Aku berdiri di depan pintu apartemen Millie, memainkan kunci mobil dan mencari alasan agar bisa menghabiskan waktu lebih lama dengannya. Hari ini berakhir persis seperti yang kuperkirakan. Aku dapat mencicipi cita rasa Millie yang sesungguhnya, dan sekarang aku ketagihan. Aku harus memilikinya. Secara keseluruhan. Gelak tawanya yang mempesona, binar matanya yang memikat, dan rasa manis di bibirnya lebih manjur dari narkoba jenis apapun yang pernah kucoba. Aku terobsesi sekaligus tergila-gila padanya.
Dan dia mengusirku.
"Hari ini sungguh menyenangkan," katanya, tersenyum sambil menahan kantuk.
Setelah menyelesaikan santap malam, kami bergeser ke sofa, berbagi sebotol wine sambil mengobrol. Aku terkejut mendapati betapa mudah dan menyenangkan waktu bersama Millie. Duduk di dekatnya dan larut dalam keberadaannya.
"Aku setuju." sahutku, mencium singkat bibirnya. "Kau yakin tidak ingin kutemani?"
"Sudah terlalu malam, dan besok aku harus ke galeri pagi-pagi sekali."
"Aku bisa menemanimu tidur."
Sial! Kenapa aku bertingkah sangat putus asa begini? Bertahan disini walau hanya semenit saja bukan ide bagus, tapi aku tidak mau menjauh darinya. Sore ini terasa seperti mimpi, dan kalau tidak mau berakhir di genggaman wanita ini dengan kejantanan tersiksa, maka sebaiknya aku pergi. Belum lagi di tambah dua informasi penting baru yang kudapatkan darinya. Dua kakak laki-laki, seorang ayah yang buruk, dan mantan kekasih yang bekerja di FBI. Millie punya rahasia lebih dari yang kubayangkan, tapi paling tidak aku cukup yakin telah menemukan garis yang menghubungkannya dengan Ernesto.
"Kita sama-sama tahu tidur hanya akan menjadi angan-angan seandainya kau tetap disini." gumamnya lembut, menyandarkan bahu pada bingkai pintu. "Aku janji akan meneleponmu besok."
"Aku punya ide yang lebih bagus. Bagaimana kalau besok kita bertemu setelah kau pulang kerja? Akan kusiapkan makanan."
"Kau bisa masak?" tanyanya, menaikkan kedua alis.
"Buktikan saja sendiri." Aku mengangkat bahu, sengaja menggodanya.
"Baiklah, aku datang." Dia menguap dan menutup mulut dengan punggung tangannya. "Selamat malam, Orion."
"Selamat malam, Tesoro. Semoga tidurmu nyenyak."
Ketika pada akhirnya sanggup menjauh dari Millie, aku langsung ke mobil dan melaju ke mansion. Pikiranku masih berputar-putar, mencoba kembali pada kenyataan setelah hari yang begitu menggetarkan. Saat aku bangun pagi ini, Millie dan aku bahkan belum pernah berbicara layaknya dua manusia normal, namun semuanya berubah begitu aku menghabiskan waktu sepanjang sore sampai malam di apartemennya. Millie dan aku lebih saling mengenal satu sama lain hingga ke level paling pribadi dan aku mengijinkannya menanyakan sesuatu yang bahkan takkan pernah aku jawab untuk orang lain. Aku lebih suka menyimpan urusan pribadi untuk diriku sendiri-semakin sedikit yang tahu, semakin sedikit pula cerita yang tersebar. Tetapi, ada yang berbeda dengan Millie.
Astaga, sudah berapa kali aku mengatakannya dalam seminggu ini?
Segalanya berbeda jika berhubungan dengan Millie, berbeda dalam arti yang bagus. Semacam perbedaan yang mengguncang seluruh hidupku, dan membawanya ke arah yang berbeda pula.
Sepanjang sore aku melupakan tanggung jawab dan mengabaikan masalah mendesak yang harus segera diselesaikan. Salah satunya menyangkut seorang agen FBI lembek bernama Jack Steward. Aku menemukan banyak hal aneh di lingkungan mafia, dan jarang sekali aku dikejutkan oleh sesuatu, tetapi saat melihat manusia gorong-gorong menjijikkan itu di apartemennya, aku hampir tak dapat menahan diri.
Aku membuka menu kontak di layar mobil dan menekan nama Javer. Dia mengangkat tepat sebelum dering pertama berhenti.
