(Anaya Gadis berusia 9 Tahun, yang mempunyai wajah cantik, rambut panjang, kulit putih langsat.)
(Janson Bram adalah Anak Laki Laki yang muncul di saat Anaya ingin pergi ke pemakaman kedua orang tuanya. Pertemuan itu terjadi saat keduanya bertabrakan di sebuah perempatan jalan.)
(Hermawan, ia adalah Ayah Anaya yang wafat ketika mereka ingin kembali ke kota bansar, mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan.)
(Linda, ia istri Hermawan yang merupakan Ibu Anaya yang juga wafat saat kecelakaan.)
(Mang Umang adalah Supir terpercaya beliau telah bekerja untuk keluarga Anaya. Pekerjaannya menjadi supir di keluarga mereka, selain itu sudah dianggap keluarga sendiri.)
(Aditya, ia Anak sulung Mang Umang, juga telah menyelamatkan Anaya saat kecelakaan. Sayangnya ia ditemukan meninggal tidak wajar di depan rumah Anaya bersama Ayahnya Mang Umang. Saat tragedi kecelakaan Ayah dan Ibu Anaya beberapa minggu setelahnya. )
(Bi Marni, Istri dari almarhum Mang Umang yang membenci Anaya karena menganggap Anaya pembawa petaka bagi keluarganya.)
(Bi Imah, ia tetangga Anaya yang tinggal di sebelah rumahnya. Bertetangga dekat sekali. Namun ia mengusir Anaya kembali ke rumahnya karna menganggap Anaya adalah Anak yang telah dikutuk.)
(Kini setelah pertemuan itu, Anaya dan Janson tengah duduk di atas sofa, tepatnya ruang tengah di rumah Gadis itu. Sekarang tidak ada lagi hal yang perlu mereka lakukan kecuali untuk menunggu hujan reda, Karna Janson harus pulang ke rumahnya, Ayahnya akan cemas mencarinya jika ia tidak segera beranjak pulang.)
Diantara guntur dan kilat petir yang menyambar berturut turut, awan hitam yang berkumpul membuat langit kelam namun membuat tetes air hujan bagaikan berirama saat jatuh di atas atap rumah, plafon atau tempat tempat lainnya.
Kegaduhan di langit sama sekali tidak dihiraukan oleh dua orang Anak kecil sedang menghabiskan waktu dengan bercengkrama satu sama lain, berusaha mengusir suara gemuruh di atas langit. Janson berfikir Ayahnya pasti akan cemas mencarinya kemana mana, mungkin Ayahnya akan menelfon polisi karena panik, karena Janson tak kunjung pulang ke rumah.
Tapi Janson berusaha tidak terlihat cemas di depan Anaya. 'Masa aku cowok yang cemen, aku harus terlihat kuat di depan seorang Gadis, yah aku Janson. Aku adalah lelaki kuat.'
JEDAR!!
Petir mendadak menghantam atap rumah Anaya, Janson yang berbicara di batinnya mendadak berteriak.
"Aduh,.. Ya ampun, aduh!!" Janson terlihat meringkuk sambil menutup kedua telinganya ketika petir itu mendadak menggelegar di kawasan rumah Anaya, terdengar amat kencang, membuat terkejut orang yang mendengarnya. Anaya yang melihat Janson ketakutan karena gunturpun tengah menahan tawa. Ternyata Lelaki seperti Janson takut petir toh. Janson yang melihat Anaya menahan tawa membentaknya.
"Apa kau mau menertawakanku heh!" Bentak Janson, ia tidak terima diledek dengan tawaan Gadis itu.
"Tidak." Untuk menghindari pertengkaran kecil Anaya memilih untuk tidak menanggapi raut wajah lucu Janson, ia hanya menjawab singkat, Janson terlihat menahan kekesalannya, mukanya merah padam. Anaya di samping sofa Janson menyeruput lagi cokelat panas itu. Janson terlihat sebal sendiri.
Waktu terus merangkak maju. Rupanya hujan itu tak kunjung reda malah semakin lebat, Anaya beranjak sebentar ke lantai dua, Gadis itu melangkah menaiki Anak tangga menuju lantai dua hendak mandi dan mengambil selimut untuk Janson yang sekarang tertidur pulas.
SEBELUM.ANAYA MENAIKI TANGGA KE LANTAI 2
"Oh iya Janson, eh.. Dia tertidur!" Anaya menoleh ke sofa tempat Janson membaringkan badannya di sana.
Setelah mereka bercakap cakap singkat, Janson berbaring mendengarkan irama air hujan, lama kelamaan dia mengantuk dan tertidur pulas di atas sofa tersebut, Anaya tersenyum tipis melihatnya. Ia segera beranjak berdiri dan melangkah pergi.
*****
SETENGAH JAM KEMUDIAN.
Anaya sudah meninggalkan lantai 1, Janson terlihat terlelap di sofa sementara hujan di luar sana sudah berganti rintik kecil, meski angin kencang terhembus beberapa kali, dan guntur masih menggelegar disertai angin kencang. Janson gemetaran karena suhu yang mulai dingin di lantai bawah, Anak Lelaki itu terbangun karenanya. Ia menggigil merasakan hawa yang menusuk ke dalam kulitnya. Kakinya mulai bergerak ke lantai dan menginjak lantainya yang dingin.
Kesadarannya kembali, ia menatap sofa seberang.
"Eh, Anaya kemana?" Gumam Janson.
"Anaya, kau dimana? Ana-"
JEDAR..
Petir berikutnya membuat Janson terperanjat lalu menoleh ke segala arah.
Dia mulai melangkah ke lorong menuju dapur untuk mencari Anaya, Gadis yang dicari Janson justru tengah tertidur pulas, di lantai atas. Ia lupa tidak memberikan Janson selimut.
Janson terus melangkah menuju dapur yang cahayanya terlihat temaram. Situasinya tidak mendukung seperti saat Anaya menyalakan lampu dapurnya, dengan kondisi sekitarnya langkah Janson sangat jelas bahwa yang ia rasakan adalah rasa takut dan cemas, Anak Lelaki itu mulai mendorong pintu dapur membuka pintunya. Sayangnya Ia tidak menemukan seorangpun disana, yang ada hanya setoples kue kering yang dibungkus kain.
Janson tetap melangkah memasuki dapur itu. Ia mulai memeriksa dapur itu kalau Anaya memang masih di sana, tapi ia tidak menemukan Gadis itu. Di tengah rasa bingung yang melandanya perutnya seketika berbunyi, Janson kelaparan ia memandag toples kue itu, lalu tanpa fikir panjang Janson memakan kue kue itu dengan lahapnya.
Anak itu membuka toples kue dan mencicipinya. Rasa kue itu memang enak jadi Janson meneruskan.
"Wah, kuenya enak,. " Janson akhirnya menghabiskan semua kue itu. Tanpa sisa sedikitpun. Ketika ia ingin beranjak menuju ruang tengah lagi, ia merasakan mulas pada perutnya.
"Aduh, kok mulas sih, apa ini gara gara kue itu." Janson menoleh kesana kemari ada yang mencurigakan ia merasa diperhatikan, ia ketakutan dan berlari menuju anak tangga. Hendak mencari Anaya, juga bertanya tentang dimana toilet. Karena perut Janson mengalami diare.
Anaya sendiri terbangun tiba tiba karena sebuah ketukan yang datang dari luar jendela kamarnya. Anaya langsung berdiri, hendak melihat siapa?, atau apa!?, yang mengetuk jendelanya.
Anaya telah membuka jendela kamarnya melongok ke samping kiri - kanan, atas - bawah tapi tidak melihat apapun, hanya semilir angin dingin dan rintik hujan yang masih turun dari atas langit. "Tidak ada siapapun! Aku yakin ada yang mengetuk ngetuknya tadi!" Ucapnya. Anaya ingin melongok lebih ke bawah, tapi niatnya terhalangi.
"ANAYA!!,.. " Teriakan itu melengking sampai terdengar dari lantai 2, teriakan itu milik Janson, ia dilanda ketakutan dan tidak tau dimana letak kamar Anak Gadis itu, jadi ia berteriak saja supaya Anaya mendengarnya.
Jon yang walaupun sudah berada di lantai atas, masih ketakutan. Ada sesosok hitam yang mengintai dan mengikutinya saat ia meninggalkan dapur. Janson padahal tidak membuka jendela apapun. 'Bagaimana bisa ada orang masuk' fikir Janson. Anak lelaki itu mengira ada penjahat yang tengah mengincar mereka berdua. Padahal kalau dilihat lagi dengan seksama, tentu saja bukan! Sosok itu lebih mirip siluman bertaring.
Sesosok hitam itu mendesis desis, menggerung. Janson tidak mendengar suara desis - gerungan itu karena terlalu samar. Dia terus berteriak - teriak memanggil Anaya.
"ANAYA, HEI, ANAYA. KAMARMU DIMANA?" Janson kini langkahnya berhenti di lorong terakhir.
Anaya langsung menutup jendela yang tadi ia buka, menutupnya rapat lagi. "Astaga, aku lupa tidak memberikan selimut ini pada Janson. Aduh! Dia pasti bangun karena kedinginan." Anaya bergegas meraih sebuah selimut, satu tangannya memengang gagang pintu.
Tepat Anaya membuka pintunya, Janson yang tengah bersandar di sebuah pintu terjengkang ke belakang, Janson dan Anaya terkejut bersamaan, Anaya terkejut bukan karena Janson yang tiba tiba ada di pintu kamarnya, Melainkan ia ditindih oleh punggung Janson saat pintu terbuka, "Aduh." Anaya meringis, sikunya tergores akibat menabrak bangku. Siku Anaya langsung berdarah.
Janson yang wajahnya pucat pasi karena ketakutan plus sedang menahan BABnya merangkak dan meminta maaf, ia tidak tau ternyata itu kamar Gadis itu. Anaya mengangguk tidak masalah, luka itu cuma sedikit, bisa diobati. Ucapnya pada Janson.
"Hp.. hp.." Anaya mengendus endus sesuatu. "Uuuhhhkkk, bau apa? Nih!! Uuueekk.." Anaya menutup hidungnya, supaya tidak menghirupnya.
"Anaya, apa ada kamar mandi di sini?, aku kebelet!" Ucap Janson ia teringat tujuan awalnya datang menemui Anaya. Dengan segera Gadis itu menunjuk kamar mandi di ruangannya. "Itu! Ada handuk juga di dalam sana, lemari handuk! di samping toilet, tempat mandi dan toilet terpisah. Trus keran air merah itu panas, satunya air dingin. Awas!" Anaya menjelaskan secara rinci.
Janson mengangguk angguk mendengar penjelasan itu. "Apa kau punya celana Lelaki.? Aku membutuhkannya.!" Lirih Janson berusaha menahan BABnya sejenak agar tidak terus keluar. Janson bahkan menutup bagian belakangnya karena malu.
Anaya mengangguk, berusaha tidak tersenyum melihat keadaan Janson. Tanpa Anaya bercakap cakap lagi dengannya. Janson langsung berlari kecil menuju kamar mandi Anaya. Sementara Gadis itu masih menutup hidungnya. Sambil tersenyum melihat tingkah Janson.
"Huh, dasar Janson!, dia sebenarnya memakan apa sampai diare begitu?!. haha .. Entahlah, sebaiknya aku segera ke lantai bawah dulu cari celana buat Janson. Semoga saja papa masih menyimpan celana masa kecilnya." Anaya bergegas menuruni anak tangga menuju lantai bawah.
Sementara Janson sedang menahan sakit di perut sembari mengoceh. "Seharusnya aku gak makan kue itu. Itu kue pasti.. Aduh.. Pasti kadal, luarsa aduh.." Janson mengomel sambil merintih menahan nyeri perut di kamar mandi.
"Aku juga harus mencari obat diare, juga membuat makanan. Siapa tahu Janson tengah kelaparan." Anaya tengah membongkar lemari Ayahnya. Ia berhasil menemukan pakaian lama, namun hanya saja kebesaran sedikit.
Anaya mengacak acak lagi, siapa tahu ada pakaian yang lebih pas, Anaya melihat ada pakaian bergambar anime kartun milik Ibunya.
"Hahaha.." Anaya tertawa sebelum mengambilnya. "Ini yang aku cari! Tapi apa Janson mau memakai ini? Pakaiannya kuning, gambarnya anime kartun pula! Tapi, kalau dia gak mau aku kasih aja yang kebesaran. Gak ada yang lain." Anaya beranjak merapikan semua pakaian yang ia acak acak.
Setelah selesai menaruh pakaian Anaya menutup pintu lemari itu. Beranjak mencari kotak obat di kamar mandi almarhum Ayahnya. Sebelum ia mengambilnya, Anaya meraih tangga kecil meletakannya di depan wastafel. Menaiki tangga itu tidak sulit, yang sulit adalah mengangkat kotak itu. Kotak itu terlalu berat Anaya tidak cukup kuat menganggkatnya.
"Berat sekali. Bagaimana dengan Janson? Kalau tidak di obati diarenya tidak akan sembuh. Kasihan dia. Masa harus menunggu sampai pagi dan membeli obat diare di toko." Gumam Anaya.
KRIET,..
Ada seorang Anak Lelaki yang Anaya kenali memasuki kamar mandi Ayahnya. Suara dorongan pintu itu membuatnya refleks menoleh, Anaya terkejut.
"Janson kamu disini! Gimana diarenya apa sudah sembuh?" Anaya yang cemas memikirkannya beberapa menit melontarkan pertanyaan. Anaya sedikit tenang karena melihat Janson yang tampak sehat. Anaya menuruni tangga kecil mendekati Janson.
"Kau baik baik saja kan Janson?" Anaya mengulang pertanyaannya. Janson hanya diam lalu mengangguk. Tidak menatapnya ataupun bicara. Wajah Janson tertutup oleh rambutnya. Janson masih menunduk menatap lantai. Anaya tidak tertarik menatap wajahnya.
"Aku minta maaf tidak bisa mengangkat kotak itu. Berat soalnya.Bisa tidak menunggu sampai besok?" Tanya Anaya kembali, Janson menggelengkan kepalanya. Anaya tertegun menatap tingkah Janson yang aneh, tidak seperti sebelumnya.
"Harus sekarang?" Anaya merasa ganjil, bertanya padanya yang menjawab dengan 'anggukan' berarti 'iya' dan 'gelengan' artinya 'tidak'. Anaya berbalik lagi menaiki tangga kecil. Berusaha menganggat kotak P3K itu sekali lagi, kini Jansoon ikut mengambil tangga kecil membantunya, meski gerakannya kaku Anaya memperhatikannya selintas.
'Ayah biasanya menyelipkan obat diare di antara lakban lakban' Benaknya.
Janson sudah meletakan tangga kecil di samping Anaya, mereka menganggkat kotak P3K yang beratnya 1-1,2 kilo itu.
"Trima kasih." Anaya berkata pelan. Janson mengangguk dan pergi meninggalkan Anaya sendiri dengan kotak P3K itu. Tanpa fikir panjang ia mencari obat diare di antara tumpukan. Anaya tertegun seketika.
"Hei, bukannya tadi Janson sudah sembuh, lantas untuk apa aku mengambilkan obat diare untuknya. Ya, sudahlah yang penting dia harus meminum ini." Anaya bergegas meninggalkan kamar itu, kotak itu tertutup dan dibiarkan di lantai, karena tidak mungkin Anaya menaruhnya kembali. Sekarang ia menuju lantai 2 hendak memberi obat dan pakaian ganti.
Anaya membuka pintunya, seketika dia tertegun menatap pintu kamar mandi yang menutup, Anaya kira Janson sudah sembuh, tapi nyatanya Anaya masih mendengar rintihan dan ocehan dari dalam kamar mandi.Kalau Janson masih di kamar mandi! Lantas, siapa yang membantunya tadi di lantai bawah? Ini membuatnya merinding sekaligus bingung.
Gadis itu memutuskan tidak peduli, dia bergegas meletakan obat diare dan baju itu. Lalu menuju lantai bawah.
****
DAPUR
Anaya melihat toples kue basi yang hendak ia buang dan membersihkan toples itu, namun kue basi itu malah hilang, Anaya tertawa sendiri.
"Haduh, pantas saja! Janson mulas mulas begitu. Dia memakan kue basi ini. Dasar sembarangan aja!." Anaya geleng geleng sendiri. Dia meraih bahan bahan, dan mulai membuat masakan. Anaya tidak bisa memasak nasi tapi sebagai gantinya Anaya mengganti dengan roti dan selai, susu, atau susu cokelat. Dia juga mencuci buah.
Anaya memang sedang kehabisan stok roti. Karna itulah ia mampir untuk membeli roti di toko itu. Tapi ia malah dicaci maki, di hina dan dilempari sayur busuk. Kabar miring itu membuat Anaya sangat tersakiti, tapi ia enggan bercerita terang terangan pada Janson. Padahal Janson sudah menawarkan diri ingin menjadi teman dekat Anaya.
Anaya tahu Janson memang berniat baik, meskipun Janson baik padanya Anaya tetap sungkan karena mereka baru 12 jam saling mengenal. Kini hati Anaya lumayan lega karena ia tidak merasa sendiri lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
°•Anne's chaa•°
kak aku mampir...semangat terus berkarya nya!!!!🥳
2021-07-30
0
Tika c
Jansonnya takut petir
2021-03-24
0
Luna Sani
Siip 👍
2020-10-28
0