NovelToon NovelToon

Bukan Pernikahan Impian

Gagal Menikah

“Ya ampun… kok bisa begitu Mbak Yu? Alin ga jadi menikah dong?” Sri terkejut saat mendengarkan cerita Ayu.

Tiga bulan yang lalu putrinya Ayu, Alina Safira sedang menjalani proses Ta’aruf dengan seorang pria yang dikenalkan oleh Ustadzah tempat biasa Alina pergi Kajian. Namun, setelah 3 bulan berlalu, belum juga ada keputusan untuk menikah. Sehingga Ta’aruf tersebut terpaksa harus diselesaikan.

"Belum jodohnya Sri, kan ta’aruf proses mengenal dan mempersiapkan diri, kalau dari masing-masing calon belum siap, ya terpaksa harus diputus, lama-lama nanti takutnya jadi fitnah,” jelas Ayu.

“Suaminya Mbak Ayu itu loh, kok maksa sekali lewat Ta’aruf, ya dibiarkan saja si Alin pacaran, jadi dia bisa lebih cepat kenal sama calon suaminya nanti, kasian loh mbak… sudah 3 kali gagal,” Sri yang merasa prihatin akan anak tetangganya itu memberikan solusi yang menurutnya tepat.

“Engga ah Sri, biarlah menunggu agak lama sedikit, asal anak ku bisa menikah dengan laki-laki yang baik,” jawab Ayu menyunggingkan senyuman.

“Terserah kalian saja lah, kalau memang saran ku ga bisa diterima ya gak apa-apa. Tapi minggu depan kalian semua wajib hadir di nikahannya anak ku loh! Kan Alin temannya Evan dari kecil,” Ayu hanya menganggukkan kepalanya.

“Assalamu’alaikum Umi…” Alina baru saja pulang dari kajian mingguan yang dihadirinya. Dia menyalami Uminya, Ayu dan Sri.

“Alin, kamu mendingan cadarnya dilepas aja, pasti banyak yang mau ngelamar kamu, dari pada harus nunggu dikenalin sama Ustadzah kamu itu, kapan menikahnya? Evan yang seusia sama kamu aja udah mau nikah loh…” walau kenal dari kecil, Bu Sri terus saja tidak menyukai jika Alina menggunakan cadar.

Ia merasa dengan pakaian Alina seperti itu, maka Alina akan kesulitan mendapatkan pasangan.

Alina memang sudah mengenakan cadar semenjak lulus SD. Alina menempuh pendidikan SMP di sekolah Islam dan tinggal di Asrama, sehingga semenjak saat itulah Alina mengenakan cadar dan tidak pernah terlihat lagi wajahnya, kecuali oleh kedua orang tuanya.

“Ga apa-apa tante, Insyaa Allah nanti kalau memang Allah izinkan pasti ketemu jodohnya,”jawab Alina ramah.

“Kamu mah nunggu terus, usia udah 26 loh Lin…” Sri terus saja mencari celah. “Istri Rasulullah pun menikah di usia 40 tahun, masih Allah berikan 7 keturunan. Allah pasti menyiapkan balasan untuk setiap kesabaran tante,” jawab Alina.

“Alin kekamar dulu ya… mau mandi,” Alina pamit kekamarnya. “Mbak aku juga pamit pulang deh, nanti anakku keburu pulang kerja, Assalamu’alaikum,” Sri berpamitan pulang. Karena sudah jam 5 sore, sedangkan suaminya sedang dinas keluar kota, takut nanti kalau anaknya pulang ia tidak di rumah.

***

Seminggu kemudian

Malam sebelum acara pernikahan Evan dilangsungkan. Mereka sedang sibuk menyusun barang berupa kotak mahar dan seserahan untuk pengantin wanita yang kini tengah diletakkan diruang tamu, takut nanti ada yang ketinggalan.

Karena pernikahan akan dilaksanakan di gedung dan sudah dipersiapkan oleh Wedding Organizer terbaik yang sudah dipesan dari satu tahun lalu, bahkan uangnya pun sudah dibayarkan lunas 3 bulan sebelum acara.

“Pah, ini ada telpon dari Pak Bahri, udah beberapa panggilan masuk ini!” Bu Sri memberikan ponsel suaminya yang tadi terletak dikamar. Saking sibuknya mereka sampai tidak ingat untuk mengecek ponsel.

“Coba di telpon balik Tio, mungkin hal penting,” Fitri kakak dari suami Bu Sri menimpali. “Iya, aku telpon dulu, tolong dilanjutkan ya mbak,” Tio mengambil ponselnya ditangan Sri lalu menghubungi nomor Bahri.

