Mengunjungi Orang Tua

Kedua pasangan pengantin baru itu kini tengah berada di sebuah toko helm. Mereka sudah menyelesaikan tujuan mereka ke kelurahan.

“Kamu pilih helm nya mau yang gimana, setelah ini baru kita ke rumah Mama,” di toko tersebut Alina memilih helm yang sekiranya cocok.

Setelahnya mereka melanjutkan lagi perjalanan.

Sampai di rumah orang tuanya Evan, Alina melirik juga pada rumahnya. Setelah dari sini ia akan mampir menemui Umi dan Abi nya.

“Sayang… akhirnya, Mama nungguin dari tadi! Masuk yuk Mama udah masak makanan enak didalam!” Bu Sri langsung menggandeng anak dan menantunya ke meja makan.

“Kita udah makan Mah!” jawab Evan. Bu Sri melirik tidak suka. “Mama udah cape-cape masak! Pokoknya harus makan!” Bu Sri lalu menghidangkan masakan khususnya. Ia bahkan mau mengambilkan makanan untuk Alina jga, tapi Alina dengan cepat menolak. “Mah, Alina bisa ambil sendiri” Alina mengambil alih piring yang berada di tangan Bu Sri.

“Papa dimana Ma?” tanya Evan. “Di tempat temannya, Papa lagi bekerja sama mengembangkan bisnis swalayan punya temannya” jawab Bu Sri.

Evan mengangguk, sejak perusahaan yang mereka kembangkan pailit, mereka jadi terpisah dan punya ke sibukan masing-masing.

“Lin, kamu sudah ke rumah Umi mu?” tanya Bu Sri. Alina menggeleng. “ Nanti mampir ya, sekalian aja nanti nginap disini aja!”

“Ga usah ma, jauh ke tempat kerja, lagian Alina udah beli lauk buat masak, mubadzir kalua ga makan besok” jawab Evan, tanpa menunggu Alina menjawab.

“Tapi Mama kangen..” Bu Sri nampak sedikit merajuk. Dia ingin sekali merasakan tinggal dengan menantu dan anaknya itu walau hanya sehari.

“Lain kali aja ma” jawab Evan acuh. Sama saja saat dia masih bujangan, setiap kali Bu Sri memintanya tinggal di rumah Evan selalu menolak dan memilih tinggal di apartemen yang dulunya dekat dengan kantornya itu.

“Kamu gitu terus, amam kesepian!” Bu Sri sudah tidak berminat lagi dengan makanannya. Alina yang menyimak akhirnya ikut menimpali. “Akhir pekan gimana ma? Alina sama Mas Evan akan menginap”

Bu Sri menatap menantunya itu dengan senyum yang mengembang, lalu mengangguk. “Mama akan siapkan semuanya saat kalian datang!” Bu Sri tampak bersemangat lagi. Evan hanya menatap sang Mama, toh kasian juga mama nya.

Mereka bertiga menghabiskan waktu bercengkrama di meja makan. Sampai Alina izin menemui Umi dan Abinya. Tak lama memang, hanya sekedar bertukar kabar dan Alina mengambil beberapa buku yang memang ingin dibawanya ke tempat tinggal batunya bersama dengan suaminya. Setelah itu mereka kembali ke rumah kontrakan saat menjelang malam.

“Habis jalan-jalan ya?” tanya Dea yang sudah nangkring diteras rumahnya. Alina yang baru turun dan akan membuka pintu melirik sekilas. Tidak mendapati jawaban rupanya Dea tidak berhenti sampai disitu. “Mas, ini tadi aku bikin goreng pisang, kebanyakan jadi aku mau bagi ke Mas, namanya siapa ya mas?” modus Dea ingin berkenalan dengan suami Alina itu, entah sejak kapan juga gorengan itu ada disana.

“Ga usah, saya sudah makan” tolak Evan, ia lalu memasukkan motor kedalam rumah yang sempit itu. Dea tampak memberenggut. Bisa-bisanya ia di tolak seorang pria. Biasanya dia duluan yang digoda pria sekarang malah ia yang ditolak mentah-mentah. Dengan muka masam Dea masuk kedalam rumah dengan menghentakkan kakinya kasar.

“Heh! Kenapa kamu? Jebol ini lantai!” ucap Bu Kasih saat melihat anak gadisnya masuk rumah. “Apasih Mah! Ganggu aja! Orang lagi kesel!” Dea bersungut-sungut, ia meletakkan sepiring gorengan itu di atas meja.

“Kenapa? Kesel ke siap?” tanya Bu kasih. “Tetangga baru!” jawab Dea ketus. “Si Alina? Perasaan baik anaknya” Bu Kasih terheran-heran. “Bukan, suaminya! Sok ke gantengan! Aku nawarin pisang goreng ga mau!” papar Dea.

