Melalui jendela ruang keluarga penthouse Orion, aku merasa seakan bisa melihat jelas sampai ke California. Kota yang membentang luas, jutaan orang melakukan aktivitas malam yang beragam, tidak tahu ada seorang wanita di lantai delapan puluh sedang termenung karena dunianya perlahan-lahan runtuh.
Mafia.
Orion seorang mafia. Tidak cukup dengan itu, dia malah bosnya, dan dengan santai duduk di depanku sementara menceritakan tentang pembunuhan seolah kami sedang membahas cuaca. Banyak waktu yang kuhabiskan beberapa minggu belakangan untuk memikirkan Orion, tapi kemungkinan tentang menjalankan organisasi kriminal sebesar mafia Italia sungguh tidak terlintas di benakku. Pengetahuanku soal mafia hanya berdasarkan buku dan film, dan membayangkannya saja sudah membuat perutku mual.
Apakah Orion benar-benar bagian dari semua itu? Kekerasan, narkoba, perdagangan manusia... dan masih banyak lagi. Dan jika aku punya sedikit saja akal sehat, maka aku pasti sudah kabur. Keluar dari tempat ini, langsung ke kantor polisi terdekat dan melaporkan apa yang kuketahui. Namun, aku juga tahu tidak semudah itu. Bukankah mereka membunuh pengkhianat? Sudah ada seorang bos mafia yang mengincarku, dan aku tidak mau memancing kemarahan yang lainnya.
Setelah Orion pergi, jiwa dan ragaku terlalu lelah untuk tidur, atau bahkan duduk. Aku berjalan mondar-mandir di keheningan yang memekakkan, dan begitu aku berhenti, muncul rasa sakit tak tertahankan di kakiku. Aku membuka sepatu, menendangnya ke samping dan menghempaskan punggung ke sofa. Kepalaku terus berdenyut sementara aku mencerna segala kemungkinan dalam benakku.
Aku tidak tahu kenapa situasinya bisa memburuk seperti ini. Apa yang diinginkan si bajingan bernama Ernesto itu dariku? Bagaimana mungkin seseorang sepertiku bahkan melintas di radarnya? Aku jarang keluar, tidak menyentuh narkoba, dan dalam beberapa tahun terakhir aku memiliki serius hanya dengan satu orang. Kehidupanku berputar di lingkungan yang sangat kecil dan teman yang bisa dihitung dengan jari. Tidak ada yang masuk akal dari semua ini. Semakin aku mencoba merasionalisasikannya, semakin berbelit-belit pula keadaannya.
Sebagian dari diriku tetap ingin pergi. Meninggalkan tempat ini dan kembali ke kehidupan yang sederhana dengan keluarga dan teman-temanku, dan melupakan semua rangkaian kejadian beberapa minggu belakangan. Melupakan Orion.
Tapi, kalau harus jujur, aku tahu Orion benar. Begitu keluar dari rumah ini, aku bisa saja terbunuh. Mereka mungkin akan kembali untuk menyelesaikan pekerjaan, dan aku ragu Orion mau menyelamatkanku untuk ketiga kalinya. Meski benci mengakuinya, aku membutuhkan Orion. Aku membutuhkan perlindungannya, keahliannya, dan jauh di dalam lubuk hatiku, aku mulai bertanya-tanya apakah aku membutuhkannya hanya karena alasan keamanan.
Aku menggeleng, berusaha mendorong pikiran itu sejauh mungkin. Dasar bodoh, apa kau tidak mendengar apa yang dia katakan malam ini? Dia mengancamku, mengatakan kebohongan sejak pertama kali kami bertemu, dan tidak peduli jika aku mati. Dia itu monster. Kerjanya menghilangkan nyawa manusia. Bagaimana mungkin aku berpikir jatuh cinta pada seorang bos mafia akan berakhir baik untukku? Belum lagi kemungkinan dia memiliki puluhan gadis yang siap melemparkan diri padanya. Semua wanita di restoran menatapnya dengan sorot lapar, menyembah lantai berjejak sepatunya, dan menunggu giliran mendapatkan perhatiannya. Tatapan cemburu dari mereka seakan menusuk setiap kali aku bergerak, dan mereka sudah menganggapku sebagai musuh bahkan sebelum berkenalan.