Tidak lama telpon tersebut langsung terhubung. Namun raut wajah Pak Tio berubah marah.

“Mana mungkin begitu Bahri! Siapa yang bertanggung jawab atas dana itu? Bagaimana mungkin bisa dana yang disimpan dalam rekening itu bisa dibobol orang?” Pak Tio meninggikan suaranya.

Ia terduduk lemas, namun emosinya masih membara. Semua keluarga yang ada dirumah kaget. Bahkan beberapa anggota keluarga lain yang berada di dapur ikut keluar ke ruang tamu saat mendengarkan suara Pak Tio yang sangat lantang.

“Ada apa Pah? Dana apa yang dibobol?” Evan yang tadinya sedang telponan dengan calon istrinya keluar dari kamar.

“Aku akan mengirimkan keponakanku, Rangga yang akan mengurusnya besok, anakku akan menikah besok, jadi aku tidak bisa ke kantor!” Tio menyelesaikan panggilan telepon. Ia memijit dahinya, air mukanya menampakkan kepanikan dan kegelisahan.

“Pah ada apa sebenarnya?” Evan yang sudah tidak sabar mendesak sang Ayah berbicara. “Dana untuk proyek di Jogja yang baru saja dianggarkan dibobol dalam rekeningnya,” ucap Pak Tio, ia sangat pusing sekarang. Bagaimana bisa penanggung jawabnya bisa kecolongan.

“Dibobol bagaimana? Tidak pernah sejarahnya perusahaan kita bisa kebobolan begini, pasti pelakunya orang dalam pah! Aku yakin!” Evan menimpali, Evan adalah calon penerus perusahaan Papahnya, ia sudah menggeluti perusahaan tersebut sejak remaja dan membantu mengembangkan perusahaan itu, ia yakin jika kesalahan besar ini dilakukan orang dalam.

“Pak Bahri akan segera menyelidikinya, Rangga! besok Om minta tolong kamu ke kantor untuk menyelesaikannya!” Rangga, sepupu Evan yang bertanggung jawab sebagai sekretaris dari Tio mengangguk paham.

“Aku akan menyelesaikannya besok Om, jangan khawatir, terutama kamu Van, fokus saja dengan hari bahagia mu! Urusan ini biar aku yang pikirkan!” ucap Rangga.

Ponsel Evan berbunyi, salah satu investor meneleponnya malam-malam begini. “Halo selamat malam pak Rusdi,” Evan mengangkat telepon tersebut. Namun tak lama, ponsel Tio ikut berdering.

Disusul dengan ponsel Rangga dan ponsel Kakaknya Rangga, Sintia. Mereka rupanya ditelepon oleh para investor yang mendapatkan kabar jika dana proyek yang mereka canangkan di Jogja di bobol. Dengan kepanikan tersebut mereka mencoba meyakinkan masing-masing investor untuk tetap tenang dengan masalah tersebut.

Satu jam pergulatan mereka untuk meyakinkan para investor. “Ini benar-benar masalah besar! Bisa bangkrut kita kalau dituntut para investor nantinya!” Pak Tio mengusap wajahnya gusar.

“Tenanglah pah, kita pasti bisa menghadapi masalah ini,” Evan mencoba menenangkan ayahnya. Namun, telepon Evan kembali berdering. Bukan investor, namun kali ini yang menghubunginya adalah Pak Darma, calon mertuanya.

Raut wajah Evan berubah saat mendengar suara dari calon mertuanya. “Apa maksudnya Pa?? Kenapa begitu? Ini hanya masalah kantor, aku dan keluarga ku bisa menyelesaikannya! Ini tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan aku dengan Laras, Papa tidak bisa membatalkan pernikahan aku dengan Laras saat semuanya sudah siap seperti ini!” semua orang yang ada didalam rumah terkejut. Rupanya pak Darma yang merupakan calon mertua Evan juga mengetahui jika ada masalah dalam perusahaan calon menantunya itu.

“Papa tidak mau Laras ikut jatuh miskin Evan! Laras putri papa satu-satunya! Maaf Papa tidak akan menikahkan anak kesayangan Papa denganmu!’” ucap Darma.

“Tenanglah Pa, aku tidak akan membuat Laras menderita, aku akan membahagiakannya, aku mampu menafkahinya setelah menikah nanti aku masih-“ belum sampat Evan menyelesaikan kata-katanya, pak Darma sudah mematikan telepon.

