Hanya Punya Kamu

Alina menatap foto pernikahan yang baru saja dikirimkan oleh kurir kerumah nya. Tak ada raut kebahagian tampaknya. Foto tersebut hanya menampilkan dua sosok manusia yang tengah berpakaian pengantin dengan wajah datar. Ya, foto tersebut memang bukan foto dimana Alina mengenakan cadarnya, karena foto ini sengaja dicetak unuk dipajang dikamar khusus oleh mertuanya, mama nya Evan.

Alina membawa foto itu masuk kedalam kamar, ia menyandarkan foto itu pada dinding. Kamar yang ia tempati dengan Evan. Beberapa hari terakhir Evan sibuk di kantornya, ia sibuk mengurusi masalah dana yang kebobolan dan dibawa kabur oleh entah siapa.

Alina duduk dikasur dan menatap foto itu, ia kini sudah menikah. Pernikahan yang selalu ia impikan dengan seseorang yang juga menginginkan dia menjadi wanita yang mendampingi hidupnya.

Sedangkan kini, ia menjalani pernikahan sebagai bentuk pertolongan pada teman masa kecilnya, dan tetangga yang sudah dianggap keluarga oleh orang tuanya.

‘Aku mensyukuri semua ini, aku ikhlas… Ya Allah, aku tidak menyalahkan siapapun, aku menerima ketetapan ini dengan ikhlas dan berserah pada dirimu yang berhak untuk menuntunkan menjadi wanita yang mampu meraih surga mu’ batin Alina.

***

Evan tengah dipusingkan dengan permasalahan perusahaan yang makin melebar. Belum lagi penyelidikan mengenai uang yang dibawa kabur, ia juga harus berusaha mempertahankan kepercayaan para rekan bisnisnya.

“Van, Gila!! Kamu tau, ternyata yang bawa kabur uang itu Tono, dia yang udah kerja selama lima tahun disini berani berkhianat!” Rangga yang baru memasuki ruangan Evan langsung meletakkan berkas penyelidikan yang ada ditangannya.

Mata Evan membola, tak percaya akan fakta yang ada. “Bukannya Tono bilang dia mau cuti karna istrinya lahiran?” tanya Evan tak percaya. Ia membaca berkas penyelidikan tersebut. “Dia menipu kita semua, bahkan dia juga menipu Ayahnya, kamu tahu? Dia sudah kabur ke luar negeri entah kemana! Bahkan ia juga menjual tanah Ayahnya membawa uang itu kabur dan meninggalkan Ayahnya di bandara, ia membujuk Ayahnya untuk menjual tanahnya dan berjanji membawa Ayahnya pergi bersama dia dan istrinya, tapi dia malah meninggalkan Ayhnya dibandara! Sialan si Tono!” Rangga berkacak pinggang.

Evan meremas berkas tersebut, ia juga tersulut emosi! Memang sialan si Tono. “Akhh!! Bangsat!” Evan meninju meja kerjanya.

Rangga yang juga sama-sama dilanda emosi hanya menatap Evan. Keduanya sama-sama dilanda rasa yang sama sejak beberapa hari terakhir ini.

“Gue ga mau tahu, si bajingan ini harus ketangkep! Dia harus membusuk dipenjara!” Evan menggeram. Bisa-bisanya ia kecolongan oleh orang dalam dan sudah lama bekerja dengannya seperti ini.

“Lu tenang aja! Gue bakal usahain nyari dia! Keparat sialan itu ga bakal bisa lepas dari kita!” Rangga juga menyoroti tajam Evan, tampak jelas dua manusia itu tengah dikuasai dendam dan amarah.

Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh sejenak pada pintu yang tertutup itu. “Permisi pak, ada yang mau ketemu pak” Tari, sekretaris Evan membuka pintu tersebut dan masuklah seorang pria yang amat dikenali Evan.

“Papa?” Evan menatap tak percaya, bagaimana mungkin mantan calon papa mertuanya itu bisa menjumpainya disini. Jantung Evan sudah deg-degan tidak karuan, masih ada sedikit harapan yang dirasakan Evan saat melihat Darma, mantan calon mertuanya.

