Putus Asa

'Apa Evan akan menerima aku sebaagai istrinya? Aku tidak secantik Laras, aku bahkan tidak bisa berdandan, tak ada satupun yang bisa aku tonjolkan untuk menarik perhatiannya Evan, semoga saja pernikahan ku engkau ridhoi Tuhan, aku akan jadi istri yang berbakti, taat dan patuh, aku ikhlas menerima suamiku, dan segala ujian pernikahan nantinya' batin Alina.

Saat ia hendak melaksanakan sholat shubuh, ia melihat suaminya yang masih nyenyak tertidur. Ingin rasanya membangunkan dan mengajak sholat berjamaah, namun Alina juga merasa kasihan.

Terlalu banyak beban fikiran yang harus diterima suaminya, mungkin saja batinnya tengah lelah sekarang.

Hingga Alina putuskan sholat lebih dulu, ia akan bangunkan suaminya nanti, 30 menit sebelum habis waktu shubuh.

'Aku harus panggil gimana?' batin Alina menatap wajah tenang Evan yang tengah terlelap.

'Seperti dulu saja.... Iyaa panggilan biasa saja!' Alina memantapkan niat dan mencoba membangunkan suaminya.

"Evan.. Bangun yuk, sholat shubuh dulu" ucap Alina lembut, dia berucapa didekat telinga Evan. Nampak mata Evan mengerjap pelan.

Alina lalu menunggu sebentar, tak nampak tanda mata itu akan terbuka lagi, Alina lalu mendekat kembali ditelinga Evan dan berusaha membangunkan suaminya itu dengan lembut dan perlahan.

Kali ini berhasil, mata Evan nampak terbuka,mata yang terlihat sangat berat itu sedang menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retinanya.

"Evan... Ayo bangun, sholat shubuh dulu" ucap Alina lembut. Evan duduk dari posisinya, setelah mengumpulkan kesadarannya. Evan menatap kosong mencerna keadaan. Hingga ia sadar, jika ia baru saja menikah kemarin. Pernikahan impiannya, namun bukan dengan wanita yang dia inginkan. Entah bisa disebut pernikahan impian atau bukan.

Evan bangun dari ranjangnya dan terduduk sebentar .Evan menatap Alina, wanita yang berada tak berapa jauh darinya, Alina tidak mengenakan penutup kepala dan penutup wajahnya seperti yang biasa Evan lihat kemarin.

Untuk beberapa saat Evan tertegun melihat penampilan Elina yang ada di depannya sekarang .sekian lama tak pernah melihat wajah wanita itu, tampaknya sudah banyak perubahan yang terjadi pada Alina yang ia lihat di masa lalu dengan Alina yang ia lihat di depannya saat ini.

"Evan sudah masuk waktu subuh ayo sekarang salat subuh sebelum berakhir " Alina lalu membuka lemari dan mengeluarkan sebuah Sajadah.

Evan masuk ke kamar mandi, ia akan bersih bersih sedikit dan mengambil wudhu.

Ia berdiam diri, kalau difikir sudah lama Evan tidak melaksanakan sholat shubuh. Dia sering kali meninggalkan sholat kalau sedang sibuk. Bahkan mungkin bisa dibilang sebulan mungkin ia sholat bisa dihitung jari saja.

Namun Evan tetap melanjutkan langkahnya mengambil wudhu. Setelah keluar kamar mandi, lagi-lagi ia menatap Alina. Wanita yang merupakan teman masa kecilnya itu benar-benar terlihat dewasa.

"Ini, aku ga tau sajadah kamu dimana, paki punyaku aja dulu, udah kepepet waktunya" Alina menyerahkan sajadah berwarna coklat itu sambil melirik jam sesekali.

Evan hanya menerimanya dan membentangkan sajadah tersebut.

Samai diakhir salam, Evan menatap sajadah tempat sujudnya itu lekat. Dia terdiam, mendadak kepikiran kenapa hidupnya malah ada di titik seperti ini. Kenapa dia harus mendapat masalah bertubi-tubi dan sangat berat seperti ini.

Padahal ia sudah berjuang sekeras mungkin untuk memajukan perusahaannya. Ia juga sudah berjuang mati-matian serta sudah menyiapkan rencana pernikahan yang matang. Namun, dia malah harus menerima hasil pahit dri perjuangannya.

Evan tertunduk, dia ingin marah, tapi tidak tau mau marah pad siapa. Tidka tau mau menyalahkan siapa. Otaknya buntu sejak mendapat telpon dari mantan calon mertuanya.

Kehilangan calon istri, membuat ia kehilangan setengah jiwa dan hidupnya. Begitu besar memang cinta Evan pada Laras.

Alina berganti pakaian menggunakan gamis dan mengenakan kerudungnya. Ia melihat Evan yang masih bersimpuh dan menunduk diatas sajadah. Bak patung manekin.

Alina menunduk dan ikut bersimpuh disamping Evan. "Kamu..udah selesai sholat?" tanya Alina dengan sedikit ragu.

Evan tersadar akan lamunan mengenai kenestapaan hidupnya. Ia menoleh ke arah suara yang dia dengar tadi.

Mata mereka langsung bersitatap. Sejenak, Alina hanya diam, menunggui Evan berbicara. Begitupun Evan, ia nampak sedang memindai wajah alina yang baru ia lihat lagi setelah beberapa tahun.

'Cantik' batin Evan berucap kala menelisik wajah Alina yang berada didepan wajahnya itu. Wajah Alina nampak putih bersih, dengan tahi lalat kecil dipipi membut wajah itu terlihat makin manis.

Namun, secantik apapun wanita diluaran sana, hati Evan terus menjerit dan menggemakan nama laras.