“Ya kamu ngapain nawarin ke suami orang? Ada-ada aja!” Bu Kasih yang jengkel menggerak-gerakkan bibirnya meledek anaknya.

“Emang ga boleh menjalin kedekatan sama tetangga? Suami orang juga apa salah nya sih?” Dea masih dengan nada kesalnya.

“Terserah kamu, kamu jelek kali makanya ga mau dia ngeladenin!” Bu Kasih sesumbar saja, namun ditanggapi dengan serius oleh anaknya.

“Emangnya istrinya dia secantik apa? Sampai aku yang kya gini mama bilang jelek? Paling juga istrinya lebi jelek! Mukanya aja di tutupi, kalau ga mukanya burik tompelan pasti giginya tonggos, makanya malu!” Dea makin menjadi saja emosinya mendengar perkataan ibunya yang menyebutnya jelek.

“Terserah kamu, jangan kentara banget kamu mau godain suami orang, ingat, ga ada pelakor yang disayang sama masyarakat!” Bu kasih memberi nasehat pada anak gadisnya itu. Ia tahu Dea ini cantik, banyak yang mau, kenapa harus menggoda suami orang kalau dia bisa dapat yang lebih.

***

Evan sibuk dengan sebuah buku catatan, entah dia sedang menulis apa disana. Alina yang selesai membaca Al-Qur’an hanya memandang suaminya yang nampak sangat serius itu.

“Mas, kamu kenapa?” sejak memperhatikan Evan sedari tadi ia penasaran kenapa suaminya itu terus mengkerutkan keningnya. Evan menoleh ke arah Alina, ia lalu menggeleng pelan. Lanjut menggores tinta pena pada buku catatannya lagi.

“Sudah, sebaiknya istirahat dulu, kamu besok masuk kerja pagi kan, nanti ngantukan dijalan bahaya Mas” Alina melepas mukenanya. Ia lalu melipat mukena itu dan meletakkannya diatas lemari plastik. Sungguh bagai langit dan bumi kehidupan kedua anak manusia itu sekarang. Hanya satu lemari plastik saja yang mereka gunakan menyimpan pakaian. Tentu tidak mampu menyimpan semua pakaian keduanya. Sehingga sebagian di simpan pada koper mereka.

“Iya, aku akan tidur sebentar lagi!” jawab Evan tanpa menoleh pada Alina. Alina lalu menyiapkan tempat istirahat mereka, membuka kasur lipat tipis itu dan menyusun bantalnya, serta mengambil selimut juga. Sengaja memang kasurnya dilipat setelah tidur karna kamar mereka amat sempit.

Alina merebahkan tubuhnya, namun matanya masih enggan terpejam. Ia masih memandangi suaminya itu yang entah sibuk dengan apa.

“Mas, aku tidur duluan ya” Alina memilih tidur duluan. Evan mengangguk, masih fokus dengan bukunya sendiri.

***

Pagi hari nya Evan sudah bersiap-siap dalam kamar, sedangkan Alina tengah berkutat di dapur memasak makanan untuk sarapan. Setelahnya ia menyiapkan makanan di karpet tempat biasa mereka makan.

Evan keluar dari kamar dengan keadaan sudah rapi. “Mas, makan siang kamu di kantor atau mau aku masukkan bekal?” tanya Alina saat keduanya sudah duduk dikarpet tersebut.

Evan berfikir sejenak, Alina kira suaminya itu akan menolak ternyata diluar dugaan Evan mengangguk. Alina tersenyum senang. “Aku siapin sekarang ya!” dengan semangatnya Alina akan berdiri untuk mengambil kotak bekal, namun tangannya ditahan duluan oleh Evan. “Nanti aja, kita makan dulu!” Alina yang terkejut lalu mengangguk menurut.

Sekarang Alina tengah berdiri didepan pintu menggenggam kantong berisi bekal untuk suaminya itu. Dengan senyum sumringah yang tertutup cadarnya, ia memperhatikan suaminya itu yang tengah menyiapkan motornya untuk berangkat kerja.

Evan sudah duduk di motornya dan dihampiri Alina yang menyerahkan kantong bekal tersebut. Lalu Alina mengulurkan tangannya untuk meminta tangan suaminya untuk diciumnya.

“Aku berangkat Lin!” Evan memasang helemnya . “Assalamu’alaikum Mas!” sahut Alina. Evan menoleh dan menjawab salam tersebut, setelahnya motor Evan melaju meninggalkan rumah tersebut.

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

aku mampir Thor...

ijin follow yaa jangan lupa follback yaa

dan mampir juga di karyaku

2024-04-18

1

Puspa

Puspa

lanjut thor,

dah boom like yaa .. 🤗

2024-02-08

1

Susu Kopi Cokelat

Susu Kopi Cokelat

yang jelek bukan wajahmu, namun sifatmu.

2024-02-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!