“Bagaimana kabar papa?” suara Evan melunak saat melihat Darma, ia menghampiri pria tersebut. Mengulurkan tangan berniat menyalami pria yang hampir menjadi mertuanya itu.

“Ga usah basa-basi! Kedatangan saya kesini cuman mau mengingatkan, rumah yang kamu beli atas nama Laras untuk mahar nikah itu akan saya ambil dan kami berniat menjualnya” ucap Darma dingin.

Evan tercengang, teruta,a Rangga ia lebih terkejut. Evan saja tidak menikahi anaknya bagaimana bisa ia malah meminta rumah yang dibeli oleh Evan.

“Tidak bisa begitu! Rumah itu dibeli Evan untuk mahar, anakmu bahkan membatalkan pernikahan itu, jadi rumah itu tidak ada hak anakmu!” Rangga menjawab dengan tatapan bengis, bisa-bisanya ada manusia seperti Darma dibumi ini.

“Rumah itu atas nama anakku, Laras! Sertifikat sah juga ada pada kami!” Darma menatap Rangga dengan permusuhan juga. Rangga lalu menoleh ke arah Evan yang tertunduk.

‘Bodoh!’ batin Rangga. “Jadi, saya harap kamu mengosongkan rumah itu karna aku akan menjualnya Evan! Oh ya, untuk mobil, dimana kunci dan suratnya?” Darma menagih mobil yang juga dijanjikan sebagai mahar.

Evan tersenyum masam. “Mobil apa?” tanya Evan, wajah yang tadi menanti harap sekarang berubah menjadi dingin.

“Jangan bodoh Evan, mobil yang kau beli atas nama Laras!” ucapa Darma lantang. “Mobil itu sudah ku ganti atas nama istriku!” ucap Evan datar.

“Bagaimana bisa? Laras bilang kamu beli atas namanya! Bagaimana mungkin kamu menggantinya atas tanpa persetujuan Laras?!” Darma nampak marah dengan wajah yang sudah memerah.

“Bisa, suratnya ada padaku, aku sudah menjadikan mobil itu mahar untuk istri yang aku nikahi!” Evan masih tenang. Rangga melihat kedua orang yang terlibat perdebatan itu menatap benci pada pria yang kini tengah menagih hak yang bukan miliknya.

“Sialan kau! Dasar miskin! Rasakan saja kemiskinan yang menjeratmu itu! Untung anakku bisa lepas!” Darma lalu pergi dengan kemarahan yang amasih ada dalam dirinya.

“Heh kurang ajar! Kau yang miskin tua bangka sialan!” teriak Rangga, ia tidak terima keluarganya dihina oleh manusia tidak bermoral seperti Darma.

“Lihat? Kau benar-benar pria bodoh yang aku kenal Van!” Rangga keluar dari ruangan Evan. Evan tertawa, ia menertawakan dirinya.

‘Ya, aku pria bodoh yang sengsara sekarang’ batin Evan sambil meremat kuat rambutnya. Tiada apapun dan siapapun sekarang yang ada disisinya. Ia ditinggalkan, atau lebih kasarnya dicampakkan.

***

“Bagaimana Om?”tanya Rangga saat menemui Tio. “Sudah berakhir, Kita sudah bangkrut, perusahaan kita akan pailit!” mata Tio menerawang jauh.

“Kita terpaksa menjual semuanya!” sambung Tio. Rangga memejamkan mata, ia tak menyangka perusahaan yang dibangun dan dikembangkan mati-matian oleh pamannya itu bangkrut dan mendadak pailit ditengah masa kejayaannya karena satu orang penghianat.

“Maaf ya Rangga, kamu terpaksa jadi pengangguran! Om juga akan meminta ma’af pada karyawan kita semua!” Rangga menoleh dan melihat wajah penuh beban pamannya.