Sungguh, aku tidak peduli jika dia memilih salah satu dari mereka. Sekarang yang penting adalah bagaimana caranya aku bisa menyingkir dari kekacauan ini. Orion dan kehidupannya merupakan suatu kesatuan yang tercipta untuk menghancurkan duniaku.
"Ayolah, Millie, kendalikan dirimu!" Aku mengusap kening, mencoba meredakan denyutan di kepalaku.
"Apakah semuanya baik-baik saja disini?" Aku hampir melompat ketika mendengar suara Tom.
"Ya Tuhan, Tom! Kau menakutiku!" bentakku tanpa sadar.
"Maaf, aku tidak sengaja. Kau pasti agak ketakutan setelah kejadian tadi." Dia tersenyum simpatik, bergeser mendekatiku. "Aku membawa kopi untukmu."
"Terima kasih." balasku, menerima secangkir kopi yang masih berasap. Sedikit kafein mungkin membantu.
"Bagaimana perasaanmu?" Tom duduk di sofa. Suka atau tidak, sepertinya aku mendapatkan teman bicara.
"Jauh lebih baik." Aku mengangkat gelas, masih terlalu panas untuk diminum, tapi aromanya sangat menenangkan. Beberapa tarikan napas dan aku bisa merasakan ketegangan di pundakku perlahan terurai.
"Aku tahu ini sulit bagimu, tapi lama-lama kau akan terbiasa." kata Tom, mencoba meredakan kekhawatiranku.
"Bagaimana jika aku tidak pernah terbiasa?" Kenapa semua orang bersikap seolah ini normal? Seakan kekacauan dan bahaya sudah menjadi keseharian mereka. Mungkin dalam dunia mereka ini normal, tapi tidak dalam duniaku dan aku tidak suka Orion menganggap remeh kejadian ini. Tujuannya hanya menemukan keterkaitan Ernesto dan aku, meskipun dia harus menyingkirkan salah satu dari kami. Dia tidak peduli dengan hidupku yang kacau-balau. Jadi, terbiasa seperti yang diucapkan Tom adalah hal yang paling tidak kuinginkan. "Aku ingin pulang, Tom."
"Itu pilihanmu, kurasa." ucap Tom, terdengar putus asa.
"Aku tidak pernah diberi pilihan," dengusku sinis, melempar tangan ke udara sementara mataku mulai panas karena air mata. "Seandainya ada opsi yang bisa kupilih, aku lebih memilih lari sejauh-jauhnya agar tak satupun dari kalian mampu menemukanku. Aku tidak pernah meminta ini terjadi, dan orang-orang itu masih saja mengejarku."
"Well, sekarang kau punya pilihan, Mills. Aku tahu terkadang Orion agak keras, tapi dia tidak akan membiarkan mereka mendekatimu lagi." Tom menangkup kedua tangannya dan melihatku. "Kau boleh pulang dan melupakan semuanya jika memang itu yang kau inginkan."
"Bagaimana aku bisa melupakan semuanya kalau aku tidak pernah tahu alasan mereka mengejarku, Tom?" kataku, menggeleng tak percaya.
"Orion juga sedang mencari informasi tentang itu."
"Tentu saja! Dia tidak merasa bersalah menjadikanku sebagai umpan walaupun kami tidak saling mengenal." Orion tahu semua informasi tentangku, bahkan sampai detail-detail pribadi, tapi aku tidak tahu apa-apa mengenai kehidupannya. Posisinya selalu di atas.
"Dengar, Millie, dia melakukan itu demi menjamin keselamatanmu. Orion tidak seburuk yang kau bayangkan." kata Tom sembari menyunggingkan senyum tipis.
"Kupikir kau dan aku punya konsep yang berbeda soal keburukan." Aku bersandar di sofa, meminum kopi yang dia berikan. Kemudian, aku merasa tenggorokanku agak terbakar oleh panasnya bourbon.
Tatapanku langsung menghujam Tom. "Ini bukan kopi biasa."
Tom mengangkat bahu, pura-pura polos. "Yang ingin kusampaikan adalah jangan terlalu membencinya. Dia melewati jalan yang berbahaya untuk membantumu."
