Matahari menyinari kota bansar yang penuh dengan kesibukan hari yang padat, para pejalan kaki terlihat dimana mana, dan lalu lalang kendaraan dari mulai beroda dua hingga beroda empat di jalan raya.
Dedaunan kering dipelataran yang luas banyak yang jatuh berguguran dari tangkainya, dan ada yang menyapunya di bawah, tukang kebun.
Terik sinar matahari tembus di Depan jendela kamar Anaya. Menyilaukan matanya sedari tadi.
Perlahan dia mulai membuka mata karena silau.
“uuh sinar mataharinya menyilaukan sekali, mataku tak bisa melihatnya karena silau.. ooh iya!” Anaya Baru saja mendapatkan kesadarannya namun sudah kaget dengan apa yang akan dijalaninya hari ini.
“Anaya besok akan ada guru privat di rumah, bangun jam enam pagi, dan sudah siap belajar di perpustakaan jam 7 pagi nanti.. oke. Aku akan menunggu.” Dan itu yang dikatakan Janson sebelum Anaya beranjak tidur setelah menonton bersama keluarga Janson tadi malam.
Sebenarnya hanya ada Aliza, galih yang menemani mereka berdua menonton. Anggota keluarga Janson yang lain sedang sibuk di pekerjaan. Mereka pulang juga hanya untuk tidur dan beristirahat. Sisanya sedang pergi berlibur. Rumah ini hanya diisi dengan pembantu dan tukang kebun.
“Astaga ini sudah jam berapa??” Anaya menoleh cepat ke arah jam di atas meja. Waktu menunjukkan pukul 6.39 Pagi. Sisa siap siapnya hanya 21 menit.
Anaya bergegas loncat dari tempat duduknya, merapikan tempat tidur lalu bergegas mandi, 10 menit dengan keadaan terburu buru. Anaya bergegas merapikan dirinya dan bajunya, dan akhirnya selesai di waktu yang teramat singkat. 17 menit.
Anaya bergegas mengambil peralatan belajar dan buku bukunya. Lalu bergegas meninggalkan kamarnya. Untuk pergi ke lorong perpustakaan yang tidak jauh dari kamarnya.
20 menit Anaya telah sampai di depan pintu perpustakaan yang memang ada dua pintu.
Saat membuka pintunya Janson dan guru privat sedang mengajar. Ini tepat pukul 7 pagi. Dan guru privat baru memulai pelajaran dengan mengulas materi beberapa Minggu yang lalu.
“eh Anaya, datang tepat waktu. Duduklah..” Janson segera menyapa.
“Iya, syukurlah tidak terlambat..” Anaya bergumam. Dan lekas beranjak duduk di tempatnya.
“karena semuanya sudah berada di sini mari kita memulai pelajaran. Coba kalian sebutkan sudah belajar apa saja dan berapa lama.”
“saya sudah belajar beberapa pelajaran menghitung ruas dan bidang, sejarah dan beberapa pengetahuan dasar di masyarakat Miss.” Jawab Janson.
“yup Janson, silahkan duduk kembali. Silahkan Anaya. Kamu ingin belajar di bidang apa.. bahasa Inggris, Seni, atau di bidang matematika. Karna ibu takkan memberikan banyak materi. Karna ibu guru privat bukan sekolah umum.” Ucap guru itu padanya.
“Saya ingin belajar matematika, bahasa Indonesia dan pengetahuan alam Bu..” Jawab Anaya.
“Baiklah, Janson matematika, sejarah dan IPS. Sedangkan Anaya matematika, bahasa dan pengetahuan alam. Kalian sangat berbeda ya, hanya saja memiliki ketertarikan si satu bidang. Matematika, ibu akan mengajarkan pelajaran itu hari ini, besok baru kita akan memulai pelajaran sejarah dan bahasa Indonesia. Pekan depan ibu akan ada urusan nanti ibu kabari lagi kalau senggang.” Kata ibu guru privat ini.
...***...
Waktu terus berjalan ke depan, dan Anaya Janson tengah belajar dengan materi yang sama.
Beberapa kali Anaya bertanya dan guru privat menjawab, dan kadang Janson juga yang bertanya.
Guru privat lagi lagi menjelaskan, tidak ada ujian dipelajaran mereka. Mereka hanya terus berlatih dengan soal soal sederhana. Jika sudah benar maka soalnya akan ditambah lebih rumit sedikit demi sedikit.
Kadang jika mereka tidak mengetahui cara menjawabnya, mereka bisa bertanya kapanpun.
Itulah cara belajar yang membuat Janson lumayan nyaman tapi agak mengesalkan, dia biasanya belajar sendirian. Sekarang rasanya tidak sendirian lagi itu Asyik juga.
“nah anak anak kalian bisa kembali, ibu akan pamit pada tuan dahulu..” Guru privat itu membiarkan kami mengemasi barang barang bekas belajar kami selama beberapa jam terakhir.
Belum sempat guru itu pindah tempat, Janson sudah memulai lagi bertingkah agak aneh.
“apa kau menyukai cara belajar ini, bagaimana menurut pendapatmu?”
“sangat lancar, dan mudah untuk dimengerti. Aku senang selama belajar Janson.” Anaya menatap dan bicara dengan Janson.
Guru privat itu tidak terlihat lagi di lorong di depan pintu, dan mereka hanya tinggal berdua saja.
Anaya selesai merapikan bukunya yang berserakan di atas meja, demikian juga Janson.
“Anaya aku mau menunjukkan sesuatu.. tunggu ya..” Janson beranjak berdiri dan langsung mencari sesuatu di rak rak buku perpustakaan.
Anaya hanya memperhatikan Janson untuk saat ini, hingga beberapa menit Janson kembali dan membawa sebuah buku bersampul hijau.
“Apa itu Janson..”
“Ini kisah ibuku dan ayahku, ayah yang menulisnya. Dan ya aku dan kak galih itu beda ibu ya Anaya. Apa kau tidak menyadari?” Tanya Janson.
“Iya, aku gak tau..” Jawab Anaya.
“Anaya aku ingin cerita hal ini sedari awal aku mengenalmu.. kau tau, aku sama denganmu.. bedanya aku tak pernah melihat wajah ibuku sama sekali sejak kecilpun tak ada ingatan tentang ibuku Anaya.” Janson menjelaskan.
Anaya kini menoleh ke arahnya, lalu menatap buku yang dipegang Janson.
“tak ku sangka.. Janson yang terlihat memiliki keluarga yang bahagia ternyata ia tidak pernah melihat ibunya sedari kecil.. dan ibunya galih bukan ibunya Janson.. ada satu perbedaan diantara galih dan Janson.. mata mereka berbeda.. Janson bermata biru laut, sedangkan galih coklat. Aku sempat berfikir ayah Janson yaitu paman Fariz pernah menikah dengan orang bule. Yang tinggal di Eroha.. ternyata tidak, lantas dengan siapa paman menikah..” batin Anaya.
Kemudian tanpa ada kalimat lainnya yang keluar dari mulut Janson, ia membuka halaman 130.
Disana ada sebuah foto pasangan yang menempel di kertas. Namun hanya foto ayahnya saja yang jelas, foto di sebelahnya wajahnya buram, bahkan Anaya tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
“apa ini..”
“Perkenalkan Anaya, ini ibuku.. kata ayah ini ibu.. walaupun wajahnya tak terlihat tapi ibu mirip sekali denganku.. itu kata ayah..” Janson masih menatap foto blur itu, seakan ia ingin sekali memperjelas fotonya..
Tes..
Janson mengeluarkan air matanya, kali ini bertubi tubi.
Anaya yang melihatnya segera memegang pipi Janson mengarahkannya ke wajah Anaya. Tangan Janson yang sedang memegang buku itupun terlepas. Buku itu menutup rapih dengan sendirinya.
Kini wajah mereka berhadap hadapan. Janson masih berlinang air mata di kedua pipinya.
“Kau jangan sedih.. aku akan sedih kalau kau sedih Janson..” Anaya langsung mendekap kepala Janson di bahunya.
“anaya..”
“Tak apa, keluarkan saja..”
Tak lama kemudian Janson menangis di bahu Anaya. Anaya juga ikut meneteskan air matanya meski tak sebanyak Janson.
...---------...
Tangisan Janson kini sudah mulai reda, 15 menit dia menangis.. dan kini mood Janson berubah.
Dia tak terlalu antusias lagi pada Anaya sejak menangis tadi. Dia hanya memandangi buku bersampul hijau itu.
“Janson ikut aku ke balkon sebentar..”
Janson ingin menoleh namun tangan Anaya memegangnya erat kali ini.
Di antara angin yang berhembus kencang, pemandangan balkon lantai dua memang sangat indah, dibawah sana terlihat bunga yang berwarna warni.
“Janson kau tau aku menyukaimu kan?” tanya Anaya.
“Ya..”
Untuk menghibur Janson, Anaya harus melakukan sesuatu. Dan inilah cara kenghiburnya.
Anaya merangkul Janson dengan cepat meski tubuhnya lebih kecil, namun tinggi mereka hanya berbeda 10 Senti. Membuat Anaya sangat mudah meraih Janson.
Cup
Anaya mencium pipi Janson untuk sekedar menghiburnya. Agar Janson tak sedih lagi mengingat ibunya itu.
Janson kini terkejut dengan apa yang Anaya lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
🧭 Wong Deso
Lanjut kak..
Semangat terus ya kak 😊
Aku selalu mendukung karyamu
Salam dari karyaku 🍂 TA'ARUF CINTA
jangan lupa tinggalkan jejak 😊👍
2020-09-27
1
Mommy 2
lanjut thor 🤗
2020-09-26
1