BAB 1
Empat puluh tahun lalu, seorang lelaki usia 40 tahun. Tengah mengemas barang barangnya, dia telah berpisah dengan istrinya. Dia harus mengasuh seorang putra. Istrinya tidak mau bersusah payah membesarkan dia. Karna memang ibunya tidak menyayanginya. Lelaki itu sendiri memutuskan pindah ke sebuah kota kecil yang nyaman. Lelaki itu memang lari dari masa lalunya.
"Ayah,.. Ibu tidak ikut?" Ucap Anaknya.
Ayahnya langsung menggeleng kuat kuat. Anak itu bersedih. Lelaki itu menoleh, melihat wajah Putranya yang berubah itu.
"Nak, Ibumu tidak menyayangimu, Ayah juga telah ditipu olehnya. Jangan bersedih, jangan tangisi Perempuan hina itu!!. Dia memang sejak awal bilang, hanya mencintai harta Ayah. Sudahlah, tak perlu di bahas. Ayo Fariz kita berangkat. Ayah telah selesai mengemas barangmu." Ayahnya menoleh padanya. Fariz melirik tas pemberian Ibunya.
"Boleh aku bawa ini." Fariz mengangkat tas itu. Dengan nada amarah Ayahnya menjawab kasar. "Tidak!! Tinggalkan saja tas itu!! Atau kamu mau tinggal bersama Ibumu!" Fariz dengan segera menggelengkan kepalanya, meletakan kembali tas itu, dan lekas menaiki mobil hitam. Dia menatap sedih ke arah rumah lamanya.
Semua kenangan manis dulu, harus ia tinggalkan, tas dengan motif tentara itu adalah satu satunya barang pemberian Ibunya. Fariz terus menatap ke belakang, sedangkan Ayahnya fokus kedepan tidak memperhatikannya. Dalam benak Fariz bertanya tanya, "Kenapa Ibu, tidak menyayangiku?" Gumamnya.
Mobil hitam yang di kemudikan Ayahnya itu melaju dengan kecepatan stabil. Beberapa jam Fariz tertidur. Anak berusia 8 tahun itu sangat tampan, berkulit putih bersih, matanya coklat mempesona, tingginya 130 cm. Untuk anak seumuranya dia tidak terlalu mengerti situasi. Mobil itu tiba di pom bensin terdekat, untuk mengisi bahan bakar. Ayahnya turun. Fariz yang mendengar kebisingan itu terbangun.
"Ayah." Dia membuka pintu mobil, ada banyak orang yang mengantri, pedagang asongan, bahkan pengamen.
"Fariz, kamu bangun!" Ayahnya mendekatinya, Ayahnya ternyata sedang membeli beberapa barang di supermarket terdekat, setra ke toilet.
"Ayo kembali ke mobil, antrian bensinnya sudah maju!" Ayahnya menunjuk antrian kendaraan yang mulai merangkak maju. Fariz mengagguk. Fariz membuka pintu mobil kemudian duduk memasang sabuk pengaman. Ayahnya kembali ke depan memegang kokoh stir mobil. Beberapa menit berlangsung, perjalanan mereka berlanjut, Mobil hitam itu melewati kemacetan jalan raya, melewati patung memutarinya, melewati perumahan mewah, stadion bola, dan terus ke arah timur jawa. Sampai mereka hanya melewati kebun teh, area persawahan luas, dan beberapa rumah penduduk. Mobil hitam itu sempat melewati jembatan besar sebelum tiba di gerbang masuk hutan.
"Apa kita akan tinggal di hutan?" Tanya Fariz. Ayahnya tertawa. "Tentu tidak, Fariz! Ada ada saja kamu. Disana ada kota kecil tapi indah. Kamu lihat saja nanti." Ayahnya menoleh sebentar dan menoleh ke depan lagi, fikus dengan jalan raya.
Satu jam melewati kawasan hutan lebat, seskali burung berbulu warna warni terbang di atas mobil mereka, beberapa malah hinggap setelah itu terbang lagi. Fariz tersenyum melihatnya. Mobil itu juga melewati rawa rawa. Fariz melihat sisi kirinya itu. Melihat ke arah jendela. Ada banyak buaya yang sedang berjemur di tepi rawa. Mobil itu terus melaju sampai menembus hutan, dan Fariz menatap tak berkedip. Ternyata memang ada kota di tengah hutan bantara tadi.
"Lihat, banyak yang punya toko bagus bukan?" Ayahnya menunjuk. Fariz mengangguk. Mobil itu melaju ke arah perumahan yang lumayan mewah. Di pintu gerbang itu tertulis perumahan Melati 1. Rumah dengan dua lantai, yang terlihat kurang terawat.
"Ini rumah baru kita?" Fariz bertanya. Ayahnya mengangguk. Ayahnya serta Fariz turun dari mobil. Namun langkah Fariz yang ingin melangkah mendekati rumah itu tertahan.
"Eh, Nak. Kau siapa." Ucap seseorang yang membuka gerbang masuk rumah itu.
"Aku-" Fariz terlihat sedikit takut menatap orang itu, muka nya itu berbelang luka, kecoklatan. Kakiku refleks mundur.
"Selamat siang mang!" Justru Ayahku yang lebih dulu memotong kalimatku. "Mang Karman kan?" Lanjut Ayah, "Eh, Pak Burhan." Wajah tua dengan rambut yang sudah memutih itu menoleh ke arah lain.
"Lama tidak bertemu.." Ucap orang yang bernama Karman itu. "Apa kabar anda?" Mang Karman bertanya.
"Saya baik, Baik. Eh ngomong ngomong, perkenalkan, ini Putra Sulung saya. Fariz ayo menyapa!" Ayahku mengangguk angguk. Aku jeri menatap orang di depanku. Mang Karman mendekatiku yang menatapnya ngeri.
"Halo nak! Siapa namamu?" Mang Karman menanyaiku, aku mundur menggenggam tangan Ayahku. Ayahku menoleh bingung "Ada apa Fariz?" Ayahku bertanya. "Wajah Mang Karman, seram!! Ayah!!" Mendengar jawabanku mereka berdua tertawa. "Oh ya, tentu.. Nak, orang orang lain juga menyebutku hantu! Jika aku masih memangkas dedaunan di rumah ini. Bahkan ada yang merekamku!"
Jelasnya.
"Sepertinya dia benar benar takut ya? Baik. Ini Fariz Putra saya." Jawab Ayahku. Mang Karman mengangguk.
"Bagaimana kabar istrimu. Burhan?" Tanya Mang Karman.
"Kami sudah bercerai. Pak Karman. Aku tahu akal busuknya." Jawab Ayahku.
"Kau, sudah ku peringatkan bukan. Nah, silakan menempati rumah ini. Ini milik putriku. Dia sudah lama meninggal." Mang Karman mempersilahkan kami memasuki rumahnya. Ayah membuka bagasi dan mengeluarkan koper.
Setelah percakapan tadi, kami bergegas memasuki rumah. "Fariz. Ini rumah Mang Karman sebenarnya, Ayah, sudah tidak punya uang atau pekerjaan lain. Kami baik baik ya disini." Aku menaptap Ayah. Memahami kalimatnya.
"Kau harus mengerti ya, Mang Karman membantu Ayah sekarang, dan juga membantu mencarikan Ayah pekerjaan. Entah sebagai supir, tukang kebun atau pedagang. Dan Ayah juga akan menjual mobil ini." Burhan menunjuk mobil hitam tua itu, yang mungkin setara dengan harga 2 motor. Mobil itu adalah merek lama, dan tidak ada di pasaran. Fariz menatap Ayahnya tidak percaya.
Sebangkrut itukah Ayah, dan ini gara gara Ibu!! Fariz sudah berada di ruang tamu, dia menatap sekeliling yang dipenuhi debu, perabotannya ditutupi kain putih. "Fariz." Suara Mang Karman memanggilnya, Fariz menoleh.
"Iya," kini dia tidak terlohat takut seperti sebelumnya. "Kamar kamu ada di atas, Itu sbetulnya kamarnya Amelia, Tapi. Yah kamu pakai saja. Ya, Jangan sungkan." Fariz mengangguk. Meski masih belum terbiasa menatap wajah setengah buruk rupa itu.
"Trima kasih, Paman." Jawabnya, Mang Karman mengangguk. Fariz segera melangkah ke anak tangga, dia tiba di sebuah pintu kayu yang terukir. "Amelia." Fariz membacanya, Dan kemudian mendorong daun pintunya, ada bunyi kriet diengsel pintunya. Sepertinya itu harus diganti dengan engsel baru. Kamar itu sangat berantakan berdebu dan dipenuhi sarang laba laba di banyak tempat yang membuat kamar ini menyeramkan adalah tidak ada lampu, Fariz melangkah mencari tombol lampu namun tidak ada saklar apapun. Dia melirik dinding kamar ada jendela kayu. Fariz membuka gerendel lalu membiarkan cahaya matahari pagi menerpa kamar itu.
Kini ia melihatnya dengan jelas, ada lukisan aneh di kamarnya, tempat lilin usang dan sebuah boneka kelinci yang tergeletak penuh debu Fariz meraih boneka itu. "Ini masih bagus, kenapa di letakan di sini?" Anak lelaki itu meletakan boneka itu di tempat duduk kayu.
"Fariz.. Turun sebentar!! Paman mau bicara.." Rasa ingin tahunya terhadap boneka itu tertunda, mendengar teriakan Mang Karman. Fariz segera menuju pintu dan menuruni anak tangga.
Di dalam kamar itu. Persis saat sosok Fariz telah turun, lenyap dari lantai dua. Boneka kelinci itu mengeluarkan darah di bagian matanya. Lantas boneka itu berdiri tegak melangkah ke luar kamar, ikut menuruni anak tangga, seperti yang Fariz lakukan. Boneka itu mengikuti Fariz.
Fariz telah sempurna turun dari anak tangga lantai dua. Dia menuju halaman depan. "Ada apa Paman?" Fariz melihat Mang Karman yang tengah asyik menggali tanah dan memasukan biji tanaman.
"Oh ini lho, Fariz kalau mau bersih bersih! Peralatannya ada di gudang. Sebelah kiri tuh dekat." Jelas Mang Karman. Fariz mengangguk, kebetulan dia sedang bingung. Bagaimana membersihkan kamarnya yang berdebu dan dipenuhi sarang laba laba itu, kalau tidak ada alatnya.
"Ia paman, aku memang butuh kemoceng, sapu, tempat sampah kecil, lap dan se ember air." Fariz tersenyum.
"Maka dari itu paman kasih tau!! hahahaha..." mereka berdua tertawa, tanpa menyadari. Diam diam dari arah kejauhan. Ada yang mengintai mereka sejak tadi.
Fariz langsung balik kanan ke arah gudang, seperti yang di katakan Mang Karman, disanalah gudang tempat alat alat untuk membersihkan rumah. Gudang itu memang terbuka lebar, tapi keadaannya jauh lebih rapih dibanding kamar atas.
"Apakah paman tidak pernah membersihkan kamar di atas?! ya!" Gumamnya. Seraya mengambil beberapa kain lap, mengisi ember dengan air, kemoceng dan menarik tempat sampah yang beroda.
Fariz kembali memasuki rumah membawa barang barang itu. Kemoceng dia bawa di ketiak, ember nya ia bawa dengan tangan sementara tempat sampah itu ia tarik. Anak lelaki ini hampir terlonjak, saat melihat boneka kelinci yang ia letakan di kursi kayu itu menghilang.
"Kemana boneka itu. Aku ingat menaruhnya disini." Fariz melngkah masuk meninggalkan peralatan yang ia bawa, di tepi pintu. Fariz menoleh ke kiri kanan. Lima belas menit berlalu, dia menyerah memutuskan tidak peduli. Yang terpenting dia harus membereskan kamar itu, suasana kamar ini lebih buruk di banding kapal pecah.
Fariz sesekali bersin terkena debu yang berjatuhan di hidungnya, dia membersihkan apapun yang berdebu. Jika air itu mulai coklat, Fariz segera mengisinya kembali. Sekaligus memunguti sampah yang berserakan di kamar itu. Setengah jam kemudian Fariz tertidur karna kelelahan, sprey di tempat tidur itu sudah ia ganti. Fariz sama sekali tidak menyadari, boneka kelinci itu tengah menatapnya sambil tersenyum, bonela itu melangkah, merangkak menaikui kursi lalu kembali ke posisinya semula.
Kamar itu sudah separuh bersih berkat usahanya. meja tak lagi berdebu, ranjang terlihat rapih dan lantai sudah separuh bersih. Layak untuk di jadikan istirahat sementara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
NafriW⃠
sari ini aku Puput aku dh like sama rate di akun semua nti km mampir ya d triplets indigo
thanks you 😘😘😘
2020-09-06
1