“Om, kita masih bisa memulainya lagi, aku yakin, kita pasti bisa mulai lagi!” Rangga menguatkan Tio. Tio menatap Rangga dan tersenyum tipis. “Terimakasih sudah mau berjuang bersama kami Rangga! Tak apa, kamu bisa pergi mencari perusahaan lain yang bisa menjamin untuk pekerjaan mu, Om akan memikirkan bagaimana nantinya!” mata Rangga berkaca-kaca, ia tidak tega melihat Pamannya dalam keadaan seperti ini.

***

“Maaf aku terpaksa membawamu kesini!” Evan membantu menarik koper Alina masuk kedalam sebuah rumah kontrakan kecil yang berada digang sempit padat penduduk. Evan tidak bermaksud mengajak susah Alina, tapi ia tidak ingin juga membawa istrinya ke rumah orang tuanya. Evan akan berusaha sendiri untuk mencapai kesuksesannya kembali.

Alina membantu memasukkan barang lainnya. Alina patuh mengikuti kemana suamnya itu membawanya, bahkan tanpa bertanya Alina menuruti smeua perintah Evan.

“Mas, aku ga apa-apa kok, tinggal dimana saja aku akan ikut, kamu suamiku, aku yakin kamu bakal menjaga ku dan berusaha yang terbaik untuk kita” Alina menatap suaminya yang tengah menyusun barang disudut ruangan kecil itu.

“Maaf aku membuat kamu terseret dalam kesulitan ku Al” Evan menggigit bibirnya menahan rasa sesak didadanya. Ia ingin menangis, tapi dia seorang pria, tidak ingin tampak lemah didepan siapapun, bahkan di depan istrinya sendiri.

Alina tahu bagaimana perasaan Evan, pria yang merupakan suaminya itu kini tengah terpuruk dalam. “Mas, ga masalah, kita akan melewati bersama! Kamu pria kuat”Alina mencoba menenagkan suaminya.

Evan terduduk, matanya menyiratkan rasa sakit yang mendalam. Alina mendekat, ia lalu bersimpuh dihadapan suaminya. “Mas, Insyaa Allah, kita bisa! Kamu ada aku disini, aku akan ngedukung apapun yang akan kamu lakukan, aku akan mendo’akan kamu Mas!” Alina mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan suaminya untuk kedua kalinya.

Ya, sejak menikah dengan suaminya seminggu lalu, tak ada kontak fisik apapun yang dilakukan oleh mereka sebab Evan jarang pulang dan seirng menginap dikantor atau dimana juga Alina tidak tahu.

“Al..”suara Evan terdengar lirih, pertahan Evan untuk tidak menunjukkan emosinya runtuh. Pria yang menjadi teman kecil Alina dan sekarang menjadi teman hidup Alina itu menangis.

Alina langsung memeluk Evan, menenangkan Evan dan memberikan Evan tempat bersandar untuk semua rasa lelah yang dirasakan Evan.

Evan menangis terisak didalam pelukan Alina, Alina mengusap lembut punggung Evan memberikan ketenangan dalam Evan melepaskan semua rasa sakitnya.

“Al, kamu ga akan ninggalin aku kan? Ka-lau aku ga bi-sa mem-bahagiakan ka-mu sekar-ang ka-mu ga ba-kal pergi da-ri aku kan? Aku Cu-ma punya ka-mu sekarang” suara Evan terdengar bergetar, disela tangisnya ia khawatir karna tidak ada siapapun saat ini yang menopangnya. Hanya Alina yang berada disampingnya dan tidak menghakiminya.

“Iya, aku akan tetap di samping kamu, aku ga akan pergi dari kamu kecuali Allah menghendaki mas” Evan menggeleng. “Siapa-pun, siapa pun ga boleh ambil kamu dari aku Al, aku takut sendirian” Evan mengeratkan pelukannya.Alina ikut merasakan kesakitan yang dirasakan Evan, ia juga menangis dalam diamnya.

Terpopuler

Comments

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

disaat suami terjatuh, yg tetap setia menemani adalah istri

2024-04-25

1

Bilqies

Bilqies

bagus benget kak ceritanya, aku jadi ikutan terenyuh melihat keadaan Evan sekarang

2024-04-18

1

Atha Diyuta

Atha Diyuta

smpe sini dlu Thor smngt 🌹

2024-03-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!