Masuknya Joni

Tak banyak yang mereka lakukan saat malam, Evan tidak terlalu sibuk malam ini karena ia sudah menyelesaikan pekerjaannya dikantor, jam makan siangnya ia pergunakan dengan baik untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga tidak ada pekerjaan yang dia bawa pulang untuk diselesaikan.

Evan tengah berbalas pesan dengan Rangga, membahas seputar pekerjaan dan laporan polisi yang belum ada kemajuannya sama sekali. Sedangkan Alina, ia tengah membaca sebuah buku yang ia ambil dari ruamhnya untuk menemani hari-hati ketika suaminya bekerja.

Hanya keheningan yang ada didalam kamar kecil tersebut. Hingga pukul 9 malam, tampaknya Alina sudah mengantuk, ia menutup bukunya lalu mengambil daster rumahan, pakaian yang selalu ia pakai saat tidur. Alina ke kamar mandi mengganti gamisnya ke pakaian tidurnya, meski sudah sah dan halal sebagai suami istri, Alina tidak mungkin seenaknya melepas pakaian didepan Evan.

Alina sudah kembali dari kamar mandi, ia mengenakan daster panjang dengan lengan pendek, rambutnya masih diikat ekor kuda. Alina juga sudah mencuci muka, ia lalu memakai skincare malam yang biasa ia pakai. Meski penampilannya tertutup Alina rajin merawat tubuh dan wajahnya, dulunya ia lakukan untuk persiapan nanti ketika sudah punya suami, ia merawat tubuhnya untuk menyenangkan suaminya nanti.

Sekarang pun begitu, meski belum ada kemajuan dalam hubungan pernikahannya dengan Evan, Alina tetap rajin merawat dirinya. Toh sekarang ia sudah bersuami, membuat suami senang merupakan ibadah.

Alina beranjak setelah selesai memakai skincare wajah, ia ingin menghamparkan kasur yang memang sengaja digulung. Namun tangannya dicegah. “Biar aku saja!” Evan mengambil alih, ia yang mengerjakan sampai menata bantal dan selimut. Alina hanya melihat dengan tersenyum penuh arti.

“Terimakasih Mas, aku tidur duluan ya!” Alina sudah merebahkan diri membelakangi Evan. Evan hanya mengangguk, masih melanjutkan apa yang ingin ia kerjakan. Setelahnya Evan merebahkan diri untuk tidur juga, ia menoleh pada Alina. Teman masa kecil yang kini menjadi teman hidupnya.

‘Ma’af Al, aku belum bisa menjadi suami yag baik untuk kamu’ batin Evan. Evan merasa bersalah pada Alina, rasa cinta dan hati nya masih tertawan pada Laras, mantan kekasih sekaligus mantan calon istrinya itu.

Evan tidak ingin berpura-pura seolah ia menerima Alina sebagai istrinya, lalu memberikan perhatian serta perlakuan selayaknya suami padahal hatinya masih milik wanita lain.

Evan masih memandangi Alina yang memunggunginya. Evan beringsut maju, tangan Evan bergerak pelan. Ia mengelus rambut hitam dan panjang Alina. Evan tersenyum, ia ingin mencoba yang terbaik dan berusaha menerima Alina sebagai istrinya, walau tidak mudah dan butuh waktu lama, Evan akan mencoba dan berharap Alina mau bersabar dan menunggunya.

***

Laras tengah menikmati bisingnya dunia malam, ia ditemabi segelas minuman. Memeperhatikan setiap orang yang tengah sibuk menikmati malam sama sepertinya. Lars menghembuskan nafa kasar. Ia masih memikirkan Evan. Meski matre dan enggan untuk bersama pria miskin, tapi dalam hatinya Laras mencintai Evan.

Laras memperhatikan suasana malam dengan malas. Ia harus segera menemukan pria yang mapan untuk bisa membiayainya. Mengingat sang Ayah yang hanya memberikan jatah uang saku pas-pasan padanya, jadi ia harus segara punya pacar baru yang kaya dan mau membiayainya.

Seorang pria paruh baya dengan perut buncit mendekati Laras. "Laras? Sedang apa wanita cantik seperti dirimu melamun disini hmm?" sapa pria itu.

Laras menoleh, ia mengenal pria itu. Joni Askandar. Laras pernah beberapa kali bertemu dengannya saat ikut dengan Evan untuk menemani mantan kekasihnya makan malam dengan rekan bisnisnya.

Laras menoleh dengan tatapan kesal. Nalas sekali harus bertemu pria tua dan genit itu sekarang, makin memperburuk suasana hati saja.

“Kenapa diam saja? Om tebak kamu pasti sedang galau kan?” Joni tersenyum menyeringai.

“Sudahlah Laras, mantan kamu itu sudah jatuh miskin sekarang, dia juga sudah menikah dengan wanita lain yang… ya gimana bilangnya ya, pasti sepadanlah buat dia yang miskin menikah dengan wanita jelek!” sambung Joni. Dia tadi sudah mengambil tempat duduk disamping Laras.

Laras mengabaikan Joni yang mengoceh. “Jangan dipikirkan lagi, keputusan kamu untuk tidak menikah dengan dia adalah keputusan paling tepat, coba bayangkan kalah kamu menikah dengan dia, sudah pasti kamu diajak tinggal di gubuk, dikasih makan ikan asin, ha ha ha ha!” Joni berbicara sendiri dan tertawa sendiri. Asik sendiri.