"Kemana saja kau seharian ini? Kupikir kau akan membantu kami memeriksa semua informasi tentang Ernesto yang kita dapatkan."
"Tidak perlu." kataku. "Jack Steward."
"Wah, menurutmu dari mana aku tahu nama itu?"
"Apa kau sedang bersama Tom?"
"Ya, kami bertiga mendengarmu."
"Bagus. Tom, aku mau kau melihat semua daftar kasus yang sedang di tangai unit Kasus Kriminal Terorganisir FBI. Cari tahu apakah Ernesto termasuk di dalam daftar itu."
"Siap, boss!"
"Kenapa itu penting?" tanya Javer.
"Karena Jack Steward anggota unit Kasus Kriminal Terorganisir, dan dia mantan kekasih Millie."
"Oh, haruskah aku bertanya dari mana kau tahu soal itu?" Javer menghela napas.
Aku terkekeh. "Sebaiknya tidak. Bagaimanapun juga, kupikir mungkin itu salah satu kepingan informasi yang kita cari. Coba lihat apa yang bisa kau dapatkan dan aku akan segera tiba di rumah."
Kenikmatan menyetir di kota pada jam-jam malam seperti ini sangat langka, dimana tak terlalu banyak kendaraan yang melintas, dan aku bisa sampai di rumah lebih cepat dari perkiraan. Aku langsung bergegas ke ruang kerja.
Javer, Tom, dan Damien sudah menunggu kedatanganku.
"Yah, kau benar." Tom memberiku beberapa lembar kertas yang baru dicetak. "Divisi Kasus Kriminal Terorganisir FBI New York memang memiliki data kasus Ernesto. Beberapa tuntutan atas penculikan. Dan detektif yang bertanggung jawab adalah Jack Steward."
"Mereka juga menyimpan data kita." Javer menggaruk dagu.
"Okay." Bukan informasi baru untukku. Sepertinya polisi selalu mencari-cari kesalahan kami. Walaupun tidak pernah berhasil menangkap, bukan berarti mereka menyerah.
"Jadi, ada beberapa kemungkinan." sambung Javer. "Pertama, Ernesto tahu kisah Jack dan Millie, dan memanfaatkannya sebagai tameng agar si Steward mundur."
Aku juga berpikir begitu. Kedengarannya masuk akal, dan tampak seolah bajingan bodoh itu menyeretnya ke dalam kekacauan ini tanpa memerlukan peringatan apapun. "Apa lagi yang kau pikirkan?"
Javer dan Damien saling memandang dengan khawatir.
"Aku sudah mengatakan pada mereka ini tidak mungkin." kata Tom, melipat tangan di dada. "Sangat mustahil."
"Apanya?"
"Kita harus mempertimbangkan fakta bahwa Millie bekerja sama dengan Steward, Orion. Bahwa dia sedang memata-matai kita dan Ernesto demi membantu pekerjaan kekasihnya."
Aku hampir terpingkal-pingkal. Millie? Wanita yang tampak seolah ingin mencongkel bola mata Steward saat melihatnya menyusup ke apartemennya? Wanita yang seketika gemetar begitu mengetahui aku seorang mafia? Oh, yang benar saja. "Millie tidak sedang membantu Steward, itu fakta tak terbantah."
"Kau rela mempertaruhkan keamanan grup kita karena asumsi itu?" sambar Damien. "Aku menyukai Millie, sungguh, tapi apakah dia benar-benar layak dilibatkan untuk semua ini?"
Kepalaku spontan berputar ke arahnya sementara amarah merasuki darahku. "Dan menurutmu apa yang harus kulakukan? Membiarkan seorang wanita yang tidak bersalah sendiri menghadapi sekelompok pria menjijikkan bersenjata lengkap? Membiarkannya diperkosa, disiksa, dan diperbudak sampai entah kejahatan macam apa lagi, hanya Tuhan yang tahu?"
"Aku hanya berpikir..." Dia tergagap.
"Tidak. Kau tidak berpikir! Kau tahu persis betapa aku membenci perbuatan itu. Tidak peduli siapa dia, mereka akan berurusan denganku jika berani menyentuhnya sedikit saja. Dan urusanku adalah urusan kita. Kau paham?"
Bahu Damien seketika merosot, dengan cepat dia menggelengkan kepala, tidak mau membuatku semakin murka.