Alina yang heran karna Evan hanya diam, menyadarkan Evan.

"Evan, kamu kenapa?" Alina bertanya kembali. Evan yang masih terdiam lalu menunduk, ia langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan Alina yang masih bersimpuh.

Alina yang heran mencoba memaklumi, memaklumi dan menerima karena dirinya bukanlah wanita yang diharapkan Evan untuk ia temui didalam kamarnya. Bukan wnaita yang diinginkan Evan untuk menemani sisa hidupnya.

Alina bangkit dan mengambil niqab bandananya, ia akan keluar untuk menyiapkan sarapan.

"Evan, kamu mau makan sesuatu?" tanya Alina. Evan sekarang sudah merebahkan dirinya kembali dikasur.

Nampak kepala Evan menggeleng. Jangankan nafsu makan, nafsu untuk melanjutkan hidup saja rasanya sudah hilang dalam diri Evan. Fase hidup terberat bagi Evan adalah masa ini nampaknya.

Alina menatap Evan dengan perasaan sedih, bukan karena ia yang menggantikan posisi calon istri Evan. Ia sedih karena melihat Evan harus mengalami ujian seberat ini.

Walau sudah tidak terlalu dekat, dulu semasa sekolah dasar Alina sangat dekat dengan Evan. Mereka kerap pulang jalan kaki bersama, tak hanya berdua ada beberapa teman lainnya. Mereka juga sering belajar bersama dulunya, entah itu dirumah Evan atau di rumah Alina.

Evan, pria yang ceria dan bersemangat, ia juga merupakan nak yang pintar sehingga ia memutuskan fokus dalam belajar dan mampu membantu membangun perusahaan papanya sampai sukses seperti sekarang. Masalah perusahaan pasti juga membuat mental Evan terpukul.

Entah sesulit apa dulu Evan berjuang membantu Papa nya mengembangkan perusahaannya, Alina juga tidak paham, tapi ia selalu dengar Uminya dan Mama mertuanya dulu sering kali bercerita, dimana Alina kadang mendengar cerita dimana Mama mertuanya dulu sering kesepian karena anaknya yang terlalu sibuk bekerja dengan suaminya. Sehingga setiap hari pasti Mama mertua nya akan mengunjungi Uminya Alina untuk menjadi tempat bercerita dan melakukan kegiatan apapun agar tidak terlalu merasa kesepian.

Tapi sekarang, mereka tengah diuji dengan ujian yang berat. Ganti rugi uang yang dibawa kabur pasti tidak sedikit.

Alina lalu keluar kamar, ia menuju dapur. Disana sudah ada seornag wanita paruh baya yang semalam membantu mereka membawa barang.

"Pagi, nyonya..." sapa wanita itu. "Selamat pagi Mbok, masak apa? Sini biar saya saja yang masak" Alina datang lalu mengambil alih wajah yang memang ditinggalkan karna wanita paruh baya itu tengah mengambil sesuatu didalam kulkas.

"Waduhhh jangan Nya... Nanti saya kena marah tuan!" Alina menggeleng. "Ga apa-apa, ga akan dimarahi kok! Biar saya aja yang masak buat suami saya.." ucap Alina

"Perkenalkan Nya, nama Mbok Gayatri, panggil Mbok Atik aja! Kalau ada apa-pa panggil mbok ya nya, mbok takut nyonya kenapa-napa!" jelas Mbok Atik. Alina hanya menganggukkan kepalanya.

Alina lanjut memasak dibantu dengan Mbok Atik. Ia memasak Nasi goreng dn telur ceplok sebagai sarapan.

"Wahhh harum sekali, Nyonya pandi memasak ya.." puji Mbok Atik saat Alina membawa mangkuk berisikan nasi goreng ke meja makan. Mbok Atik membantu membawakan telur mata sapi yang di dipiring.

"Mbok, bantu siapkan piring ya, aku mau ke kamar dulu" Alina pamit dan kembali ke dalm kamar.

Alina melihat posisi Evan yang tidak berubah sejak ia keluar memasak tadi. Alina berjalan mendekati Evan yang tengah tertidur.

Sampai dihadapan Evan, Alina melihat ada jejak air mata yang mengering wajah Evan. Pasti Evan habis menangis.

Alina terenyuh melihat keadaan Evan yang amat terpuruk. Dadanya terasa sesak, walau pernikahan mereka bukan didasari cinta dan keinginan berdua, tetap saja status mereka adalah suami istri yang sah dimata Tuhan.

"Kasian kamu..." gumam Alina. Alina mengusap pelan jejak air mata diwajah Evan. Entah keberanian dari mana, Alina menyentuh wajah seorang pria, walau pria itu sudah halal untuknya.

Perlahan, Alin mengusap pelan pipi Evan. Sampai kelopak mata Evan tampak bergerak-gerak.

Mata Evan terbuka perlahan, Alina yang tadi mengusap wajah Evan jadi terdiam.

"Sarapan dulu yuk... Semalam ga sempat makan kan?"suara lembut Alina terdengar mengalun ditelinga Evan. Awalnya Evan menggeleng, namun Alina terus-terusana menasehati dana mengajaknya makan, akhirnya Evan luluh dan mau keluar kamar untuk makan.

Terpopuler

Comments

Eemlaspanohan Ohan

Eemlaspanohan Ohan

dasar bodoh kamu. evan

2024-09-17

0

Kak Dsh 14

Kak Dsh 14

Evan jangn cuek2 dong sama alina(


thor jangan lupa mampir juga ya di karyaku(

2024-05-13

1

Amelia

Amelia

penyabar ❤️❤️

2024-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!