Sejak Bi Imah mengusirku, esok harinya dia pergi entah kemana. Dan setelah itu, tidak ada kejadian yang mencengangkan selama beberapa bulan.
Aku terbangun dari tidurku dan melakukan aktifitas. Mengepel lantai, membersihkan piring, apapun yang bisa kulakukan. Aku juga mengikat beberapa bunga lili, mawar putih, melati dan juga bunga tabur ini untuk makam Ayah dan Ibuku. Aku ingin menata makam mereka dengan indah.
Gadis itu segera beranjak dari kamarnya menuju halaman belakang, tepatnya garasi mobil. Tempat itu gelap dan berdebu sudah beberapa bulan dia tidak kesini. Anaya mencari tombol lampu, beberapa saat garasi itu telah terang. Anaya melihat mobil silver yang sudah diperbaiki juga di sebelahnya mobil hitam yang ringsek akibat kecelakaan beberapa waktu lalu.
Setelah penyelidikan itu ditutup, kepolisian membawa barang barang kedua orang tuanya, termasuk mobil ringsek ini. Ditambah lagi dengan kejadian tempo hari. Para warga sekitar mulai menjauhinya. Parahnya lagi akibat kabar miring surat ancaman itu, Anaya dikeluarkan dari sekolah. Anaya membaca surat DO itu. Dia bersedih kembali.
"Kami sangat prihatin terhadap semua yang menimpa kamu, Anaya. Tapi kami pihak Guru, Kepala sekolah, dan seluruh staf. Sepakat mengeluarkan kamu dari sekolah, bukan karna kabar itu! Melainkan, kami kasihan melihatmu nak." Surat itu ditutup dengan salam. Sejenak Anaya menatap lembaran itu dengan kesal, lalu merobeknya. Kertas itu segera berhamburan ke lantai.
...****************...
Beruntung baginya, Ayahnya seorang pengusaha sukses. Semua uang yang dimiliki Ayahnya tersimpan di rumah itu. Anaya tahu pintu yang menuju ruangan yang penuh dengan uang. Selain itu. Ibunya juga seorang pelajar yang pintar, mengoleksi begitu banyak buku, termasuk buku untuk sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas. Bahkan buku yang mencatat pelajaran kuliah. Anaya bisa membaca buku itu secara bertahap.
Tapi, kini Anaya hampir menangis mengingat hal itu lagi, matanya berkaca kaca. Sejenak ia menarik nafas dan menghembuskannya. Ia tak ingin mengingatnya lagi. "Kau harus kuat Anaya. huh.." Batinnya mencoba tegar, Anaya melangkah melewati dua mobil itu, dan tiba di tepi mobil silver, disana ada sebuah kain putih menutupi sebuah sepeda.
Sepeda ini adalah hadiah ulang tahun Anaya tahun lalu, Hermawan yang membelikan khusus untuk putri semata wayangnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
satu tahun lalu..
Pagi hari itu, Anaya mengucek matanya. Gadis berambut hitam panjang terurai, paras wajah putihnya terlihat manis, rambutnya berantakan, Anaya bergegas turun dari ranjangnya namun, pintu kamarnya di dorong dari luar. Membuat Anaya menoleh.
"Ibu,.." Anaya menatap ibunya bingung.
Linda tersenyum dengan kedua tangan yang ia sembunyikan. Anaya tidak tau kenapa Ibunya begitu ceria di pagi ini. "Selamat ulang tahun Anaya Prisila." Linda dengan senang menunjukan kotak kado yang dibalut dengan kain bunga yang indah untuknya.
Wajah Anaya terkejut sumringah, dia sangat senang menerima kado pemberian Ibunya. Apalagi saat gadis itu membuka isi hadiahnya. Sebuah baju katun lembut, dengan motif bunga mawar indah. Serta sepasang sepatu bermotif sama. Motif bunga mawar. Anaya memang sangat menyukai bunga.
"Anaya harus memakai ini, trus ke bawah ya. Sampai bertemu di bawah." Ibunya kembali menutup pintu itu. Meninggalkan Anaya sendiri di kamar. Dalam sekejap ia berpakaian rapih.
Hari ini hari spesial, hari ulang tahunku. Tetangga, kerabat, dan teman teman akan memberiku kado. Aku senang sekali.
...****************...
Anaya berputar putar di depan cermin. Untuk kesekian kali ia mematut penampilannya. Setelah puas bercermin Anaya menuruni anak tangga. Dan betapa gembiranya dia melihat kejutan lainnya.
