Anaya tengah merapikan piring kotor di dapur, setelah itu ia membawa makanan ke ruang makan. Anaya menutupnya dengan tudung saji. Membuat roti selai sama sekali bukan hal yang sulit untuknya. Dia memang dikasih buku masak. Tapi Anaya tidak tau bagaimana caranya memasak. Tidak ada yang mengajarinya.
Makanan itu telah tertutup tudung saji, Anaya mengusap keringat di dahinya. Belum sempat ia melangkah kilat guntur itu menyambar tiang listrik besar di pusat kota Bansar. Membuat setiap sudut rumah warga terkena pemadaman listrik, hampir separuh dari Kota Bansar terkena pemadaman listrik. Mati lampu massal terjadi.
Bzzzt.. Bzzzt..
Klap..
Anaya menoleh keatas, dia bingung kenapa lampunya mati. Janson yang masih diare di kamar mandi sontak berteriak histeris melihat keadaan.
"ANAYAAAA.. KENAPA LAMPUNYA MATI... ?! ANAYA.." Janson tidak bisa melihat apapun di dalam kamar mandi itu. Semuanya tampak temaram dimatanya.
Sedangkan Anaya di bawah tengah membawa lilin, dan gelas kaca di atas nampan lingkaran, lilin itu digengam di lengan kanan. Anaya menaiki Anak tangga kembali.
Gadis itu mendorong pintu kamarnya. Kebetulan pintu itu harus diganti engselnya karena sudah karatan.
Kriet..
Janson tengah merinding di kamar mandi seorang diri, apalagi dia mendengar pintu di dorong dari luar.
"SI.., SIAPA DISANA.. ANAYA!, APA ITU KAU?" Teriak Janson dengan kaki gemetaran, teriakannya sedikit lirih.
"Ya, ini aku." Ucap Anaya pendek, seraya mengetuk pintu kamar mandi. Ketakutan Janson memudar digantikan hembuskan nafas lega.
Janson beranjak berdiri, dia sudah bolak balik ke kamar mandi selama berkali kali. Pakaian kotornya ia taruh di keranjang, dia sekarang melilitkan handuk di bagian perut sampai betis. Janson membuka pintu, Anaya sedari tadi ada di depan pintu kamar mandi sembari memegang tempat lilin.
Saat Janson membuka pintu kamar mandi Anaya sudah terlihat di depannya, anak Lelaki itu kemudian berteriak parau karena terkejut melihat wajah Anaya yang terlihat pucat selintas di tepi cahaya lilin.
"AAA.." Janson menutup wajahnya karena ketakutan. Sedangkan Anaya tengah menahan tawa, melihat Janson yang ketakutan sampai seperti itu.
"Ada apa sih Janson? Ini obat diarenya, cepat di minum." Anaya berkata pelan.
Janson membuka telapak tangannya yang sedari tadi menutupi wajahnya. Anaya tersenyum mengulurkan obat diare, sembari menunjuk air putih yang ia tuangkan. Lilin itu telah di letakan di atas meja saat Janson sibuk menutup wajah.
****
Janson beranjak duduk di tepi ranjang tempat tidur Anaya, sedangkan Gadis itu duduk sebelah Janson. Jarak keduanya cukup dekat. Janson segera meminum pil diare itu dan ia meraih air putih.
"Kenapa kau makan kue basi itu?" Tanya Anaya padanya karena heran. Kenapa kue basi satu toples itu bisa sampai habis, dimakan oleh Janson seorang diri.
"Awalnya aku terbangun gara gara suhu dingin, Anaya. Aku mencarimu di dapur, aku fikir kau masih disana tapi aku malah melihat kotak kue, perutku lapar jadi kumakan saja kuenya." Jelas Janson.
Anaya menepuk dahinya lalu berujar, " astaga Janson, kue kering itu sudah basi. Disimpan oleh Almarhum Kak Aditya 3 bulan lalu, akan ku buang tadi. Pantas saja kau diare, Janson.. Janson.." Anaya geleng geleng kepala.