Laras masih enggan membuka mulut, ia sibuk meneguk minumannya saja. Joni yang tadinya sibuk berbicara sekarang mulai melancarkan aksinya. Tangan Laras yang menganggur dimeja ia sentuh dan coba genggam. Laras terkesiap, ia reflek menjauhkan tangannya, tapi Joni berusaha lagi menangkap tangan gadis itu.

“Lepas, jangan kurang ajar sama saya!” bentak Laras. Joni hanya tersenyum mengejek. “Laras, Laras! Kamu ini ga usah jual mahal sayang, saya dengan senang hati mendatangi kamu dan menemani kamu disni! Jangan pura-pura tidak ingin, saya bisa kasih apapun sama kamu, lebih dari mantan kamu itu bisa saya kasih! Saya tau kamu wanita seperti apa Laras! Apalagi keluarga kamu! Asal kamu tahu cantik, rumah yang dijual papa kamu saya yang beli!” sontak Laras terbelalak, ia tahu harga rumah yang dieli Evan itu pastinya berapa, dan sang Ayah menjualnya dengan harga yang sama, juga secara cash.

Joni tersenyum sumringah melihat reaksi laras, ya ini lah yang ia harapkan. Membuat wanita cantik yang sudah ia idamkan dari sejak awal bertemu ini jatuh ke pelukannya.

Laras yang di otaknya masih mengira-ngira sekaya apa pria tua didepannya ini dikagetkan dengan kelancangan tangan Joni yang sekarang berada dipahanya yang tertutup helaian kain dress yang dipakainya.

“Gimana cantik? Yakin mau nolak sama Om?” tanya Joni dengan nada menggoda dan menaikkan satu alisnya. Laras mendengar itu memilih menyingkirkan tangan Joni yang seenaknya berada di atas pahanya.

“Aku ga tertarik!” jawab Laras ketus. Joni mendengar itu tersenyum miring. “Baiklah, ini kartu nama Om, kali aja kamu kangen!” Joni pergi meninggalkan Laras, dengan tingkat keyakinan yang tinggi, Joni yakin Laras akan menghubunginya cepat atau lambat.

Laras hanya melirik kartu nama itu sekilas, menghembuskan nafas kasar lalu menghabiskan minumannya. Saat akan pergi, laras melihat kartu nama itu lagi, ia putuskan memasukkan kartu nama milik Joni Askandar itu kedalam tas nya asal.

***

Evan memandangi Alina yang tengah tersenyum menatap ponselnya. Tak biasanya ia lihat Alina bermain ponsel sambil makan. Entah apa yang ditertawakan Alina, Evan bingung. Ponsel Alina sama sekali tidak ada suaranya, Evan tidak dapat melihat pada layar ponselnya karena disandarkan pada gelas minum. Menghadap pada Alina tentunya, jadi Evan tidak bisa mengintip sedikit pun.

Alina masih cekikikan dan tersenyum sendiri, membuat Evan menjadi kesal, merasa Alina sudah teralihkan dan itu menyebalkan. “Alina! Kalau makan jangan sambil tertawa, nanti tersedak!” entah itu berupa do’a atau apa, setelahnya Alina tersedak dan batuk-batuk. Bergegas ponsel Alina letakkan ia ambil gelas minumnya dan meminum air tersebut untuk meredakan tenggorokkannya yang terasa tersangkut.

Evan menggeleng kecil, kebetulan ia bisa melihat ponsel Alina. Layarnya menampilkan video kartun anak berambut pendek dengan pakain merah putih yang tengah di marahi ibunya. ‘Bagaimana bisa Alina menonton kartun anak-anak sedang usianya sudah setua ini?’ monolog Evan masih menatap layar ponsel Alina. Lebih aneh lagi Alina menonton tanpa suara, malah Alina juga cekikikan tidak jelas padahal tidak ada suaranya sama sekali.

Setelah minum dan meredakan tenggorokannya, Alina mengambil ponselnya kembali, ia menekan layarnya hingga video yang tengah diputar itu berhenti. Alina tampak memasukkan tangan kirinya kedalam hijabnya.

‘Lah, dia pakai AirPods?’ batin Evan saat melihat Alina meletakkan earphone wireless itu dilantai dan tangannya seperti mengambil pasangannya yang menempel di telinga alina yang satunya.

“Ma’af ya Mas, aku kurang sopan makan sambil nonton,” ucap Alina dengan wajah menyesal, Alina merasa tadi saat ia tersedak adalah teguran yang diberikan Allah karena ia mengabaikan Evan.

Evan hanya mengangguk saja, ia melihat pada ponsel dan AirPods Alina, merek salah satu brand terkenal berlogo apel yang digigit. ‘Alina tampaknya tidak sekuno itu, ia bahkan menggunakan barang bagus dengan kualitas bagus juga,’ batin Evan.

Mereka berdua melanjutkan sarapan pagi dengan tenang dan beberapa interaksi kecil.

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

keren banget ceritanya thor..

jadi penasaran

2024-04-19

1

Alizeee

Alizeee

Bagus thor semangat

2024-04-17

0

Atha Diyuta

Atha Diyuta

Lo juga ada andil joni.gibeng juga lo

2024-03-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!