Bahkan Evan mencoba menghubungi calon mertuanya itu namun nomornya tidak aktif. Ia juga menghubungi nomor calon istrinya. Nihil, nomornya juga tidak aktif.

“Evan, mertuamu juga tahu masalah ini? Bagaimana mungkin?” tanya Bu Sri. “Dia bilang dia melihatnya diberita di televisi Mah” ucap Evan. “Apa?” mereka semua serentak berucap sambil terkejut. Bagaimana bisa berita tersebut sudah tersebar luas?

Bu Sri yang kaget langsung menangis, ia terduduk lemas dilantai. Fitri langsung menghampiri Sri untuk menenangkan adik iparnya itu. “Aku akan kerumah Laras Mah, Pah…” Evan mengambil kunci mobilnya dikamar, lalu bergegas keluar. “Jangan Evan!” suara bentakan Tio terdengar nyaring.

“Apa maksud papah? Aku tidak bisa membatalkan semuanya! Aku mencintai Laras Pah, aku harus menjelaskan masalah ini pada mereka, mereka hanya khawatir Laras akan hidup sengsara. Aku akan meyakinkan mereka untuk percaya padaku Pah!” jelas Evan berapi-api, ia tidak mau kehilangan Laras, wanita yang paling dicintainya selama 4 tahun terakhir.

“Cukup Evan! Jika mendengar kabar seperti ini saja dia sudah akan pergi darimu, bagaimana jika dia benar akan hidup sederhana dengan mu Evan! Ia pasti akan mencampakkan mu dengan anak kalian nantinya! Tidak pantas kamu mengemis pada orang yang memandang materi diatas segalanya!” ucap Tio. Semua orang memandang Tio. Diantara mereka ada yang menganggap hal itu sangat logis juga.

“Laras bukan wanita seperti itu Pa!” jawab Evan.

“Om Tio benar Evan! Mbak jujur tidak menyukai Laras! Bagaimana mungkin ia meminta sebuah rumah bertingkat dan satu mobil dengan bayaran lunas sebagai maharnya? Dan kamu mati-matian bekerja di perusahaan Papa mu dan membuka bisnis sampingan hanya untuk mewujudkannya? Bahkan kamu mati-matian bekerja tanpa tidur untuk mewujudkan hal seperti itu! Cukup Evan! Mungkin Laras bagimu terlihat baik, namun keluarganya sangat matre Evan! Bukankah tiap kali bertemu keluarganya mereka selalu minta bertemu direstoran mahal dan memintamu yang membayar semuanya! Mbak sudah muak melihat kebodohan mu selama ini Evan! Mungkin ini adalah cara Tuhan menyadarkan kamu! Kamu hanya dijadikan inang bagi mereka yang bersifat parasit!” Sintia mengeluarkan semua emosinya yang dia simpan selama ini.

Sikap keluarga Laras selama Laras berpacaran dengan Evan memang sangat keterlaluan, yang tahu itu hanyalah Mbak Sintia, sebab ia satu-satunya tempat Evan curhat, karena ia tidak mau membebani ibunya dengan curhatan kisah cintanya.

“Mbak Sintia benar Evan, mungkin kejadian ini karena do’a Tante Sri yang meminta kepada Tuhan agar kamu berjodoh dengan wanita yang baik, namun rupanya calon istri mu itu bukan lah orang yang diharapkan Tante Sri menjadi menantu!” Rangga menimpali. Rangga sedikit banyaknya tahu bagaimana kisah cinta Evan, sudah jelas Mbak Sintia lah yang menceritakannya.

“Evan… Jadi selama ini kamu berjuang mati-matian untuk Laras nak? Sampai kamu jarang pulang menemui Mama karna sibuk bekerja?” suara lirih Sri membuat Evan mengepalkan tangannya.

“Jadi selama ini kamu sudah menjadi sapi perah keluarga calon istrimu itu Evan?!” Fitri menatap Evan dengan tidak percaya, bagaimana mungkin keponakannya itu bisa menjadi bodoh karena cinta.

“Aku tidak menjadi sapi perah tante! Aku melakukan ini semua untuk memberikannya ba-“ suara lantang papa mengagetkan semua orang. “Cukup Evan! Sadarlah! Utamakan keluargamu daripada mereka! Kamu pikir kamu hidup dan ada disini karena mereka yang membesarkanmu?!” ucap Papa Tio.

Evan terdiam ia menahan tangisnya. Ia sudah merancang masa depan indah dengan Laras, namun semuanya harus kandas karena masalah ini.

Diseberang sana, Alina yang tadinya hendak membuang sampah mendengarkan keributan yang terjadi didepan rumahnya. Ia hanya terdiam mendengarkan tersebut. Ia turut bersedih mendengarnya, kasihan keluarga Evan, entah masalah keluarga apa yang menimpa sampai ia gagal menikah karen usahanya terancam bangkrut.

“Alin.. kenapa buang sampahnya lama sekali nak?” Ayu menyusuli anaknya yang berdiri di depan pagar rumah. “Umii… Alin tidak sengaja mendengarkan keributan dirumahnya Tante Sri, mereka bertengkar, Alin dengar Evan gagal menikah, dan mereka terancam bangkrut,” ucap Alina.

“Astaghfirullah, Alin kamu ga salah dengar? Tidak baik mendengarkan pembicaraan orang lain, bisa jadi salah bukan? Ayu menasehati putrinya itu.

“Maaf Umi, Alin benar-benar tidak sengaja,” Alina menunduk menyesali kesalahannya. Walau sebenarnya Ayu juga penasaran, apa benar yang Alina ucapkan tadi?

...****************...

Pengantin Pengganti

“Tante!! Tante kenapa?” Sintia terkejut saat melihat Sri pingsan. “Astaghfirullah, Sri!!” Fitri yang tadi memeluk sri ikutan panik.

“Mereka semua membawa Sri keatas sofa. “Tante sadarlah…” Sintia menggosok kaki sri dengan minyak angin. Sri nampak membuka matanya sedikit ia terlihat sangat lemah, air matanya terus-terusan mengalir.

“Assalamu’alaikum… Maaf Pak Tio ya Allah Sri… kamu kenapa?” saat mendengar teriakan Sintia tadi, Ayu dan Alina bergegas menghampiri rumah keluarga Pak Tio. Pintu rumah keluarga tersebut terbuka lebar, sehingga suara mereka terdengar jelas dipagar rumah Ayu dan Alina.

Ayu bergegas menghampiri teman dekatnya itu. “Mbak… aku…” suara Sri terdengar lirih. “Sudah-sudah, kamu yang kuat, ambil hikmahnya dari kejadian ini, Allah mengujimu karna kamu mampu!” Ayu memberi semangat pada Sri. Ia tidak tega melihat teman dekatnya itu bersedih.

Alina hanya menatap dengan iba. Ia juga melihat Evan yang terduduk dilantai sambil memegangi kepalanya. Semua anggota keluarga tersebut sedang dalam keadaan terpuruk, wajah mereka panik, gusar, dan khawatir keputus asaan sangat terasa.

“Mbak Ayu… kami batal menggelar pernikahan Evan” ucap Fitria. Ayu hanya menganggukkan kepalanya, ia mengerti dan kasihan melihat keadaan Sri. Ia terlihat paling terpukul, walau semuanya juga terpukul dengan kejadian ini.

“Assalamu’alaikum.. Ya Allah… pak Tio, saya tadi melihat berita kalau…” Hamdan tidak melanjutkan kalimatnya, tadi ia ingin mencari Ayu, istrinya untuk bertanya perihal berita yang ia lihat, namun dirinya malah melihat anak gadisnya berada dipintu depan rumah Tio.

“Pak Hamdan… “ wajah Tio sangat lusuh. Hamdan mengerti akan situasi ini. “Sabarlah Pak Tio, Allah tidak akan menguji hambanya melewati batas kemampuan Hambanya, saya yakin kamu sekeluarga pasti mampu melewati ujian ini!” ucap Hamdan.

24 tahun tinggal dilingkungan yang sama dengan Tio mereka sudah sangat akrab, apalagi Hamdan adalah Ustadz dilingkungan perumahan tersebut.

“Bantu do’akan aku Hamdan… keluarga benar-benar jatuh sekarang, bantu do’akan kami agar kuat!” jawab pak Tio suaranya melemah, ia tak mampu lagi berkata-kata.

“Iya… aku akan bantu keluargamu semampuku, apapun itu aku akan membantu!” ucap Hamdan, ia mengusap punggung Tio.

“Mbak Ayu… bantu kami… tolong nikahkan Alina dengan Evan..” suara lirih Sri membuat semua mata tertuju padanya, termasuk Evan yang tadi menunduk.

“Mah…” suara Evan sama lirihnya, ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Mamanya.