Sekali lagi, Tom benar. Tapi niat baik Orion tetap menjadi pil pahit yang sulit kutelan. Selama ini hidupku baik-baik saja. Aku bisa mengurus diriku sendiri, tidak membutuhkan orang lain untuk melindungiku, khususnya seseorang dengan ketampanan dan keegoisannya sebanding. Yang menatapku dengan cara aneh sehingga aku tidak tahu apakah dia ingin menarikku ke ranjang atau mencincangku sampai habis. Aku belum merasakan kenyamanan tiap kali berdekatan dengannya, tapi saat dia pergi, ada kehampaan yang mencekam.
"Aku di dapur seandainya kau mencariku, dan ada pakaian di kamar kalau kau ingin mandi."
"Terima kasih." Mandi sepertinya ide bagus. Aku membayangkan berdiri di bawah air yang mengalir, membiarkannya menyapu kulitku sampai sekujur tubuhku mati rasa. Mungkin jika tubuhku tak merasakan apa-apa, otakku juga berhenti bekerja. "Apakah Orion akan datang lagi?"
"Mungkin tidak malam ini. Banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan." Tom tidak menjelaskan pekerjaan yang dia maksud, membuatku menebak jenis pekerjaan apa yang Orion lakukan di malam hari.
"Apa dia membunuh pria itu? Yang di lift tadi?" tanyaku, berharap Tom mengetahui informasi terbaru.
"Tidak." jawabnya cepat. "Damien yang membunuhnya."
"Haruskah jawabanmu membuatku merasa lebih baik?" Aku mengerang.
"Menurutmu?" Tom memberiku seulas senyum konyol dan menaikkan alisnya. Aku suka Tom. Dia tidak seserius Orion dan temannya yang lain, sikapnya yang santai sangat membantuku. Dia tidak cocok menjadi bagian dari penjahat-penjahat ini, dan aku penasaran bagaimana dia bisa bertemu Orion.
"Tidak sedikitpun." jawabku.
"Pria itu mungkin sudah menculik, memperkosa, dan menyerahkanmu kepada Ernesto jika Orion tidak bergerak cepat. Seandainya itu benar-benar terjadi, aku jamin kau tidak akan bertahan lama. Jadi, jangan merasa kasihan padanya. Pria itu pantas mendapat pelajaran atas perbuatannya."
"Tom, pernahkah seseorang mengatakan padamu bahwa kau sangat payah soal menghibur?" tanyaku main-main.
Tom terkekeh. "Ke dapur kalau kau butuh sesuatu, okay?"
Aku mengangguk.
Mendengarkan saran Tom, aku beranjak ke kamar. Kemewahan yang mengelilingi Orion tidak terlalu mengejutkan lagi. Dia bekerja di dunia yang sangat asing bagiku, dan jika kau memiliki uang untuk dihamburkan, maka tidak ada alasan untuk tidak memiliki penthouse dan pulau atas namamu sendiri.
Kamar tempatku berdiri pun bukan pengecualian, dengan jendela terbuka dari lantai sampai ke atas, dinding gelap dengan aksen emas berkarat dan lampu gantung spiral berputar di langit-langit kamar. Aku agak iri dengan keberuntungan yang tampaknya sangat berpihak pada seorang kriminal seperti Orion.
Aku merasakan lembutnya busa ranjang dan halusnya permukaan sprei satin di telapak tanganku. Ini kain terhalus yang pernah kusentuh. Aku membayangkan betapa damai tidurku jika aku terlelap di kasur ini. Kemudian aku melihat ada satu tas di tepi ranjang, mungkin berisi pakaian untuk semua wanita yang dia bawa kemari.
Saat aku membuka tas itu, aku sadar mengenali isinya. Beberapa pasang celana dan kaos, pengisi daya ponsel, sampai sikat gigi dan sabun pencuci wajah. Semua barang itu berasal dari apartemenku. Aku bahkan tidak mau tahu bagaimana mereka bisa sampai disini. Kurasa tidak seharusnya aku terkejut, Orion bebas melakukan apapun yang dia inginkan.
Tubuh dan pikiranku sudah terlalu lelah untuk berdebat, jadi aku menyimpan masalah ini untuk besok saja.
Setelah mandi ala kadarnya, aku langsung melompat ke atas ranjang, membenamkan diri di balik selimut dan melonggarkan kekhawatiranku untuk pertama kalinya malam ini. Posisiku tidak aman di manapun, tapi anehnya, aku justru merasa tenang saat berbaring di ranjang seorang bos mafia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments