Awal Baru

Evan merasakan pergerakan dari dalam selimut. Kulit tubuhnya jelas merasakan hangatnya tubuh istrinya yang sekarang ia peluk dengan erat.

Tapi tubuh istrinya tampaknya terus bergerak dengan hati-hati, mencoba melepas tangan yang membelitnya.

Karena tak nyaman, Evan membuka mata. "Kenapa Al?" tanya Evan saat melihat Alina sedang mengeluarkan tangan Evan dari selimut.

"Hah?" Alina yang ketauan menunduk lalu merapatkan selimut pada dadanya. Walau semalam sudah dilihat keseluruhan tubuhnya oleh Evan, tetap saja sekarang Alina masih merasa malu.

Senyum tipis terbit di wajah Evan. Tangan yang tadinya disingkirkan Alina, sekarang menyentuh pipi wanita itu. Evan menarik pelan wajah Alina mendongak untuk menghadapnya. “Kok udah bangun?” tanya Evan memandangi wajah Alina yang masih tersipu.

Pipi mulus itu pas sekali ditangan Evan, meski wajahnya sudah mendongak, tapi mata Alina masih tidak menatap Evan. Alina memilih menatap dada suaminya. Masih teringat bagaimana semalam ketika mereka melakukan kegiatan suami istri itu. Makin mengingatnya Alina semakin malu.

“Al, kenapa diam saja?” Evan menurunkan kepalanya, sebab mata istrinya tidak mau melihat ke arahnya, maka evan putuskan ia yang akan menunduk menatap istrinya. Kedua wajah mereka berhadapan, Evan mendekatkan wajahnya pada Alina, menyatukan hidung dna dahi mereka.

“Al, terimakasih!” bayangan bagaimana wajah pasrah Alina saat Evan menginginkannya terbayang-bayang dikepala Evan. Semalam Alina terihat sangat cantik dan menggoda. Padahal Alina hanya pasrah berada dibawah Evan, tetap saja sangat menggoda.

“Al, boleh aku minta sekali lagi pagi ini?” tanya Evan lembut. Yang benar saja, Evan seperti sudah candu. Ini ternyata yang disebut anget-angetan oleh Haris kemarin sore.

Alina makin tersipu, ia mengangguk pelan memancing Evan dengan cepat untuk menarik tangan Alina yang tadi menutupi bagian dadanya.

“Al, terimakasih! Aku janji akan kasih kamu kebahagiaan yang lebih! Terima kasih mau menerimaku, terima kasih kamu sudah jadi istri yang sempurna!” ucap Evan setelah kegiatan panas mereka selesai. Alina yang masih ter engah-engah hanya menganggukkan kepalanya. Evan mengelus dan mencubit pelan pipi Alina yang memerah dan berkeringat.

***

Paginya Evan keluar rumah pagi-pagi sekali. Ia tidak mengizinkan Alina memasak dan menyiapkan sarapan, Evan akan keluar untuk membeli sarapan. Evan tau diri, pagi-pagi buta ia sudah menguras tenaga istrinya itu, maka ia tidak mau egois dengan masih memint Alina melayani kegiatan lainnya.

Evan membeli bubur Ayam yang kebetulan juga sedang mangkal di persimpangan gang. Eni yang kebetulan sedang membuka warung melihat Evan yang sedang menunggu pesanannya.

“Ehhem… Pagi Mas… Loh, tumben disini pagi-pagi begini? Biasnaya keluar jam setengah 8 deh!” lagi, entah sejak kapan kenapa banyak sekali wnaita yang memanggilnya Mas. Evan merasa risih dipanggil Mas oleh wanita lain, kecuali Alina.

“Kamu ga liat saya lagi apa?” Evan menjawab tapi malas melihat pada lawan bicaranya. Eni masa bodoh dengan respon ketus Evan. “Istrinya ga masak ya Mas? Kenapa ga ke warung Eni aja, makan disini bisa, Eni masakin langsung yang special!” ucap Eni.

Kebetulan sekali pesanannya sudah jadi, Evan mengambil pesanannya dna membayarnya. Tanpa aba-aba menyalakan motor dan pergi begitu saja.

“Mbak, si Mas itu udah puya istri yo ga usah digodain toh mbak!” ucap abang-abang penjual bubur. “Apasih kamu! Ga usah ngurusin urusan orang!” ketus Eni, ia lalu pergi kembali ke warungnya.

“Astaghfirullah, wnaita zaman sekarang, dikaish tahu kalau dosa, malah sewot!” Abang penjual bubur mengurut-ngurut dadanya melihat kelakuan Eni.

Evan kembali ke rumah, lagi-lagi ia bertemu wanita-wanita aneh yang satu spesies dengan Eni. “Pagi Mas, tumben beli sarapan keluar? Mbak Alina ga maska” tanya Dea. Suara Dea cukup keras, sampai ibunya, Ibu Kasih juga muncul dari dalam rumah.

“Loh, kenapa atuh Alina ga sempet masak? Kecapean ya begadang semalaman?” nada suara bu Kasih terdengar mencibir. Entah apa maksudnya Evan malas sekali meladeni orang-orang kepo dan kurang kerjaan ini.

“Maaf ya, saya sibuk mau buru-buru kerja, masuk dulu!” jawab Evan, masih berusaha sopan.

Dea merasa kesal melihat Evan masuk begitu saja. Apalagi saat ibunya bertanya, Dea juga ingin tahu jawaban dari Evan. Apa yang dilakukan Alina sampai ia tidak membuat sarapan pagi-pagi begini.