“Aku mohon Mbak… anak ku akan menikah besok, aku tidak kuat menanggung semua ini, kami sudah membayarkan semuanya dengan lunas, undangan juga disebar Mbak..” Sri menangis tersedu-sedu, ia tidak mampu mebayangkan bagaimana besok, ketika banyaknya tamu undangan yang akan datang ke gedung tersebut, namun mereka hanya pulang dengan hampa sambil membicarakan keluarga nya. Sri juga akan malu dengan keluarga mereka yang lain.

Lalu juga dengan uang vendor wo dan catering yang sudah dibayarkan, tidak mungkin membatalkan di H-1 seperti ini, uangnya tidak akan kembali.

“Mah… tidak bisa begitu, aku mencintai Laras!” Evan masih bersikeras dengan pendiriannya. “Tapi dia malah meninggalkanmu sekarang Evan! Bagaimana bisa dia meninggalkanmu saat dalam masa sulit seperti ini? Jika dia memang mencintaimu dengan tulus!” Tio menatap istrinya dengan perasaan sedih yang teramat dalam.

“Mama kamu benar Evan, jika dia mencintaimu dia tidak akan meninggalkanmu dan membatalkan pernikahan tanpa mendengarkan penjelasan dari mu!” Tio sudah benar-benar pasrah akan semua masalah yang menimpa keluarganya.

“Sri… aku tidak bisa menerima begitu saja, semua keputusannya ada pada Alina” Ayu menoleh kepada putri semata wayangnya yang berdiri diambang pintu.

Alina yang ditatap semua orang hanya diam. Ia bingung harus apa, Alina memang mengenal Evan sedari kecil. Tapi bisa saja sifatnya berubah saat dewasa. Tapi ia juga kasihan dengan keluarga tersebut.

“Hamdan… bolehkah aku meminta anakmu menjadi istri anakku? Hamdan… hanya kau satu-satunya orang yang paling baik dan kami percayai…” suara Tio lirih memohon kepada Hamdan.

“Pah…” Evan menatap lirih Ayahnya itu. Sintia dan Rangga hanya terdiam mereka hanya berkutat dengan fikiran mereka masing-masing, memikirkan apakah Evan akan cocok dengan Alina. Tapi yang mereka tahu, Alina adalah gadis baik. Ia bahkan lulusan sekolah islam. Bahkan tak seorangpun yang pernah melihat rupa dan bentuk tubuh alina sebenarnya. Yang terlihat hanya matanya dan telapak tangannya.

“Alina…” Sri berusahan duduk, meski tadi badannya lemas. Ia akan berusha meyakinkan Alina untuk mau menerima anaknya. “Alina… tante mohon… kamu sudah mengenal Evan dari kecil bukan, kamu juga sangat kenal dengan keluarga tante… kami tidak akan membuat kamu menderita nak, tante mohon, kamu anak baik… Kamu satu-satunya yang mampu menutupi aib yang akan terjadi jika semuanya tahu pernikahan ini batal sayang...” Sri mendekati Alina dan menggenggam tangan kanan alina dengan kedua tangannya, ia menangis terisak.

“Tante…” Alina masih ragu. Seba jika ia meng- iyakan maka besok dia akan menikah, ia bahkan belum sempat sholat istikharah dan meminta petunjuk.

Fitri menghampiri Sri. Ia merangkul Sri agar kuat berdiri. “Alina… tante memang tidak terlalu mengenal kamu, tapi tante juga menaruh harapan padamu” ucap Fitri dengan tatapan mata sendu.

Alina terpojok, nampaknya semua orang sangat mengharapkan ia untuk berkata 'Ya'. “Aku… aku bersedia tante, jika Abi mengizinkan” jawab Alina pelan.

Hamdan menatap putri semata wayangnya dengan haru, mungkin beginilah Allah mengatur takdir seseorang. "Abi setuju nak, Insyaa Allah ini takdir Allah, kami menerima Evan karena aku tahu dia anak baik seperri dulu" ucap Hamdan.

“Alhamdulillah… “ Sri memeluk Alina, satu beban dalam hidupnya bisa terangkat. Fitri juga nampak tersenyum haru. Ayu menatap dengan sendu pada putrinya. Ia hanya berdo'a semoga ini adalah jalan terbaik untuk putrinya.

Evan nampak putus asa, mungkin karena ia sudah mempunyai gambaran kehidupan akan menikah dengan kekasihnya.

“Al… besok pagi kamu ikut bersama Tante ya… sehabis shubuh kita harus pergi sayang…” Sri melepaskan pelukannya lalu mengelus lembut wajah Alina yang terhalang cadarnya. Sri nampak tersenyum dan lebih baik.

Alina hanya menganggukkan kepala. “Ya sudah mari tante antar kamu pulang, besok kita akan pergi pagi-pagi sekali, kamu harus istirahat” .

“Mbak Ayu… terimakasih, terimakasih, aku akan menyayangi Alina seperti anak ku sendiri” ucap Sri melihat kearah Ayu.

Keluarga Alina pergi dari rumah keluarga Evan. Besok pagi ia akan dipersunting oleh Evan, teman masa kecilnya.

“Al… kamu yakin menikah dengan Evan?” tanya Hamdan kepada putri semata wayangnya. “Alina yakin Abi, mungkin Allah memang sudah merencanakan semua ini” jawab Alina.

“Baiklah, semoga Allah melancarkan niat baik kamu, dan semoga Allah melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya kepada kamu dan calon suamimu! Niat baikmu pasti Allah dengar nak” Hamdan dengan tulus mendo’akan sang putri. Walau ia ragu akan kehidupan pernikahan sang putri, namun ia akan terus mendo'akan yang terbaik.

“Umi seneng, kamu akan menikah sayang, Insyaa Allah Evan adalah orang baik dan akan menjadi imam yang tepat buat kamu! Umi akan selalu mendoakan kalian berdua!” raut wajah Ayu nampak senang. Akhirnya putrinya bisa menikah juga. Apalagi dia menikah dengan Evan, yang memang sudah dikenal oleh Ayu sedari kecil.

Serta yang akan menjadi mertua Alina nanti adalah Sri, temannya yang juga sudah ia kenal puluhan tahun.

Alina hanya menganggukkan kepalanya. Jujur Alina masih sedikit ragu. Apa ia mampu menggantikan posisi kekasih evan tersebut dihatinya. Evan saja nampak masih menolak saat ibunya meminta Alina menikah dengan Evan. Ia takut pernikahan yang diimpikannya hanya sekali seumur hidup dan berjalan layaknya pernikahan Sayyidah Khadijah dan Rasulullah, dimana mereka saling mencintai dan mengasihi, tidak berjalan semestinya karna Evan yang masih dibayangi mantan calon istrinya, Laras.

'Ya Allah, aku pasrahkan diriku menjalani takdirmu, bantu aku menjadi manusia yang lebih bersyukur lagi..." batin Alina.

Menikah

Pukul 3 Pagi, Keluarga Evan sudah mendatangi rumah Keluarga Pak Hamdan. Bu Sri bahkan sudah tidak sabaran untuk melihat Alina. Entah karna trauma atau takut tiba-tiba Ayu dan Hamdan membatalkan niat menikahkan putrinya.

“ Ayo mbak, kita jalan sekarang aja!” Ucap Sri yang baru beberapa detik duduk di sofa. “Loh? Masih pagi banget, kita shubuhan dulu aja disini“ ucap Ayu. “Takut nanti telat mbak Ayu, Alina nya mana mbak? Udah siap?” tanya Sri yang tidak melihat keberadaan Alina si calon mantu.

“Ada, dikamarnya. Lagi ngaji, kami harus siap-siap dulu Sri” ucap Ayu. Pak Hamdan hanya tersenyum saja, ia memaklumi jika Sri terkesan buru-buru dan sangat ingin melihat Alina, pastilah hatinya tidak tenang, sebab semalaman Sri tidak bisa tidur memikirkan pernikahan anaknya yang akan diadakan besok.

Sri takut kalau keluarga Hamdan membatalkan pernikahan karena permintaan mendadak mereka tadi malam. Bisa saja keluarga Hamdan berubah fikiran, toh selama ini banyak yang mau meminang putrinya, namun sering kali gagal walau tidak tau apa penyebabnya.

“Iya Mbak, bersiaplah dulu, ma’af ya mbak, ini mendadak, tapi terima kasih mbak mau membantu keluargaku!” Mata Sri berkaca-kaca. Tio hanya diam saja, ia masih kepikiran dengan perusahaannya yang terancam bangkrut.

Sedangkan Evan, tatapan matanya kosong. Ia nampak kusut sekali, pastinya karena ia gagal menikah dengan kekasih yang sangat ia cintai. Cinta kasih yang dirajut selama 4 tahun putus habis tanpa adanya sehelai pun yang tersisa.

***

Mobil ber-iringan masuk ke sebuah gedung serba guna yang terkenal dikota tersebut. Gedung milik sebuah hotel yang sengaja diperuntukkan untuk acara indoor, baik pernikahan, maupun acara pribadi, perusahaan ataupun acara pemerintahan sekalipun pernah diadakan disana.

“Alin sayang… Ini sebelumnya baju Laras yang akan pakai, dicoba dulu boleh? Mungkin saja muat” Sri menunjuk baju yang sedang terpasang pada sebuah manekin. Gaun pernikahan yang terlihat cantik, meski berlengan panjang, namun nampaknya baju tersebut nampak sedikit membentuk tubuh, serta bagian dadanya juga terlihat rendah.

“Alin kayaknya ga bisa pakai baju ini tante, bukannya ga suka, bajunya cantik, tapi ma’af, Alin harus tetap menjaga aurat Alin dengan baik tante” jawab Alina setelah memperhatikan gaun pengantin tersebut.

Sri menghela nafas pelan. “Iya sayang, tante paham, jadi bagaimana? Apa mau tante carikan baju lain sekarang?” tanya Sri. Umi Alina juga merasa jika baju tersebut tidak pantas digunakan putrinya, baju seperti itu pastilah tidak akan mau digunakan putrinya diacara banyak orang seperti pernikahan hari ini oleh Alina, namun ya bagaimana lagi, baju itu sebelumnya akan digunakan oleh Laras, mantan calon istri Evan, sudah pasti bajunya diawal sudah disesuaikan dengan keinginan mantan calon istrinya itu.

“Alin akan hubungi teman Alin dulu Umi, teman Alin ada yang punya usaha sewa baju pengantin syar’i” Alina izin menghubungi salah satu temannya yang memiliki usaha make up dan sewa baju pengantin syar’i. Uminya mengangguk diikuti dengan Sri.

Tak sampai satu jam, temannya Alina datang, ia membawa kan sebuah pakaian yang digantung dengan terbungkus tas khusus.

“Alin, kamu beneran nikah? Kok ga kasih kabar jauh-jauh hari?!” Shafia, teman Alina tersebut nampak kesal. Bisa-bisanya teman sesama kajian dan teman curhat, namun Alina tidak pernah bercerita dia akan menikah.

“Maaf ya Fia, ini juga mendadak” jawab Alina pelan, ia tahu kalau temannya satu ini amat emosian. “Mendadak? Semendadak apapun kamu harusnya cerita! Kesel deh! Kamu kayak mendadak menikah dalam semalam aja!” gerutu Shafia.

“Memang benar Fia, aku diminta menikah semalam, makanya sekarang aku butuh kamu buat bantu aku” jawab Alina. Shafia membulatkan matanya tidak percaya.

“Kamu bercanda?” Shafia nyaris nge freeze. “Nggak Fia, nanti aku ceritakan lengkapnya, sekarang kamu bantu aku dulu” Shafia mengangguk. Tidak percaya sebenarnya, namun sahabatnya ini tak pernah berbohong padanya, tampaknya ini akan jadi misteri sampai acara selesai.

***

Alina telah selesai didandani. Paras cantiknya tertutup cadar putih. Meski begitu, matanya nampak memancarkan kecantikan.

Akad nikah yang semula akan diadakan pukul 7 terpaksa diundur pukul 10 sebab ada perubahan. Yap, perubahan calon pengantin, sehingga petugas KUA harus merapatkan dulu putusan-putusan yang terbaik untuk pernikahan ini.

Sebab nama calon yang terdata adalan Evan dan Laras, maka karena ada pergantian pengantin wanita dengan mendadak, maka pihak keluarga harus menandatangi surat terlebih dahulu dan perjanjian bahwa pernikahan keduanya hanya bisa dilakukan secara siri. Sebab tidak bisa mendapatkan buku nikah karena perubahan yang mendadak ini.

Pukul 10 pagi petugas KUA beserta keluarga sudah siap. Evan, juga sudah duduk dimeja dan kursi yang sudah disediakan untuk proses akad. Beberapa tamu yang merupakan teman bisnis dan teman Evan berbisik-bisik heran. Beberapa diantara mereka memang mengenal Evan dengan baik, serta mengenal calon istrinya itu juga. Beberapa juga tahu kalau perusahaan keluarga Evan tampaknya sedang menuju ujung tanduk kehancuran.

“Ga nyangka gue si Laras akan ninggalin Evan sehari sebelum nikah gini” ucap Rendra teman dekat Evan. “Gue ngerasa Laras kayaknya dipaksa keluarganya deh, kan selama 4 tahun ini dia setia menemani Evan” Sandra menimpali.

“Iya, tapi kan Evan ga pernah kena masalah sampai segininya, siapa ya kira-kira penggantinya?” Leon menatap Evan yang hanya terduduk diam dikursinya. Tampak tak ada raut wajah bahagia.

"Udah lah tunggu aja nanti, bakalan liat juga kan?" ucap Rendra.

“Bagaimana, sudah siap?” tanya Penghulunya. Evan masih bergeming. “Ehhemm!!” deheman keras Tio menyadarkan lamunan anaknya.

“Ma’af pak, saya siap!” jawab Evan. Ia mengangkat kepala dan menatap Hamdan, yang duduk didepannya. Serangkaian prosesi pernikahan dilakukan sampai terdengar suara sahutan Sah.

Evan dan Alina telah resmi menikah, meski dalam kata nikah siri. Alina dituntun keluar oleh Sri dan Ayu serta gaun yang menjuntai dibantu Shafia untuk merapikan.

Semua tamu memandang ke arah Alina. “Lah? Ini si Evan serius bisa nikahin wanita begitu?” Rendra ternganga. “Gila sih? Evan bisa nikahi cewe sholeha begitu?” Leon juga takjub.

“Kira-kira Evan bisa ketemu istrinya itu dimana ya?” Sandra juga terheran-heran. Mereka bert8ga kaget dan takjub saat melihat pengantin wanitanya yang mengenakan cadar.

Acara pernikahan berjalan lancar, meski hanya pernikahan siri, namun pestanya sangat besar karena memang sedari awal ini adalah pesta pernikahan Evan dan mantan Calon Istrinya.

Meski dilanda masalah perusahaan keluarga Tio nampak tegar mengahadapinya. Banyak pula kolega dan tamu undangan yang mempertanyakan perihal masalah perusahaannya yang hanya dibalas oleh pak Tio dengan jawaban “sekretaris ku yang akan menyelesaikan”.

Tiba saat teman-teman terdekat Evan menyalaminya untuk mengucapkan Do'a.

"Selamat bro, semoga samawa!" ucap Leon, Hanya sandra yang bersalaman dengan Alina.

Acara pernikahan berlangsung sampai malam. Alina dengan senang hati mendampingi Evan yang kini suaminya itu dipelaminan. Meski wajah Evan tampak tak terlalu bahagia. Alina memaklumi. Sekarang ia adalah seorang istri, jadi sebisanya ia menemani dan menjadi penghibur dikala suaminya dalam kondisi terpuruk.

***

Alina tengah kerepotan membersihkan wajahnya yang dimake up. Walau tertutup cadar, ada beberapa sesi foto Alina diminta melepas cadarnya. Disebuah ruangan privat khusus, foto yang hanya diambil oleh keluarga saja, Alina diminta untuk melepas cadarnya.

Diruangan yang masih berada di gedung tersebut, Alina dibantu Shafia membersihkan riasannya.

Alina juga sudah menceritakan semuanya saat berganti pakaian tadi. “ Ga nyangka deh kalau Evan bisa menghadapi masalah kayak gini, mantan calon istrinya kejam banget! Kalau dia emang tulus dia ga mungkin bakal ninggalin Evan gitu aja!” Shafia juga ikut kesal mendengar cerita bagaimana bisa keluarga mantan calon istri Evan itu meminta pembatalan pernikahan.

“Kita ga tau apa yang mereka rasakan, kita juga tidak tau apa yang sudah ada dalam hati mereka, mungkin saja keluarganya Laras tidak ingin putrinya mengalami kesulitan jika menikah dengan Evan” uap Alina. “Terus? Emangnya yang wajib bahagia cuman keluarga mereka gitu? Sampai ada keluarga lain yang kesulitan mereka langsung kabur biar ga ketularan?” Shafia tampak jengkel.

“Udah lah, kita ga usah membicarakan keburukan orang lagi, cukup tau saja tanpa harus menghakimi” ucap Alina.

“Semoga pernikahan kamu sama Evan diberkahi Allah ya lin, aku tahu kamu anak baik, kamu niat membantu keluarganya Evan, Insyaa Allah bakal Allah kasih balasan yang baik pula!” Shafia memeluk Alina erat. Alina bersyukur sekali rasanya ia memiliki teman seperti Shafia, termasuk nikmat yang sangat ia syukuri punya teman dan sahabat yang baik dan selalu mendo’akan kebaikan padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!