yang menghubunginya adalah Pak Darma, calon mertuanya.
Raut wajah Evan berubah saat mendengar suara dari calon mertuanya. “Apa maksudnya Pa?? Kenapa begitu? Ini hanya masalah kantor, aku dan keluarga ku bisa menyelesaikannya! Ini tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan aku dengan Laras, Papa tidak bisa membatalkan pernikahan aku dengan Laras saat semuanya sudah siap seperti ini!” semua orang yang ada didalam rumah terkejut. Rupanya pak Darma yang merupakan calon mertua Evan juga mengetahui jika ada masalah dalam perusahaan calon menantunya itu.
“Papa tidak mau Laras ikut jatuh miskin Evan! Laras putri papa satu-satunya! Maaf Papa tidak akan menikahkan anak kesayangan Papa denganmu!’” ucap Darma.
“Tenanglah Pa, aku tidak akan membuat Laras menderita, aku akan membahagiakannya, aku mampu menafkahinya setelah menikah nanti aku masih-“ belum sampat Evan menyelesaikan kata-katanya, pak Darma sudah mematikan telepon.
Bahkan Evan mencoba menghubungi calon mertuanya itu namun nomornya tidak aktif. Ia juga menghubungi nomor calon istrinya. Nihil, nomornya juga tidak aktif.
“Evan, mertuamu juga tahu masalah ini? Bagaimana mungkin?” tanya Bu Sri. “Dia bilang dia melihatnya diberita di televisi Mah” ucap Evan. “Apa?” mereka semua serentak berucap sambil terkejut. Bagaimana bisa berita tersebut sudah tersebar luas?
Bu Sri yang kaget langsung menangis, ia terduduk lemas dilantai. Fitri langsung menghampiri Sri untuk menenangkan adik iparnya itu. “Aku akan kerumah Laras Mah, Pah…” Evan mengambil kunci mobilnya dikamar, lalu bergegas keluar. “Jangan Evan!” suara bentakan Tio terdengar nyaring.
“Apa maksud papah? Aku tidak bisa membatalkan semuanya! Aku mencintai Laras Pah, aku harus menjelaskan masalah ini pada mereka, mereka hanya khawatir Laras akan hidup sengsara. Aku akan meyakinkan mereka untuk percaya padaku Pah!” jelas Evan berapi-api, ia tidak mau kehilangan Laras, wanita yang paling dicintainya selama 4 tahun terakhir.
“Cukup Evan! Jika mendengar kabar seperti ini saja dia sudah akan pergi darimu, bagaimana jika dia benar akan hidup sederhana dengan mu Evan! Ia pasti akan mencampakkan mu dengan anak kalian nantinya! Tidak pantas kamu mengemis pada orang yang memandang materi diatas segalanya!” ucap Tio. Semua orang memandang Tio. Diantara mereka ada yang menganggap hal itu sangat logis juga.
“Laras bukan wanita seperti itu Pa!” jawab Evan.
“Om Tio benar Evan! Mbak jujur tidak menyukai Laras! Bagaimana mungkin ia meminta sebuah rumah bertingkat dan satu mobil dengan bayaran lunas sebagai maharnya? Dan kamu mati-matian bekerja di perusahaan Papa mu dan membuka bisnis sampingan hanya untuk mewujudkannya? Bahkan kamu mati-matian bekerja tanpa tidur untuk mewujudkan hal seperti itu! Cukup Evan! Mungkin Laras bagimu terlihat baik, namun keluarganya sangat matre Evan! Bukankah tiap kali bertemu keluarganya mereka selalu minta bertemu direstoran mahal dan memintamu yang membayar semuanya! Mbak sudah muak melihat kebodohan mu selama ini Evan! Mungkin ini adalah cara Tuhan menyadarkan kamu! Kamu hanya dijadikan inang bagi mereka yang bersifat parasit!” Sintia mengeluarkan semua emosinya yang dia simpan selama ini.
Sikap keluarga Laras selama Laras berpacaran dengan Evan memang sangat keterlaluan, yang tahu itu hanyalah Mbak Sintia, sebab ia satu-satunya tempat Evan curhat, karena ia tidak mau membebani ibunya dengan curhatan kisah cintanya.
“Mbak Sintia benar Evan, mungkin kejadian ini karena do’a Tante Sri yang meminta kepada Tuhan agar kamu berjodoh dengan wanita yang baik, namun rupanya calon istri mu itu bukan lah orang yang diharapkan Tante Sri menjadi menantu!” Rangga menimpali. Rangga sedikit banyaknya tahu bagaimana kisah cinta Evan, sudah jelas Mbak Sintia lah yang menceritakannya.
“Evan… Jadi selama ini kamu berjuang mati-matian untuk Laras nak? Sampai kamu jarang pulang menemui Mama karna sibuk bekerja?” suara lirih Sri membuat Evan mengepalkan tangannya.
“Jadi selama ini kamu sudah menjadi sapi perah keluarga calon istrimu itu Evan?!” Fitri menatap Evan dengan tidak percaya, bagaimana mungkin keponakannya itu bisa menjadi bodoh karena cinta.
“Aku tidak menjadi sapi perah tante! Aku melakukan ini semua untuk memberikannya ba-“ suara lantang papa mengagetkan semua orang. “Cukup Evan! Sadarlah! Utamakan keluargamu daripada mereka! Kamu pikir kamu hidup dan ada disini karena mereka yang membesarkanmu?!” ucap Papa Tio.
Evan terdiam ia menahan tangisnya. Ia sudah merancang masa depan indah dengan Laras, namun semuanya harus kandas karena masalah ini.
Diseberang sana, Alina yang tadinya hendak membuang sampah mendengarkan keributan yang terjadi didepan rumahnya. Ia hanya terdiam mendengarkan tersebut. Ia turut bersedih mendengarnya, kasihan keluarga Evan, entah masalah keluarga apa yang menimpa sampai ia gagal menikah karen usahanya terancam bangkrut.
“Alin.. kenapa buang sampahnya lama sekali nak?” Ayu menyusuli anaknya yang berdiri di depan pagar rumah. “Umii… Alin tidak sengaja mendengarkan keributan dirumahnya Tante Sri, mereka bertengkar, Alin dengar Evan gagal menikah, dan mereka terancam bangkrut,” ucap Alina.
“Astaghfirullah, Alin kamu ga salah dengar? Tidak baik mendengarkan pembicaraan orang lain, bisa jadi salah bukan? Ayu menasehati putrinya itu.
“Maaf Umi, Alin benar-benar tidak sengaja,” Alina menunduk menyesali kesalahannya. Walau sebenarnya Ayu juga penasaran, apa benar yang Alina ucapkan tadi?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
lanjut
2024-09-16
0
piyo lika pelicia
paragraf nya jangan panjang gini ya dek yang baca bingung kalau bisa buat jadi 6 atau 8 paragraf itu lebih enak di lihat ☺️
2024-05-11
1
piyo lika pelicia
tuh denger bibik rempong 😒
2024-05-11
0