Evan menutup pintu dengan perasaan jengkel. Tinggal dilingkungan ini membuat ia tidka nyaman. Tetangga yang terlalu kepo untuk ingin tahu kehidupan orang lain sangat menganggu privasi dan ketenangan hidup.

“Kenapa Mas? Tanya Alina, ia dari dapur membawa teko dan gelas. Evan yang melihat Alina pagi ini sudah keramas mengingatkan kembali pada aktivitas pagi tadi. Sedikit rasa kesalnya menghilang ulah orang-orang yang kepo dengan kehidupannya.

“Tetangga sini ga ada kerjaan, kepo banget sana urusan orang lain!” jawab Evan, ia lalu duduk dan meletakkan bungkusan berisi bubur ayam. “Hmmm sabar mas, maklum aja, namanya manusia, memang selalu ingin tahu!” jawab Alina. Alina lalu menuang air ke dalam gelas dan menyodorkannya pada Evan.

Evan menggeser duduknya lebih dekat pada Alina. “Al, kalau mas dirumah, kamu bisa ga usah pakai gamis?” tanya Evan. Alina menoleh ada Evan yang berada sangat dekat dengan duduknya. Memang pagi ini Alina mengenakan gamis, seprti hasi-hari biasanya, tapi tanpa hijab.

Alina bingung, padahal sehari-hari dia seperti ini sepertinya tidak ada protes yang diutarakan Evan.

“Kenapa Mas? Kamu ga suka aku pakai gamis ya?” tanya Alina. Evan menggeleng. “Lebih cantik kalau pakai baju seperti semalam!” jawab Evan, evan melirik tanda kemerahan dileher istrinya lalu tersenyum.

Alina menunduk, sungguh tidak menyangka. Alina mengira kalau kehidupan pernikahannya yang kemarin terasa hambar dan datar sekarang berubah jadi bergejolak seperti ini.

“Kalau gitu aku ganti baju dulu!” Alina berdiri lalu pergi ke kamr. Alina akan berusaha setotalitas mungkin menyenangkan suaminya. Toh ia sudah bertekad dulu akan menjadi istri yang shalihah dan selagi mampu maka ia akan menyenangkan suaminya dengan cara yang baik pula.

Evan tersenyum melihat Alina yang langsung menuruti keinginannya. Manis sekali, lebih manis dari kopi yang sudha dibuatkan ALIna tadi.

Alina keluar kembali dengan menggunakan pakaian yang diluar perkiraan Evan. Dikira Evan Alina akan memakai daster seperti kemarin-kemarin. Tapi ternyata Alina memakai sebuah dress berwarna peach, dengan model smock dibagian dada dengan lengan cuman sebatas pangkal lengan atas saja.

Evan tersenyum lebar, Alina terlihat lebih cantik sekarang, sepertinya Alina juga menyempatkan diri memoles wajahnya sedikit.

“Al, sini lebih dekat!” Evan meminta Alina untuk duduk lebih dekat agar bisa ia gapai.

Alina menurut dan duduk disamping Evan. Baru saja duduk Evan sudah menyosor. “Mas, geli! Nanti kamu terlambat kerja!” Alina mendorong kepala Evan pelan dari dadanya. “Sebentar saja!” mata Evan meminta penuh harap.

“Mas, kamu belum sarapan, ini udah jam berapa! Nanti aja balik dari kantor!” Alina menggeleng dan mengelus pipi evan lembut, berusaha membujuk suaminya, bukan karen ia tidka mau, tapi Evan juga punya tanggung jawab di perusahaan tempat ia bekerja sekarang. Alina tidak mau Evan terkena masalah ditepat kerjnya hanya karena dirinya.

Evan menghela nafas. Ia menurut, benar juga, dia harus bekerja.

Evan menyelesaikan sarapan bersama Alina, dengan tangan yang tidka berhenti sesekali terus menyentuh Alina. Bersama Alina tampaknya Evan benar-benar bisa melupakan bagaimana duu ia sempat patah hati dan dan depresi.

Sekarang Evan akan mengeluarkan motornya, lalu ia masuk kembali ke dalam rumah. Karena Alina tidka bisa kelua dnegan pakaian seperti ini.

“Aku pamit Al, nanti malam dandan yang cantik, aku suka!” ucapa Evan mengecup kening Alina. Hal yang tidak pernah dilakukan evan sebelum-sebelumnya.

Alina mengangguk malu-malu. “Hati-hati dijalan Mas, maaf ya aku ga bisa siapin bekal juga!”

Evan tersenyum dan mencubit ppi Alina. “Ga masalah, kan tadi pagi sekali mas udah sarapan kamu! Sampai kamu ga bertenaga buat bikin sarapan kita!” bisik Evan. Makin membuat Alina malu-malu.

“Mas pergi sekarang! Assalamu’alaikum!” satu kecupan diberikan lagi oleh Evan pada bibir Alina. Alina tersenyum dan mengangguk sambil menjawab salam suaminya. Evan keluar dan menutup pintu apat.

Alina langsung memegang pipinya yang memanas, Alina berharap semoga pernikahannya akan elalu indah dna ini menjadi awalan yang baik untuk pernikahannya.

Evan menyalakan motor dan melaju dijalanan dengan perasaan riang. Beda sekali dengan pagi-pagi sebelumnya. Rasanya sekarang lebih segar dan lebih semangat.

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

cie cie yang lagi ketagihan,bawaannya pengen mulu 🤭

2024-04-19

1

Atha Diyuta

Atha Diyuta

🌹buat yang udah sarapan ekhem ekhem

2024-03-08

0

Atha Diyuta

Atha Diyuta

cieeeeeeee ekhem ekheeem

2024-03-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!