"Bagus. Sekarang, ada yang punya pendapat lain?" Aku mengancam Damien dengan mataku. "Millie tidak mungkin terlibat. Akan lebih terdengar masuk akal kalau Ernesto menggunakannya untuk menghalangi upaya Steward menjatuhkannya."
"Aku mengerti yang kau katakan." Javer mengangkat tangan. "Tapi kau terlalu lembek jika menyangkut Millie dan kita semua bisa melihatnya. Termasuk dirimu sendiri."
"Hubunganku dengan Millie sama sekali tidak mempengaruhi sudut pandangku!" bentakku keras. "Millie tidak membantu Steward. Dia membencinya dan aku tahu dia bersungguh-sungguh. Dia hanya seorang seniman biasa dari Rhode Island, bukan penjahat profesional. Seandainya dia bekerja sama dengan badan federal, kita pasti sudah terkurung saat ini. Millie merupakan korban dalam kasus ini, dan aku tidak mau mendengar omong kosong lain. Sudah jelas?"
Dengan ragu-ragu, mereka mengangguk, lalu Javer menyuruh Tom dan Damien keluar dari ruang kerjaku.
"Apa maksudmu sebenarnya mengatakan soal hubunganmu dengan Millie?" tanyanya, mengulurkan segelas wiski dan duduk di seberangku. Aku tidak menyukai ekspresinya. Tak perlu dijelaskan lagi kemana arah pembicaraan ini.
"Bukan urusanmu sama sekali."
"Hentikan omong kosong bos dan bawahan ini, dan mulailah bersikap sebagai temanku." Javer menyeringai. "Ada apa dengan kalian berdua? Kau bersamanya sejak tadi sore?"
Aku menghembuskan napas berat dan mengangguk. "Ya. Tujuanku mendatanginya hanya untuk meminta maaf, kemudian... semuanya mengalir begitu saja. Dalam artian baik."
"Oh, ya?"
"Ya. Entah apa yang begitu istimewa darinya, tapi aku tidak bisa menjauh. Aku menyukainya." kataku memulai, memandang cairan cokelat bening di gelas. Posisiku tidak mengijinkanku menunjukkan kelemahan, tetapi kalau aku harus berbagi pada seseorang, maka dia adalah Javer.
"Kau tahu aku sangat mendukungmu menemukan seseorang yang kau pedulikan, Orion." katanya. "Selamanya akan tetap seperti itu. Tapi, tolong perhatikan apa yang lebih genting saat ini. Kita tidak benar-benar mengetahui siapa dia. Oke, anggap kita sudah menemukan ikatan antara dia dan Ernesto, namun belum ada yang pasti disini."
"Percayalah, aku tahu." Aku menenggak wiski. "Aku juga baru menemukan fakta bahwa Elijah bukan satu-satunya saudaranya."
"Apa?" Bola mata Javer nyaris melompat. "Tapi, aku sudah memeriksanya berkali-kali..."
"Ya, dia punya dua kakak laki-laki lain. Mereka meninggal karena kecelakaan mobil bersama ayah kandungnya." gumamku, menyampaikan percakapan dengan Millie.
"Apa kau mencurigai sesuatu?" desak Javer, dia sendiri tidak yakin.
"Aku tidak tahu. Aku masih ragu, tapi agak aneh, bukan? Tidak ada data apapun tentang Millie sampai dia berusia lima tahun, dan sekarang dua kakak laki-laki dan ayah kandungnya bahkan terhapus dari rekam data medisnya?"
"Ya, memang aneh, sih. Aku akan mengulik lagi soal keluarganya. Apa kau tahu dimana lokasi kecelakaan itu terjadi?"
"Kurasa di Jamestown, tapi aku tidak tahu tepatnya. Aku yakin pasti ada semacam surat hak asuh. Kedua orang tuanya bercerai dan ibunya membesarkan Millie sendiri sementara ayahnya membawa kedua kakaknya."
"Bagaimana dengan nama mereka?"
Aku menggeleng. "Maaf, penjelasannya tidak begitu detail dan aku terlalu kaget sampai lupa bertanya."
"Tidak apa-apa." Javer berdiri. "Istirahatlah. Setidaknya kita sudah melihat sedikit titik terang dari kasus ini. Kutelepon kau begitu aku mendapatkan sesuatu lagi."
Javer meninggalkan ruanganku, dan aku berdiri di depan jendela, larut dalam pemandangan malam kota yang membentang luas. Millie ada disana, dan meski baru melihatnya beberapa jam lalu, aku sudah merindukannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments