Javer dan aku menyusun rencana selama beberapa menit. Damien akan ikut denganku, dan kami berangkat dalam dua hari ke depan. Aku masih bisa mengumpulkan beberapa informasi tambahan sebelum bertemu Alonzo, karena aku tidak mau menuduhnya sembarangan tanpa bukti yang valid. Ada yang tidak beres disini, dan jika instingku benar, Alonzo pasti menyimpan sebuah rahasia besar.
Setelah selesai menyusun rencana, Javer dan yang lainnya langsung pulang ke mansion sementara aku harus mampir di suatu tempat, tanpa memberi tahu Javer atau Tom. Mereka akan mengomeliku habis-habisan seperti ibu-ibu yang baru saja melihat anaknya mandi lumpur. Aku tahu konsekuensinya, tapi keinginanku melihatnya benar-benar tidak terbendung.
Aku teringat kata-kata kasar yang aku ucapkan pada Millie sebelum meninggalkannya di penthouse tadi malam, salah satunya ketidakpedulianku jika dia mati. Oh, astaga... Apa yang kau pikirkan, Orion!Aku ingin Millie tahu bahwa aku tidak bermaksud mengatakan itu.
Aku menemukan kompleks apartemennya dengan mudah, dan berhenti di lapangan parkir. Kemudian basa-basi sambil menyogok petugas lobi agar dia mau mengantarku ke unit Millie. Tom mengantarnya pulang beberapa jam lalu, dan kuharap dia ada di rumah.
Aku mengetuk pintu apartemennya. Pertama terdengar suara derap langkah, lalu hening, kemudian disusul gesekan kunci yang terbuka.
"Eh, bagaimana bisa kau ada disini?" Keraguan menyelimuti wajahnya. Jelas sekali tidak menyangka akan melihatku lagi, terutama berdiri di depan pintu apartemennya.
"Naik lift." Aku menyeringai, tahu bukan itu maksudnya.
Millie memutar mata cokelatnya dan membuka pintu lebih lebar. Setidaknya dia tidak mengusirku. "Maksudnya bagaimana caramu melewati petugas di bawah? Biasanya dia menelepon jika seseorang ingin bertemu denganku."
"Oh, Daniel. Aku bertemu dengannya. Dasar petugas mata duitan." Aku melewatinya, masuk ke dalam apartemen. "Aku sarankan kau melaporkannya ke kantor manajemen. Dengan harga yang pas, dia akan membuat kemp penampungan kriminal disini."
"Bagus kalau kau tahu diri." Dia mendongak, melipat tangan di dada dengan gaya berlebihan.
"Aww." Aku tidak mengharapkan sambutan hangat darinya, tapi tidak begini juga.
"Untuk apa kau datang, Orion?"
"Memastikan sistem keamanan masih berfungsi dengan baik." Millie tahu aku berbohong, tapi ekspresinya masih datar. "Dan... karena aku ingin meminta maaf."
Sekarang, dia baru terkejut.
"Soal semalam... aku sangat frustasi dan tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang tak masuk akal. Aku... aku terbiasa menyelesaikan masalah dengan cepat, tapi hukum itu tidak berlaku kali ini, dan... aku sangat tidak ingin kau mati. Itu saja." Kenapa aku terdengar seperti remaja yang sedang kasmaran?
Sebaris senyum mengembang di sudut bibirnya. Apakah dia mengejekku? Aku mengeluarkan tawa gugup, benar-benar mati gaya.
"Jadi, kau datang kesini untuk mengatakan kau tidak ingin aku mati?"
Aku mengangguk. "Ya."
"Well, terima kasih." Gelak tawanya meredakan ketegangan yang kurasakan. "Sebenarnya ada yang ingin aku diskusikan denganmu. Kebetulan sekali kau datang."
"Oh, ya?"
"Aku berpikir... mungkin aku bisa membayar jasa perlindunganmu dengan lukisanku. Itupun kalau kau masih menginginkannya."
"Tentu saja aku menginginkannya." kataku, melangkah mengikuti Millie ke dapur. "Namun, soal pembayaran kita bicarakan lain kali saja."
Aku punya ide yang lebih bagus mengenai bayar-membayar ini, dan melihat pipinya yang mendadak merah padam, kurasa Millie paham maksudku.
"Mau minum apa? Aku punya lemonade, teh, atau apa?" tanyanya gugup, mengalihkan pembicaraan.
"Ada yang lebih keras?" Mungkin sedikit alkohol bisa membantu menghilangkan kecanggungan.
Millie membuka sebuah lemari yang berisi alkohol keras dan wine. "Wiski?"
"Sempurna."
Dia mengisi dua gelas yang diambilnya dari lemari lain, mengulurkan segelas padaku sambil menyandarkan perut ke meja. "Aku terkejut tidak melihatmu di kamar tadi pagi."
"Aku harus bekerja." kataku, lalu mengangkat gelas. Aku tidak tahu mana yang lebih menghangatkan saat ini, wiski yang membakar tenggorokanku atau tatapan Millie.
"Pekerjaan macam apa yang dilakukan raja mafia?"
Aku tertawa, tak tahan melihat keluguannya.
"Apa yang lucu, sih?" Dahinya berkerut, membuat wajahnya lebih menggemaskan.
"Don, Millie. Sebutannya Don, bukan raja."
Millie memutar mata dengan dramatis. "Okay, apa yang dikerjakan Don mafia?"
Caranya menekan bibir gelas ke bibirnya membuat darahku berdesir. Apa dia sadar betapa besar pengaruhnya terhadapku? Aku berdiri di dapurnya, berharap menjadi gelas wiski sialan itu agar bisa mencium bibirnya. Secara teori, kulit kami memang tidak bersentuhan, tapi jarak Millie dan aku begitu dekat sehingga aku bisa dengan mudah menyentuh rambutnya.
"Millie, aku ingin mengenalkan duniaku padamu, tapi jika..." Aku menggeleng, memilih-milih kata. "Tidak ada jalan kembali begitu kau mengetahuinya. Kau takkan bisa melupakan apa yang kusampaikan sekalipun kau sangat ingin. Dan kau tidak boleh mengatakannya pada orang lain. Itukah yang kau mau?"
Dia maju selangkah, terlalu dekat sampai aku bisa merasakan panas tubuhnya. "Aku ingin tahu siapa kau sesungguhnya, Orion. Sisi baik dan buruk. Semuanya."
Aku masih ragu tapi, sial... hatiku langsung meleleh begitu bertatapan dengan matanya. Aku pasti bertekuk lutut setiap kali dia menatapku dengan cara seperti itu.
"Aku pemimpin mafia Italia. Dari keluarga Gasparo. Kami termasuk dalam salah satu sindikat kriminal terorganisir paling kuat di seluruh dunia. Mengenai hotel dan semua investasi real estat yang kuceritakan padamu, itu hanya topeng untuk menutupi bisnis kami yang sebenarnya."
Millie menggigit bibir, terlihat ragu-ragu. "Lalu, bisnis apa yang kau maksud?"
"Jual-beli senjata. Atau suku cadang senjata. Itu salah satu alasan kenapa kami mendatangi galerimu bulan lalu. Javer sedang mencari lokasi untuk pengiriman barang ke Amerika dan galeri seni sepertinya pilihan paling aman."
"Wow." Dia menarik napas berat. "Narkoba, wanita, per..."
Aku menggeleng cepat, memotong ucapannya. "Aku tidak pernah berurusan dengan narkoba. Bisnis kami hanya senjata, dan sebenarnya itu legal. Tidak ada peraturan hukum yang jelas mengenai suku cadang senjata, kau tidak memerlukan izin untuk membelinya. Sementara para wanita yang bekerja denganku datang secara sukarela. Mereka boleh berhenti kapanpun mereka mau, tidak ada paksaan."
Millie mengedip beberapa kali seakan sedang berusaha mencerna ucapanku. Kenapa mulutku tak bisa diam?
"Pernahkah kau membunuh?" Dia meringis, tidak yakin apakah siap mendengar jawabanku.
"Hanya jika diperlukan." kataku.
Millie menarik napas dalam-dalam dan bisa kutebak pikirannya sedang berkecamuk saat ini. Apa yang sudah kulakukan? Ini tindakan bodoh dan tidak bertanggungjawab, tapi Millie sudah terlanjur mendengar semuanya.
"Millie," aku meraih tangannya, lega karena dia tidak menolak. "Aku datang kesini karena tertarik pada sesuatu yang lebih dari sekedar lukisan. Ada semacam energi yang menghubungkan kita berdua, aku tahu kau juga merasakannya." Dia tersipu. "Aku sudah menginginkanmu sejak pertemuan pertama kita. Dan perasaan itu semakin kuat seiring berjalannya waktu. Kupikir aku bisa menjauh dan menepisnya, tapi tidak mau lagi. Aku menginginkanmu, Millie. Dalam segala hal. Jika kita ingin melangkah lebih jauh, paling tidak kau harus tahu siapa aku. Masih banyak hal yang belum kukatakan padamu, tapi aku akan mencoba jujur sebisa mungkin."
Millie tampak terkejut mendengar pengakuanku. "Orion... aku..." bisiknya terbata-bata. "Tidakkah menurutmu kita harus menjaga hubungan tetap profesional?"
"Itukah yang kau inginkan?" Aku meremas tangannya. Aku tahu Millie tidak menginginkan itu, bisa dilihat dari matanya, dan caranya merespon sentuhanku.
"Tidak." jawabnya, tersengal-sengal. "Tapi, aku tidak yakin apakah aku sanggup mempercayaimu."
"Yah, kita sepakat soal itu." Aku menyeringai, menurunkan kepala sampai bibirku nyaris menyentuh bibirnya. "Millie, katakan kalau kau ingin aku pergi sekarang. Usir aku dari sini, maka aku takkan mengganggu hidupmu lagi. Aku akan tetap memantau keadaanmu dari kantor atau rumah, dan kau bisa berdiskusi dengan Javer mengenai lukisan. Aku akan mengikuti apapun yang kau ingin aku lakukan. Katakan, Millie."
Tanpa keraguan sedikitpun, dia menatap ke dalam mataku. "Aku tidak mau kau pergi. Tetaplah disini. Kumohon..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments