Halaman ke 18.
Saat Anaya hendak membalik halamannya ia tidak tau mengapa jika kali ini dia hanya menemukan robekan robekan kata dari awal halaman 15, 16 dan 17 di dalam buku tua milik ayahnya Janson yaitu Fariz.
Hanya ada beberapa kalimat saja pada halamannya.
“Meli, wayana. Dan kaum ABDI.. “ Halaman 15, sisanya banyak kalimat yang tidak jelas.
“karena ini adalah.. Siasat. Salah seorang silu.. bermata biru dan merah. Bernama..” halaman 16.
“Dalam gelap, dia sudah menjadi bagian dari, dan selalu terbelenggu oleh.. dialah sang budak. Amelia the slave girl.” Bagian terakhir dari halaman 17 dan itu menjelaskan banyak hal.
“meli.. mengapa ada kisah meli dalam buku kakekmu Janson, apa beliau juga mengenal meli?” Anaya menoleh pada Janson.
Janson terlihat menggeleng tidak tau.
Anaya kehilangan jawaban atas semua pertanyaannya.
Ruangan perpustakaan itu lengang sejenak menyisakan mata Anaya yang terus menatap halaman halaman yang robek di depannya.
“Sulit dipercaya, apa maksud dari hilangnya halaman ini.. apa yang tidak aku ketahui tentang meli..”
Hal yang paling utama adalah kisahnya, mengapa Amelia muncul di depannya? Mengapa memperingati Anaya dengan kedatangannya dan juga sosok itu?
Dan mengapa orang tuanya juga turut ambil bagian dalam kisah ini, apa hubungan antara semua ini, mengapa dia di incar juga. Padahal Anaya sama sekali tidak tau apapun.
“apa tujuan mereka mengincarku?” Anaya bergumam.
Janson tentu saja bingung melihat Anaya yang bergumam seperti itu, anak itu kemudian menepuk pundak Anaya.
“hei, kau tidak apa apa kan Anaya? Mengapa melamun begitu? Apa karena halaman halaman ini robek? Apa kau harus tau semua kisah ini ya?” Janson bertanya beberapa pertanyaan sekaligus.
“Tentu saja Janson, aku tidak baik baik saja. Kecelakaan orang tuaku yang terjadi mendadak didepan mataku, yang ternyata semuanya ada hubungannya dengan meli temanku. Dan meli adalah sosok hantu yang berhubungan dengan sosok hitam menyeramkan itu yang menyerang kita di malam itu- ditambah lagi dengan sosok itu ternyata datang dari hutan belantara.. mengejar orangtuaku, dan mengejar aku.. karena darahku istimewa? Ada apa dengan darahku Janson! Aku tak mengerti-“ Anaya menatap Janson dengan mata yang berbinar dan perasaan marah bercampur sedih.
“aku yakin pasti ada yang akan menjelaskan semua ini Anaya, sabarlah.. sekarang lebih baik kita lupakan ketiga halaman ini dan melanjutkannya ke halaman 18, mengenai kakek dan nenekku baikan, dan bencana angin yang merusak kota bansar dulu. Ya kita pendekkan saja menjadi kisah cinta dan bencana. Ya kan Anaya.. kelihatannya yang satu ini kisahnya menarik.” Cseru Janson membaca tajub halaman 18.
“Setelah meminta maaf kepada Rizka ibunya fiqri, aku Fariz, fiqri dan Rizka berlibur di danau hijau teluk timur. Danaunya hijau sejauh mata memandang dan airnya jernih. Banyak para pejala ikan. Dan yang paling penting tidak ada sampah berserakan disana. Lingkungannya amat terjaga. Kamu bersenang senang disana. Dari mulai memancing, berenang dan makan makan di tepi danau.” Janson membaca dengan riang.
Anaya yang kali ini mendengarkan. Dia tidak membacanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Wuaah, ayah dapat ikan besar sekali.. ayo yah kita makan ikannya..” Celetuk Fariz, disertai seruan dari Fiqri.
“Fiqri juga mau om!”
Pelayan rumah makan menawari memasakkan ikan tangkapan kami, dan kami bisa membayar setengah harga saja. Karna itu adalah ikan tangkapan kami.
Setelah menunggu 30 menit hidangan makan siang pun terhidang dan aromanya tercium lezat. Perut kami berempat yang keroncongan berdengung saat aroma itu memasuki hidung.
“Kalian sepertinya tidak sabar untuk mencicipi makanan ini ya?” hanya perut Rizka saja yang tidak ikut bunyi, dia malah menikmati pemandangan kamu bertiga.
“iya nih Buk, Fiqri lapar..”
“Fariz juga bu guru.. Fariz lapar..”
Rizka tersenyum simpul dan dengan sigap menanggapi kedua bocah itu, kini kedua nya asik menyantap ikan bakar.
“Pak Burhan juga, mau saya ambilkan?”
“tidak, tidak perlu.. saya bukan anak kecil..” cetusku.
“Ooh baiklah.”
Anak anak sedang bermain di sekitar danau sana. Fariz dan Fiqri tampak akrab dengan sendirinya. Seolah mereka saudara yang terpisah.
Burhan merasa senang melihat keduanya akrab dengan cepat.
“bagaimana pak Burhan, apa kita bisa melanjutkan hubungan baik ini.. kepada jenjang yang lebih serius? Bapak sudah menyatakan perasaan bapak bukan pada saya..” Rizka memecah lengang.
Pipi Burhan sekarang sedikit memerah, karena ditanya seperti itu oleh wanita yang ia suka.
“ya, ya tentu saja.. namun untuk sekarang saya belum ada uang yang cukup untuk melamar anda Bu Rizka.” Ucap Burhan kaku.
“tak perlu terburu-buru, saya juga memaklumi anda pak. Perceraian karena masalah anak angkat sangat jarang terjadi. Fariz pasti sangat tertekan karena mungkin dia menganggap kalau semua ini salahnya.. anda jadi tidak akrab lagi sama mantan istri anda dulu.” Balas Bu Rizka.
“Dulu saya mengangkat ia dari jalanan bukan karena saya kasihan. Karna saya menganggap hubungan ini berharga, sejak pertama kali bertemu dengan Fariz, saya merasa seperti terhubung secara tidak langsung dengannya. Saya yang menganggap ia anak, bukannya sebaliknya. Makanya saya ingin sekali akrab dengannya. Namun Zahra memang egois. Sedari kami bertemu dan menjalani hubungan ini juga dia sudah seperti itu selalu egois. Semaunya sendiri. Makanya saya melepaskan wanita seperti itu, saya gak mau Fariz mendapatkan energi buruk darinya asal bu Rizka tau saja ya.. haha.. kok saya jadi curhat panjang gini..” Burhan menggaruk kepala yang tidak gatal.
“anda pria yang hebat, berarti anda belum sekalipun menyentuh istri anda ya?” ucap Rizka.
“Sudah Bu, namun dia tidak pernah hamil anak saya. Fariz kan anak angkat. Sejak saya mengurus Fariz kami jarang berhubungan intim lagi. Makanya dia ngotot mau cerai.” Ucapku.
“Ooh begitu ya..” Bu Rizka menatap mereka lagi yang kini mulai bermain kejar kejaran. Usia mereka hampir sama. Hanya berbeda beberapa bulan saja.
“kalau Bu Rizka, kenapa bisa jadi janda?” Sekarang Burhan yang bertanya.
“Suami saya itu sering sakit-sakitan, saya menjadi janda sudah 3 tahun. Dan suami saya itu orangnya terlalu baik. Itu yang buat saya belum bisa lupa padanya. Sejak Fiqri mulai besar, suami saya mulai sakit kepala. Ketika dirawat beberapa hari ternyata dokter mendiagnosis kangker otak. Kami bukan keluarga yang punya banyak harta. Sampai akhirnya suami saya wafat beberapa bulan kemudian. Saat Fiqri masih berusia 6 tahun. Dia menangis kehilangan ayahnya.. dan saya hanya bisa menenangkannya.” Ucap Rizka.
“Anda ibu yang hebat Bu Rizka..” Ucap Burhan tiba tiba.
Rizka menoleh cepat padanya, “eh.. iya.. makasih..” pipinya rasanya mulai menjadi hangat atas pujian barusan.
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
M⃠
mampir nih thor, folback balik ke karyaku jg cerpen terbaruku 😳AltarEgo#Psikopat
2021-11-19
0