DI SINI DI DEKATMU

Liam menyetir dengan mulus di jalanan kota. Tangan besarnya memegang kemudi. Setengah lengan kemeja hitamnya disingsingkan hingga lengan kekarnya terungkap. Wajah tampannya tampak serius mengemudi.

"Tuan, kita akan ke mana?" Nadia mau tak mau bertanya. Ia diseret kesana kemari tanpa tau tujuannya. Ia bahkan tidak menolak. Sungguh luar biasa.

Liam tersenyum. "Kita menuju daerah kampusmu. Di sana ada apartemen bagus yang cocok untukmu."

"Dimanakah itu? Tuan uangku tak banyak. Jangan beri aku yang mahal-mahal." Sebelumnya Nadia berfikir untuk membeli perumahan subsidi biasa di sekitar kampus dengan harga di bawah 2 M. Ia akan menggunakan uang sisanya untuk hal penting lainnya. Tapi dengan Liam yang menemaninya ia jadi ragu. President kaya ini bahkan mungkin tak tau kalau ada yang namanya rumah subsidi.

"Tenang saja. Aku tau apartemen bagus yang sedang dijual murah saat ini. Lokasinya strategis dan furniturenya sudah lengkap. Kamu akan suka."

Dengan jaminan itu akhirnya Nadia tak khawatir lagi. Ia mengalihkan pandangannya ke luar dan menatap gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan.

Di dunia sebelumnya Nadia hanyalah karyawan biasa dengan latar belakang yang biasa. Setelah pindah, ia memiliki identitas baru dengan kehidupan baru. Meskipun di sini ia memiliki keluarga dan teman, faktanya mereka hanyalah orang asing baginya. Orang-orang yang tak dikenalnya. Di dunia yang asing ini, Nadia sendirian. Ia tak mengenal siapapun.

Nadia tak tau bagaimana nasib tubuhnya di dunianya. Apakah ia mati? Ataukah ia di rumah sakit? Bagaimana reaksi keluarga dan teman-temannya saat tau Nadia tiada? Bagaimana acara penghargaan perusahaan berlangsung saat ia tak ada?

Nadia bahkan tak tau apakah ia akan kembali atau selamanya terjebak di dunia tak dikenal ini.

Kalau ia tak kembali... Apakah ia tak akan pernah melihat lagi kedua orang tuanya....

Liam diam-diam memperhatikan Nadia yang linglung dan matanya yang berembun. Liam mengepalkan tangannya di kemudi.

Apakah begitu sakit saat berpisah dengan sampah itu?

"Jangan terlalu bersedih. Bajingan itu tak layak ditangisi." Hiburnya.

Nadia menatapnya.

Lelaki itu berdehem. "Maksudku, Jangan menangisi orang yang tidak berada di bawah levelmu. Kelak kamu akan mendapat yang lebih baik."

Nadia akhirnya mengerti bahwa lelaki itu sedang membicarakan mantan tunangan dan menghiburnya. Nadia tertawa.

Sepertinya lelaki di sampingnya salah faham.

"Tuan, itu akan sulit."

Liam menoleh. "Apa?"

"Mencari lelaki yang lebih baik. Kau tau, di kota ini tak banyak dari pemuda yang semenjanjikan Kevin. Ia sangat kaya dan perusahaan keluarganya merupakan perusahaan besar di seluruh negri. Di kampus ia berprestasi dan yang lebih penting, ia tampan. Dimana lagi di kota ini aku dapat mencari yang lebih baik darinya?" Jelas Nadia dengan wajah serius. Sebenarnya Nadia tau ada banyak yang lebih baik. Termasuk lelaki yang sedang menyetir di sampingnya. Lihat saja tubuh dan wajah maskulin itu.

Karena di dunia sebelumnya Nadia sudah berusia 32 tahun, tipenya sendiri adalah lelaki matang yang dewasa seperti Liam, bukan bocah baru lahir yang masih berkembang seperti mantan tunangannya.

Liam terkekeh. "Jangan terlalu cepat menyimpulkan. Lebarkan matamu dan perhatikanlah. Mungkin lelaki baik itu ada di sekitarmu."

"Dimana?"

Di sini disampingmu!. Tapi Liam hanya mengatakannya dalam hati.Wajahnya tetap datar dan hanya membalas ringan.

"Pikirkanlah."

***

Kembali ke rumah keluarga.

Selepas kepergian Nadia, empat sosok suami istri, anak dan Kevin itu masih bercakap-cakap dengan rukun.

Rini tampak senang dengan Kevin sebagai kekasih putrinya. Ia tau bahwa pemuda itu adalah putra sah konglomerat besar dan akan menjadi pewarisnya.

Rini ingin berlutut dan berterima kasih pada dewa. Hanya ia dan tuhan yang tau seberapa besar perjuangannya untuk berada di posisi ini. Menjadi istri dari pemilik agensi besar, menjadi ibu dari putri cantik yang memiliki kekasih bergengsi.

Bila putrinya dan pemuda itu menikah, Rini akan merasa hidupnya nyaris sempurna.

"Ibu aku dan Kevin lapar. Kami belum makan apapun sejak tadi malam." suara Clara menyadarkan lamunannya.

Darmawan yang sedang mengobrol dengan Kevin juga setuju. "Ya. Masaklah sesuatu. Kita harus makan siang."

Rini berdiri hendak menuju dapur ketika ia teringat sesuatu. "Ah, bukannya tadi Nadia memasak?"

"Nadia memasak?" heran Darmawan.

"Ya. Itu pasti mengerikan dan gagal. Aku akan membuangnya. Gadis itu tak pernah menyentuh pisau tapi hari ini ia menggunakan semua bahan di kulkas dan memasak. Sungguh membuang-buang bahan masakan!" Rini menuju dapur dan mendapati aneka masakan yang masih banyak di atas meja. Ia bergegas hendak membereskannya.

"Tunggu." Darmawan yang mengikutinya ke dapur menahannya. Ia menyambar sepotong iga yang berlumuran kecap dan memakannya.

"Ini enak." Ia menatap mereka dan mulai duduk.

"Duduklah dan makan saja ini. Tapi apakah benar Nadia yang memasak ini?" ia duduk dan mulai menyendok nasi.

Rini mulai duduk diikuti Clara dan Kevin di sampingnya. Mereka mulai ragu-ragu. Mencicipi masakan di depannya.

Begitu gurih dan kaya rasa. Mata mereka melotot. Kevin linglung. Sejak kapan Nadia bisa memasak? Mengapa ia tak mengetahuinya?

Rini dan Clara juga sangat terkejut. Mereka saling berpandangan.

"Ah.. Aku baru ingat. Kakak memang sering membeli masakan dari restaurant dan menghidangkannya pada kami lalu mengatakan ia yang memasaknya. Selama ini kami hanya diam untuk menghargainya." Ucap Clara tiba-tiba.

Rini terdiam sesaat dan menyetujuinya. "Ya ya... Anak itu memang sering melakukannya." Ia lupa bahwa sebelumnya ia mengatakan Nadia menghabiskan bahan di kulkas untuk memasak.

"Ayah, Selama ini kakak sangat baik. Meski ia berbohong, tapi ia melakukannya untuk membahagiakan kami. Jadi tolong jangan bongkar ini padanya." seru Clara pada ayahnya.

"Huh anak itu.... Meski ia melakukannya untuk kalian, harusnya ia belajar memasak saja daripada berbohong!" Suasana hati Darmawan tak nyaman. Merasa kecewa pada putrinya itu yang tak bisa melakukan apa-apa.

"Ayah... tolong jangan marah. Selama ini kakak sibuk untuk menyenangkan Kevin. Sekarang setelah mereka putus, kakak bilang akan serius belajar. Kita harus menunggu dan memberinya kesempatan."

Rini ikut bersuara. "Ya aku setuju. Untungnya sekarang putriku dan Kevin bersama. Jadi Nadia tidak akan memiliki gangguan untuk belajar."

"Kalian benar. Aku senang kini Putriku dan Kevin bisa bersama. Percayalah kalian sangat cocok. Aku harap kalian akan selalu bersama." ucap Darmawan.

"Paman jangan khawatir. Aku akan menjaga Clara selamanya." Kevin dan Clara saling memandang dan tersenyum. Tangan mereka terjalin di bawah meja.

Darmawan tersenyum puas. "Baiklah kalau begitu... Kalian sangat membanggakanku tapi anak itu..."Darmawan menggelang. "Kalau anak itu berbohong lagi kali ini dan mengacaukan studinya, aku benar-benar tak akan memberikannya lagi uang bulanan!" dengusnya.

Setelah kembali tenang. Merekapun mulai menikmati makanan di meja.

Terpopuler

Comments

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

clara sm ibunya benar2 rubah...darmawan oon.

2024-01-01

1

Yuni

Yuni

bapak macam apa darmawan ini ... nanti nyesel klo tau dua rubah itu yg bohong ... pebisnis kok bisa dibohongi 🙄🙄🙄

2023-12-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!