Chapter 7

Begitu sopir Orion mengantarku dengan selamat sampai ke apartemen, aku berjalan menaiki tangga seperti zombie. Tubuhku lelah dan remuk, dan satu-satunya kegiatan yang terdengar menyenangkan hanya berbaring di ranjang, meratapi diri dengan sebotol wine murah, dan menonton film komedi romantis. Situasi dalam dua puluh empat jam terakhir membuatku bertanya-tanya ada apa dengan hidupku? Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang kuharap segera hilang jika aku tidur cukup lama.

Lobby apartemen tampak sangat sepi, tidak seperti biasanya selalu ramai pada jam-jam orang pulang kantor. Ada sekitar tiga ratus unit di satu gedung apartemen ini, milikku berada di lantai dua belas. Menghindari kemungkinan berpapasan dengan seseorang dan bertegur-sapa, aku memutuskan naik melewati tangga. Aku sangat lelah dan siap tumbang begitu sampai di lantai unitku.

Sementara merogoh tas untuk mencari kunci, ponsel baruku berdering. Nama ibuku tertulis di layar. Aku tahu dia pasti cemas, jadi alih-alih menolak seperti yang kuinginkan, aku menjawab panggilannya.

"Hai, mom." kataku, melangkah ke dalam apartemen yang kini tampak sangat kecil setelah menghabiskan waktu di mansion Orion. Sulit kupercaya semua ruangan masih terlihat persis seperti ketika aku meninggalkannya, karena aku merasa seakan hidup di keabadian seharian ini.

"Millie! Oh, terima kasih, Tuhan! Kami mencoba menghubungimu sejak pagi. Aku ketakutan setengah mati begitu melihat berita tentang perampokan di galerimu, semua stasiun tv menyiarkannya. Kau tidak berada disana, kan?" Suaranya terdengar lelah, dia pasti tak berhenti meneleponku. Aku merasa bersalah karena tidak menduga berita kasus galeri akan tersebar dengan cepat.

"Tidak, aku tidak disana, mom." jawabku berbohong. "Aku menginap di rumah temanku semalam. Maaf aku tidak sempat menelepon. Aku tidak tahu stasiun tv langsung menyiarkannya, dan ponselku kehabisan baterai." Lebih tepatnya dihancurkan, oleh komplotan orang yang membius dan menculikku.

"Yah, tentu saja mereka langsung menyiarkannya! Beberapa lukisan dicuri dan dua orang pria tak dikenal... ditemukan tewas! Aku bersyukur kau tidak disana, sayang, siapa yang tahu apa yang akan terjadi?" Oh, aku tahu, mom.

"Ya, aku juga bersyukur, mom."

"Bagaimana pembukaan galerinya?" tanya mom, berbisik menyuruh Elijah dan dad diam. Sudah hampir dua bulan sejak terakhir kali aku pulang ke Jamestown, dan mengingat kejadian semalam, mungkin yang aku butuhkan saat ini adalah mereka.

"Semuanya lancar, mom. Aku berhasil menjual lukisan pertamaku, dua sekaligus." Aku mengambil sebotol wine dari kulkas dan menuangnya ke gelas. Hari-hari semacam inilah saat dimana aku sangat menginginkan wine. Pikiranku benar-benar berkecamuk.

"Oh, bagus sekali, sayang. Kami sangat bangga padamu. Dave, dia menjual dua lukisan tadi malam. Ya, dua! Dad bilang dia bangga padamu, Mills." Keriangan nada mom membuatku tersenyum.

"Terima kasih, mom. Apa kalian di rumah akhir pekan ini? Aku ingin pulang." Dalam hati aku sudah merencanakan perjalanan ke rumah. Aku membutuhkan sedikit dorongan mental dan mom orang yang tepat mengisi bagian itu. Aku belum menelepon Owen, tapi jika galeri menjadi tempat kejadian perkara, aku yakin kami masih harus tutup hingga beberapa hari ke depan.

"Tentu saja, sayang. Kami sudah tidak sabar ingin berkumpul denganmu. Belum ada rencana untuk minggu ini selain pertandingan bola Elijah di hari Jumat. Apa kau bisa ikut?"

"Bisa sekali, mom. Aku harus menelepon Owen, ada beberapa hal yang perlu kami bahas soal galeri. Aku beritahu nanti kapan aku berangkat, ya." gumamku, merasa lebih baik.

"Baiklah, Mills. Kami sangat menyayangimu. Sekali lagi selamat atas pembukaan galerinya, Nak. Aku menunggumu."

"Sampai jumpa, mom. Sampaikan pada Eli dan dad aku juga menyayangi mereka."

"Daa, sayang."

Gelasku hampir kosong saat mom memutus sambungan telepon dan mulai mengisi bak mandi. Berendam di air hangat dengan sabun aroma terapi merupakan kegiatan favoritku untuk menenangkan diri. Aku bak mandi besar di rumah yang menjadi tempat pelarian setiap kali aku mengalami hari yang buruk.

Aku baru saja ingin membuka pakaian ketika tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu apartemenku, membuatku tersentak. Biasanya, Daniel, petugas lobi akan menelepon jika seseorang ingin bertemu denganku. Aku mengintip dari lubang pintu untuk melihat siapa yang datang, namun kemudian agak kesal dan lega sekaligus saat mendapati Jack berdiri di depan.

Sebagian dari diriku ingin mengabaikannya dan berpura-pura sedang tidak di rumah, tapi dia tidak akan menyerah. Dengan terpaksa aku membuka pintu, menyambutnya dengan tatapan tajam. Jack adalah orang terakhir yang ingin kutemui hari ini, sial, bahkan pria-pria semalam terdengar lebih asik.

"Kau masih hidup!" Dia menyeringai angkuh.

"Masih." Jack bukan pria biasa, dia mantan kekasihku. Kekasih yang mengkhianatiku berulang kali, memperlakukanku seperti sampah, lalu datang memohon ampunan setiap saat dia menginginkanku lagi. Terakhir kali dia melakukannya, aku sudah tertipu dengan bujuk rayu dan omong-kosongnya, tapi dia terus datang tanpa di undang. Sekarang aku tahu kenapa Daniel tidak menelepon, dia sangat mengenal Jack.

"Ibumu menghubungiku." Dia melangkah masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu di persilahkan. Aku memutar mata, membanting pintu dengan keras berharap dia tahu kehadirannya sama sekali tak diharapkan. "Dia sangat khawatir karena tidak mendengar kabar darimu dan bertanya apakah aku bisa memeriksa keadaanmu."

"Well, sekarang kau sudah tahu aku masih hidup dan baik-baik saja. Lagi pula, aku baru meneleponnya, jadi dia juga sudah tahu bahwa aku baik-baik saja." Aku melipat kedua tangan di dada. "Kau boleh pergi."

"Kau yakin tidak apa-apa?" Apa dia benar-benar khawatir? "Kau tidak di galeri semalam, kan? Kenapa kepalamu terluka?" Ekspresinya berubah cemberut melihat keningku.

"Ini luka lama. Sungguh. Aku baik-baik saja, Jack. Hanya sedikit lelah."

"Baiklah. Apakah polisi sudah mengetahui siapa kira-kira yang merusak galerimu?"

"Aku tidak yakin. Aku sama sekali belum bicara dengan mereka. Kau tahu lukisan-lukisan itu sama pentingnya seperti keluarga bagiku, dan aku butuh waktu untuk mencerna semuanya."

"Aku paham, maaf kau harus mengalami ini." Jack yang sentimental adalah spesies baru. Ketika kami masih menjalin hubungan, dia tak peduli tentang lukisanku dan selalu mengatakan aku hanya membuang-buang waktu.

"Terima kasih."

"Mau makan malam denganku di akhir pekan?" tanya Jack, memasukkan tangan ke saku celana.

"Akhir pekan ini aku berencana pulang ke rumah." Setidaknya aku punya alasan yang jelas untuk menolaknya.

"Bagaimana kalau setelah kau kembali dari sana?" desaknya.

"Jack, aku tidak bisa makan malam denganmu. Hubungan kau dan aku sudah berakhir, ada baiknya kita menjaga jarak."

"Aku mengundangmu sebagai teman, Mills."

"Aku bukan temanmu."

Jack tampak kaget dengan ucapanku, raut kecewa terlihat jelas di wajahnya. "Okay. Telepon aku seandainya kau berubah pikiran, atau jika kau membutuhkan sesuatu."

"Terima kasih, Jack." balasku bersungguh-sungguh.

Setelah Jack pergi, aku menutup pintu rapat-rapat dan memastikan sudah terkunci dengan benar. Seperti biasa, Jack selalu menemukan cara untuk menggangguku. Seharusnya aku biarkan saja dia di luar alih-alih berbaik hati memberinya ruang. Sekarang aku bahkan merasa lebih buruk dari sebelumnya. Agak bersalah karena mengusirnya secara halus, sekaligus agak sedih karena dia jauh lebih baik.

Menyadari di titik ini tubuh dan pikiranku tak sanggup lagi bergerak lebih lama, aku hanya menyikat gigi dan membasuh wajah sebelum membenamkan diri di balik selimut. Sambil berbaring aku memeriksa ponsel yang diberikan Orion dan melihat-lihat fitur baru yang ada disana. Ponsel ini jelas lebih canggih dibandingkan dengan ponselku.

Nyaris tanpa sadar, aku membuka daftar kontak sampai menemukan namanya. Aku mempertimbangkan untuk meneleponnya tapi apa yang harus kukatakan? Aku merindukanmu? Aku baru mengenalnya dalam beberapa jam terakhir dan tidak ada sisi lembut yang tampak darinya. Dia arogan dan bersumbu pendek, dan aura memuakkan darinya tak bisa aku lupakan. Meskipun begitu, tetap ada juga sisi menarik dan misterius, dan perpaduan dari semua itu membuatnya lebih berbahaya lagi. Aku sudah pernah berhubungan dengan tipikal pria semacam itu, dan aku tidak memiliki waktu untuk memperbaikinya.

Ada sesuatu yang lain dari Orion yang sulit di abaikan, dan pikiran-pikiran tentangnya terus menghantuiku. Dia bersikap seolah aku ini tidak penting sama sekali, tapi mau repot-repot memberiku ponsel baru dan memasang kamera pengawas di komplek apartemenku demi memastikan keamananku. Tidak perlu pendidikan tinggi untuk mampu melihat hal mencurigakan dari gerak-geriknya, tapi aku punya firasat dibalik sifatnya yang terkesan angkuh dan kasar, dia juga penyayang.

Orion benar-benar membuatku penasaran. Aku ingin mengenali sifatnya lebih jauh, apa yang dia lakukan di waktu luang, atau jenis musik apa yang dia dengarkan. Namun, satu pertanyaan yang sangat penting sekarang adalah siapa dia sebenarnya? Bagaimana bisa dia tersesat di galeriku? Apakah ada kesempatan bagiku menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu?

Episodes
1 Chapter 1
2 Chapter 2
3 Chapter 3
4 Chapter 4
5 Chapter 5
6 Chapter 6
7 Chapter 7
8 Chapter 8
9 Chapter 9
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 Chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17*
18 Chapter 18
19 *Pertemuan Orion dan Tom
20 Chapter 19
21 Chapter 20
22 Chapter 21
23 Chapter 22
24 Chapter 23
25 Chapter 24
26 Chapter 25
27 Chapter 26
28 Chapter 27
29 Chapter 28
30 Chapter 29
31 Chapter 30
32 Chapter 31
33 Chapter 32
34 Chapter 33
35 Chapter 34
36 Chapter 35
37 Chapter 36
38 Chapter 37
39 Chapter 38
40 Chapter 39
41 Chapter 40
42 Chapter 41
43 Chapter 42
44 Chapter 43
45 Chapter 44
46 Chapter 45
47 Chapter 46
48 Chapter 47
49 Chapter 48
50 Chapter 49
51 Chapter 51
52 Chapter 52
53 Chapter 53
54 Chapter 54
55 Chapter 55
56 Chapter 56
57 Chapter 57
58 Chapter 58
59 Chapter 59
60 Chapter 60
61 Chapter 61
62 Chapter 62
63 Chapter 63
64 Chapter 64
65 Chapter 65
66 Chapter 66
67 Chapter 67
68 Chapter 68
69 Chapter 69
70 Chapter 70
71 Chapter 71
72 Chapter 72
73 Chapter 73
74 Chapter 74
75 Chapter 75
76 Chapter 76
77 Chapter 77
78 Chapter 78
79 Chapter 79
80 Chapter 80
81 Chapter 81
82 Chapter 82
83 Chapter 83
84 Chapter 84
85 Chapter 85
86 Chapter 86
87 Chapter 87
88 Chapter 88
89 Chapter 89
90 Chapter 90
91 Chapter 91
92 Chapter 92
93 Chapter 93
94 Chapter 94
Episodes

Updated 94 Episodes

1
Chapter 1
2
Chapter 2
3
Chapter 3
4
Chapter 4
5
Chapter 5
6
Chapter 6
7
Chapter 7
8
Chapter 8
9
Chapter 9
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
Chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17*
18
Chapter 18
19
*Pertemuan Orion dan Tom
20
Chapter 19
21
Chapter 20
22
Chapter 21
23
Chapter 22
24
Chapter 23
25
Chapter 24
26
Chapter 25
27
Chapter 26
28
Chapter 27
29
Chapter 28
30
Chapter 29
31
Chapter 30
32
Chapter 31
33
Chapter 32
34
Chapter 33
35
Chapter 34
36
Chapter 35
37
Chapter 36
38
Chapter 37
39
Chapter 38
40
Chapter 39
41
Chapter 40
42
Chapter 41
43
Chapter 42
44
Chapter 43
45
Chapter 44
46
Chapter 45
47
Chapter 46
48
Chapter 47
49
Chapter 48
50
Chapter 49
51
Chapter 51
52
Chapter 52
53
Chapter 53
54
Chapter 54
55
Chapter 55
56
Chapter 56
57
Chapter 57
58
Chapter 58
59
Chapter 59
60
Chapter 60
61
Chapter 61
62
Chapter 62
63
Chapter 63
64
Chapter 64
65
Chapter 65
66
Chapter 66
67
Chapter 67
68
Chapter 68
69
Chapter 69
70
Chapter 70
71
Chapter 71
72
Chapter 72
73
Chapter 73
74
Chapter 74
75
Chapter 75
76
Chapter 76
77
Chapter 77
78
Chapter 78
79
Chapter 79
80
Chapter 80
81
Chapter 81
82
Chapter 82
83
Chapter 83
84
Chapter 84
85
Chapter 85
86
Chapter 86
87
Chapter 87
88
Chapter 88
89
Chapter 89
90
Chapter 90
91
Chapter 91
92
Chapter 92
93
Chapter 93
94
Chapter 94

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!