"Eh, iya. Kau menemukan pakaian ganti untukku, atau tidak?" Tanya Janson menatap Anaya. Ia mengangguk menunjuk laci kecil di depannya. Janson beranjak mendekati laci itu dan membukanya. Janson mematung seketika.
"Ada apa?" Anaya bertanya sambil menahan tawa, sepasang baju kuning dan celana dengan gambar anime barbie itu terlihat cocok kalau dipakai oleh Anak Gadis. Tetapi untuk Lelaki? Sama sekali tidak pantas!
"Apa tidak ada yang lain?" Tanya Janson.
Anaya menggeleng. "Hanya itu yang ada Janson, kalau kau tidak mau ya sudah. Aku tidak akan memaksa." Anaya beranjak mengambil pakaian itu, sekejap tangannya tertahan.
"Iya deh mau, dari pada gak ada yang lain." Janson bergegas mengambil pakaian itu, segera ke kamar mandi mengganti bajunya.
BEBERAPA MENIT KEMUDIAN..
Setelah Janson keluar, Anaya tak henti hentinya memperhatikan penampilan Janson yang menggelikan.
"Kau lapar tidak Janson?" Anaya menawari Janson yang sedari tadi diam, memonyongkan bibirnya.
"Tidak!!" Ucapnya, tapi perutnya berkata lain.
Kruyuk..
Anaya bangkit hendak ke lantai satu, Janson mengalah kalah oleh perutnya sendiri. Akhirnya mengikuti Anaya.
Mereka menghabiskan roti selai itu dalam beberapa menit, Anaya membereskan sisanya. Mencuci piring itu. Merasa tidak enak, Janson membantu Anaya mencuci piring.
"Oh, ya Anaya, selain ceroboh memakan kue itu, aku berlari mencarimu karena ada sesosok hitam yang mengikutiku dari arah dapur!" Janson memulai percakapan. Anaya hampir menjatuhkan piring terkejut atas ungkapan Janson.
"Jangan sebut sosok itu.." Sergah Anaya lirih.
"Memangnya kenap-" Belum genap kalimat Janson.
PRANG..
Belum genap kalimat Janson, salah satu vas bunga besar terbanting pecah. Pecahan kaca itu melayang terarah kepada punggung Janson, Anaya segera mendorong Janson untuk tiarap. Anaya juga menjadi tameng pelindung bagi Janson meski bertubuh mungil.
"A.. Ada apa Anaya..?" Janson menoleh kearahnya menatap tidak mengerti, hendak meminta penjelasan.
"Janson, aku berjanji akan melindungimu." Anaya berkata pelan. Pecahan vas itu mengenai punggung Anaya sedikit, tapi cukup untuk membuat punggungnya berdarah. Anaya meringis menahan sakit.
"Melindungi? dari apa-"
DUAK.. BRUAK..
Kalimatnya terhalangi lagi oleh benda benda tajam dan tumpul yang mulai beterbangan kemudian terlempar ke arah mereka berdua, Anaya dan Janson segera menyingkir kesana kemari, berusaha menghindar dari benda benda itu. Anaya tadi juga sempat meraih mantel coklat tebalnya, yang di letakan di kursi.sebelum meninggalkan ruang makan.
"Jangan banyak tanya dulu Janson. Kita harus bergegas naik ke lantai atas.." Anaya berbisik.
"Tapi,.." Sergah Janson.
"Sst" Anaya berusaha membuat Janson berhenti bicara karena situasi tidak memungkinkan untuk berbicara.
Keduanya masih berlari menyusuri ruang tengah televisi sembari sesekali berlindung di balik sofa.
Ketika mereka hampir mencapai anak tangga, saat itulah, salah satu garpu yang melayang dari dapur teracung ke arah mereka. Anaya melirik dan segera menarik Janson agar mempercepat langkahnya.
CLEB.
Garpu itu hanya mengenai kursi kayu. Anaya dan Janson mulai menaiki anak tangga. Mereka terus menaiki anak tangga sembari menghindar dari benda benda itu, Saat mereka hampir tiba di lantai 2. Langkah Anaya dan Janson tertahan. Karena di depan mereka telah sempurna berdiri Sosok hitam dengan taring 2 terhunus ke bawah dan ke atas. Sosok itu belum membuka mata, tapi sudah terlihat mengerikan.
"A - Apa itu Anaya.." Janson berkata gagap sambil berusaha menunjuk sosok di hadapan mereka, tangan Janson langsung di tepis sebelum ia sempurna menunjuk sosok itu.
"LARI!!" Anaya berbalik arah hendak ke lantai satu. Anaya menarik tangan Janson yang masih menatap sosok itu. Namun sosok hitam bergerak cepat memegang kaki Janson bram. Kemudian ia menariknya menuju lantai 2
"JANSOONN!!!!" Anaya berteriak parau. Ia melepaskan tangan Janson secara tidak sengaja. Janson terus diseret oleh Sosok Hitam itu. Beruntung keadaan Janson tidak tengkurap, melainkan sebaliknya.
"JANSOON.!! JANGAN BIARKAN DIA MENGENDALIKAN FIKIRANMU..!! BERTAHANLAH JANSOON..!!!" Anaya berlari dan berteriak sambil.mengejar, namun ia terjatuh ke bawah sebelum sempurna sampai di lantai 2. hanya beberapa anak tangga. Tapi cukup untuk menjauhkan mereka berdua. Janson terus berteriak. Semantara benda benda yang tadi berterbangan, berhenti menyerang mereka.
"ANAYAAA TOLONGGG!! TOLONGG AKUUU" Janson terus menronta ronta berusaha menyakiti Sosok Hitam itu dengan benda yang ada di sekitarnya. Namun tidak berefek, dan sebagai balasan makhluk itu menariknya lebih cepat, sehingga kepala Janson sekarang berdarah, pelipisnya terkena ujung tangga yang tajam.
"Lepaskan Jansoonn!! Dia tidak bersalah, kalau kau menginginkanku, tangkap aku, jangan dia!!" Anaya terus berusaha mengejar makhluk itu untuk menyelamatkan temannya.
Anaya tertinggal di lantai dua sedangkan Sosok hitam itu telah mengakat Janson dengan tangannya di udara mencekiknya di atap rumah Anaya. "AAAKKKHHHH..., Anaaya.. oohok.. ohok.. " Suara Janson hampir hilang, nafasnya tersendat. Anaya kehilangan jejak Janson dan Sosok hitam itu di lantai 2. Gadis itu sudah mengitari, dan memeriksa semua ruangan di lantai 2 dan 3.
"Atap!! Aku belum memeriksanya... Cepat Anaya, Janson dalam bahaya." Anaya berlari secepatnya. Dia juga menangis sepanjang perjalanan, 'maafkan aku Janson. Gara gara diriku, kau harus berada di ambang kematian. Hiks, siapapun.. Tolong Janson, dia temanku satu satunya. Aku ingin dia tetap hidup..'
Sekelebat bayangan melintasinya lebih cepat. Hujan masih mendadak lebat kembali, disertai guntur menggelegar.
"Apa itu?" Anaya berhenti sejenak.
"Aku tak peduli,.." Dia melanjutkan menaiki anak tangga.
Di antara tetes air yang mengguyurnya, Janson berusaha terus bertahan beberapa menit, tubuhnya mulai lemas kesadarannya mulai pudar, Sosok itu hendak melemparkan Janson dari atap lantai tiga, saat itulah, Sosok gadis kecil misterius mencekik leher Sosok hitam. Sosok hitam refleks melepaskan Janson ke samping. Jarak pertarungan itu sangat menegangkan, kedua sosok itu bertarung selintas dengan energi tak kasat mata, detum dentuman terdengar. Meski samar di telinga Janson.
Tubuh lemah Janson terbebas dari cengkraman makhluk itu. Ia berusaha merangkak menjauh dari pertarungan itu sekaligus menjauh ke pintu atap, namun Janson hanya bisa merangkak sampai tengah saja. Anak Lelaki itu hanya bisa menatap pertarungan itu.
BUM!!
BUAK!!
BUM!!
'Siapa Sosok Gadis kecil itu? Kenapa dia menolongku?' Ujar batin Janson.
Sosok Gadis Kecil dan Sosok Hitam itu bertarung dengan energi yang tidak kasat mata, kedua sosok itu terlihat menghilang perlahan. Anaya telah sempurna mendorong pintu menuju atap, dan menemukan Janson yang menatap bingung ke arah depan. Hujan mengguyur keduanya.
Anaya terduduk didekatnya, mendekap Janson dari samping, dengan segala kekhawatirannya. Ia takut terjadi hal yang buruk padanya.
"Syukurlah, kau baik baik saja Janson. Maaf tadi tanganku tidak sengaja melepaskanmu. Apa kau baik baik saja?" Anaya merasa bersalah. Dengan gerakan patah patah Jon berusaha menghiburnya, Mengelus elus kepalanya pelan.
"Aku tidak papa, trima kasih sudah khawatir padaku.. Ohok.." Janson hanya sanggup berkata lirih pada Anaya.
"Kita harus bergegas pergi dari sini, Tidak usah memikirkan hal yang tadi ya Janson, lupakan saja!" Ujar Anaya, Janson mengangguk.
Anaya memapah Janson ke kamarnya ia punya kotak P3K di lacinya, tapi tidak punya obat diare, yang ia punya perban, obat merah, kapas, dan plester.
Anaya segera membersihkan luka cekikan itu. Dan membalutnya dengan kapas yang ia kasih obat merah, terakhir ia memasang perban.
"Maafkan aku Janson." Anaya merasa bersalah. Janson menggeleng "ini bukan salahmu."
Anaya terakhir mengobati pelipis Janson, siku Anaya dia obati sendiri, sedangkan punggungnya yang berdarah dibantu oleh Janson.
*****
"Anaya, aku yang seharusnya bertrimakasih padamu karena telah menolongku, bisakah kita bersahabat sekarang?!." Anaya menatap Janson, dengan terharu sebagai balasan ia memeluk Janson dari samping.
"Iya," Jawab Anaya singkat.
"Tadi aku dibantu oleh seseorang Anaya!" Janson berkata pelan.
"Siapa?" Tanya Anaya.
"Em,.. Entahlah, mungkin cuma perasaanku saja, aku akan tidur di sini kan?"
Anaya mengangguk. "Bukan di atas tapi di samping." Anaya menunjuk bawah kasurnya. Janson menatap bingung.
Tempat tidur Anaya bisa di ubah menjadi dua, ia memberikan Janson bantal empuk untuknya tidur, Anaya juga beranjak tidur. Kekacawan di lantai bawah bisa ia urus pagi nanti.
SEMENTARA...
Sosok itu menggeram marah, mata merahnya yang menyala berkilat kilat. "Biarkan aku mengambil Bocah itu Melia,..!! Kenapa kau selalu menghalangiku, membawa Anaya.." Sosok Hitam berhasil di bawa pergi oleh Sosok Gadis Kecil. Namun, Sosok Gadis Kecil yang disebut Melia itu, Tengah terduduk kalah oleh Sosok Hitam di hadapannya.
"Dia adalah temanku.." Lirih Amelia.
"Omong kosong!, kau adalah budakku yang berkhianat Melia, Aku membiarkan kau berkeliaran bebas!!. Inikah balasanmu untuku!! Makhluk rendahan!!" Teriak Sosok itu. Sejenak tangan Melia terangkat, ia pergi dari sana. Sosok Hitam yang hendak menyerangnya batal, Wayana berteriak marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Tika c
makan kue basi abis itu diare😂😂
ni anak ceroboh banget sih, padahal laki😂😂
2021-03-24
0
Luna Sani
👍👍
2020-10-28
0
🍬🧀Kara
Holla kaka 👋
5 like mendarat disini...
Semangatt update nya ya 🔥
salam dari The cat prince❣
Jangan lupa mampir n feedback^^
Sukses selalu😗😙💫
2020-09-20
2