Evan kali ini membeli bubur Ayam lebih pagi, sengaja ia lakukan agar tidak bertemu dengan manusia julid dan gatal. “Mas, pengantin baru ya?” tanya abang penjual bubur ayam.
Evan mengangguk tipis dan tersenyum tipis saja. Penjual bubur ayam tersebut tersenyum juga. “Wajar yo mas, kalau pengantin baru memang begitu, saking semangatnya sampai ga sempet buat ngerjain pekerjaan rumah ya mas?” penjual bubur yang usianya memang jauh ebih tua itu mengajak berbicara Evan dengan tujuan mengakrabkan diri, lumayan jaid pelanggan tetap.
Jujur rasanya Evan sedikit aneh ditanyai perihal rumah tangganya, apalagi dengn orang asing. Pesanan Evan selesai, ia membayar kedua makanan tersebut dan membawanya pulang.
Sialnya ia malah bertemu dengan Dea yang berpakaian olahraga mini. Gadis itu memakai tanktop crop yang dipadukan dengan rok pendek warna hitam dan celana legging.
“Loh, pagi-pagi banget udah keluar? Dari mana mas?” tanya Dea. Dia sekarang tengah berjalan ke arah Evan sambil melenggang-lenggok. Evan sudah memasang wajah jengkel, sibuk sekali tetangganya ini dengan apa yang dilakukannya.
Evan memarkir dengan benar motornya dan menatap Dea sebentar. Semua bagian tubuh wanita itu kiranya dapat ditebak ukurannya karena bajunya yang sangat ketat.
“Beli makan!” jawab Evan datar. Sungguh andai saja ia unya uang lebih akan ia bawa Alina pindah dari tempat ini. Tempat penuh dengan tetangga yang julid dan menganggu.
Dea mengangguk melihat bungkusan ditangan Evan. “Enak banget ya kak Alina, bisa nyuruh-nyuruh suami bua beli makan, kak Alina bisa santai-santai dirumah. Kalau aku sih, mending masakin suami!” Dea berujar seolah ia akan lebih baik nanti saat menjadi seorang istri.
Evan menaikkan alisnya, melihat dea yang wajah heran. Ia tidak paham dengan maksud perkataan Dea yang sangat tidak nyambung. Tidak jelas dan tidak relevan dengannya.
“Aku masuk duluan!” Evan masuk saja tanpa menghiraukan Dea. Mata Dea melotot saat melihat Evan pergi begitu saja. Belum selesai ia tebar pesona, ia sudha ditinggal begitu saja.
Evan menutup pintu dengan rapat. Menggelikan bertemu wnaita seperti Dea. Bukannya jadi wanita baik-baik, ia malah sibuk menggoda pria.
“Kenapa Mas?” tanya Alina saat ia baru saja dari dapur. Alina mendengar motor Evan tadi kembali makanya ia keluar menemui suaminya. Evan hanya menggeleng, baginya tdak penting untuk menceritakan Dea yang tadi ia temui di depan.
Evan meletakkan bungkusan bubur yag tadi ia beli di karpet. Lalu ia menghampiri Alina. “Nanti siang aku malas banget buat akan diluar,” Evan memeluk Alina. Sahri saja tidak makan siang buatan Alina, van merasa kehilangan semangat dalam bekerja. Padahal kemarin ia ditraktir makan oleh Sindy, atasannya.
“Aku antar makan siangnya mau Mas? Sekalian aku mau izin pergi ke rumah temenku, namanya Shafia,” ucap Alina.
Evan mengangguk, setidaknya ia tidak akan makan dengan ogah-ogahan siang ini, walau merasa merepotkan Alina, tapi Evan lebih suka masakan Alina yang sederhana tapi nikmat daripada makan makanan lain.
“Mas, nanti baju kamu kusut, kita makan sekarang aja ayo!” Alina melepas pelukan Evan, Evan mengangguk dan ikut duduk saja. Sedangkan Alina ia mengambil Air minum dan sendok didapur.
***
Alina sempatkan untuk membeli bahan masakan di pasar lalu memasakkan makanan untuk ia bawa ke suaminya. Kini Alina tengah berada dipinggir jalan raya, ia tengah menunggu taksi online pesanannya.
Tak berapa lama, Alina sampai di kantor Evan sebelum makan siang. Alina menghubungi Evan terlebih dahulu, dengan tujuan agar saat sampai ia tidak terlalu menganggu pekerjaan suaminya. Evan meminta Alina untuk menunggu di lobi.
Jadi Alina sekarang tengah duduk di sofa yang tersedia di lobi. Evan berjanji akan menemui Alina 20 menit lagi, karena ada pekerjaan mendesak. Alina meng-iyakan saja dan menunggu dengan sabar sampai Evan datang menemuinya di Lobi.
Evan datang sesuai dengan janjinya. Mengambil bungkusan makanan yang sudah dibungkus dengan rapi. “Berangkat sekarang? Nanti pulangnya jam berapa?” tanya Evan pada Alina.
“Sore mungkin mas, sebelum mas pulang aku akan ada dirumah!” jawab Alina. “Ga papa, kamu tunggu aja aku di sana, biar aku yang jemput kamu ke sana!” ucap Evan. “Ga ngerepotin? Mas kan ga tau alamatnya temen aku dimana,” Alina merasa tak enak hati jika merepotkan suaminya itu.
Sudah kerja sampai sore, masa harus menjemput dia di rumah temannya juga. Evan tersenyum, ‘Ga masalah Al, sealian kia jalan-jalan sore kan, udah kamu aku aja yang jemput nanti! Tinggal shareloc alamatnya aja nanti, mudah kan?”
Akhirnya Alina mengangguki perkataan Evan. Tidak apa sepertinya, tampaknya Evan juga serius dan tulus.
***
Laras tengah menikmati perawatan disalah satu salon terkenal di kota tersebut. Setelah sekian lama tidak datang kesana, biasanya tiap minggu, laras akan rutin datang 2 kali. Entah untuk menata rambut, spa badan, pijat dan sebagainya treatmen kecantikan lainnya.
“Udah lama ga kesini, ke salon lain ya mbak?” tanya seorang pegawai yang memang biasa melakukan treatmen pada Laras. “Nggak, cuman ada urusan ke luar negeri aja!” jawab Laras singkat. Tidk mungkin ia jawab karena tidak punya uang.
“Oooh iya, mbak kan baru menikah ya? Bulan madunya ke luar negeri ya?” timpal karyawan satunya lagi. Laras terdiam.
Beberapa bulan terakhir saat mengunjungi salon ini Laras memang menggembar gemborkan dirinya yang akan menikah ditahun ini. Bahkan kadang-kadang Evan akan menemani Laras de tenpat ini.
“Suaminya sibuk banget ya mbak? Abis bulan madu, pasti banyak kerjaan yang harus dikerjain ya? Suaminya mbak kan pengusaha sukses, pasti enak banget ya Mbak,” karyawan wanita itu memang sudah sangat dekat dengan Laras, makana mulutnya ceplas ceplos saja.
Laras masih terdiam, bingung akan menjawab apa. “Saya ga jadi menikah!” ucap Laras Akhirnya. Kedua karyawan tersebut terkejut. Keduanya yang tadinya tengah sibuk melakukan pekerjaannya, langsung menghentikan kegiatannya.
“Jangan bahas hal itu lagi, saya terganggu!” ucap Laras lagi. Ia mencoba menjadi tegas agar tidak menjadi topik bahasan lagi dari para pekerja di klinik kecantikan ini.
***
Alina sampai di rumah sahabat dekatnya, Shafia. Wanita yag berjasa telah menyelamatkan ia disaat-saat genting pernikahannya. Penyelamat juga bagi semuanya, kalau ga ada dia, mungkin Alina tidak akan memakai pakaian pengantin itu dan akan membuat malu keluarga jika memaksakan memakai maju tersebut atau memakai baju seadanya.
Pintu rumah tersebut diketok pelan oleh Alina diiringan dengan ucapan salam. Si pemilik rumah membukakan pintu diiringi dengan jawaban salam.
“Loh, Nak Alina? Maasyaa Allah, udah lama ga ke sini! Kamu sudah nikah ya? Fia yang cerita sama Ibuk!” Ibu Halimah, adalah ibu tiri nya Shafia, meski seorang ibu tiri, kasih sayang yang diberikan wanita paruh baya itu sama dengan peran seorang ibu kandung.
Shafia ditinggal meninggal dunia ibu kandungnya sejak berusia 2 tahun. Dimana sang Bunda sudah menyelesaikan tanggung jawab mengasihi putrinya. Tidak terindikasi penyakit berbahaya dan kronis, memang sudah Allah takdirkan begitu, Allah memanggil Bunda Shafia dalam keadaan baik.
“Iya Buk, Ma’af Alina tidak sempat mengundang ibuk dengan bapak, sebab Alina juga mendadak harus menikah Buk” jelas Alina singkat.
Ibu Halimah mengangguk, meski ada rasa penasaran mengenai pernikahan teman putrinya itu, namun ia urungkan sebab ia tau, tidak semua yang terjadi dapat diceritakan, dan tidak semuanya baik diketahui semua orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Bilqies
semangat thor
2024-04-21
1
Atha Diyuta
stor iklan dulu smngt ka
2024-04-02
0
Atha Diyuta
kalau aku si mending nampol kamu dea
2024-04-02
0