Sebuah kardus besar, mungkin sebesar meja belajar, dan tinggi kardus itu hanya beberapa inci tingginya sebuah meja.
"Wah.. Itu apa Ayah?!" Anaya sampai berteriak karena senang. "Coba tebak!!" Hermawan tersenyum.
"Satu koper baju, gambar bunga!" Jawab Anaya. Hermawan menggeleng.
"Satu kotak sepatu." Tebak Anaya lagi. Ayahnya menggeleng.
"Terus! Apa dong!" Anaya tidak bisa menebaknya. Ibunya melangkah mendekati Anaya. "Kamu buka sekarang. Gih." Linda mengangguk pada Anaya. Wajah sedih Anaya kembali ceria, dia langsung merobek kardus besar itu dengan sebuah gunting.
Kardus besar itu terbuka separuh tapi sudah jelas apa isi kotak itu. Gagang setir terlihat.
"Sepedaa.. Wah.." Anaya sangat senang. Dia melangkah berbalik ke arah kedua orang tuanya, mengucapkan terima kasih dan memeluk erat keduanya.
Mereka melanjutkan acara itu, meriah sekali. Para Tetangga, dan Anak - Anak. Juga memeriahkan acara itu, ada game seru. Hingga sore mengakhirinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Anaya terduduk mengingat semua moment manis itu, yang sekarang hanya menjadi sebuah kenangan. "Ibu,.. Ayah.. Anaya ingat ini, jelas masih mengingatnya.." Anaya merengkuh sepeda itu. Anaya masih tidak percaya kedua orang tuanya telah pergi begitu jauh, sampai dirinya tak bisa menjangkau mereka.
Anaya mengusap air matanya. Bergegas mengeluarkan sepeda itu dari garasi, sepeda dengan motif bunga masih terlihat baru. Karena Anaya tidak menggunakannya lagi sejak mereka sering berlibur ke danau itu.
Anaya mengabil bunga tabur, dan karangan bunga itu. Memakai topi putih motif bunga dan baju katun lebut juga celana putih. Semua senada motif bunga mawar kesukaannya.
Anaya mulai mengayuh sepedanya menuju pemakaman, namun harus melewati jalan utama yang berupa pasar dan pertokoan.
Ketika ia melintas, masyarakat setempat menoleh padanya. Tatapan mereka sinis, tidak senang dengan kehadirannya di tengah keramaian. Bahkan kendaraan yang mau lewat, bergegas menepikan kendaraan. Membiarkan Anaya pergi tanpa halangan.
Tepatnya pengaruh surat itu sudah menyebar beberapa bulan terakhir.
Anaya berusaha mengacuhkan mereka, terus mengayuh sepeda. namun saat tiba di sebuah toko roti, Anaya berhanti sejenak. Dia ingin membeli roti.
Anaya memarkirkan sepedanya dan hendak memasuki toko roti itu. Namun, belum sempat ia memegang gagang pintu, sebuah sayur busuk mengenai dirinya.
Plok!!
Dari arah sampingnya berdiri beberapa Anak yang membawa seonggok plastik berisi sayur busuk. Merekalah yang melemparkan sayur busuk ke arah Anaya. Mereka menatap Anaya dengan marah.
"Pergi..!! Pergi!, sana..!! Kau akan menebar petaka jika tidak pergi sekarang.!!" Teriak salah satu Bocah itu. Anaya menoleh, " Aku hanya ingin membeli roti, apa salahku.?!" Ucapnya.
"Jika kau tidak pergi!, akan kami lempar lagi!. Cepat pergi dari sini.!" Teriak seorang Gadis dibelakangnya, dia mengancam sambil maju ke depan.
"Pergii!!!" Teriaknya.
Anaya mengalah segera kembali ke parkiran sepeda. Namun ia menatap sedih, sepeda itu rusak. "Sebenci itukah mereka padaku. Bahkan mereka merusak bunga tabur dan tangkaian bunga ini. Hiks."
dengan berat hati, Anaya harus kembali ke rumah, untuk mengambil tangkaian bunga di rumahnya. padahal ia sudah dekat menuju pemakaman.
...****************...
Di tengah jalan menuju rumah, Anaya merasa di intai. Keadaan jalan sangat sepi. Dia tidak bisa mengayuh sepeda karena rantainya putus.
"Siapa disana?" Anaya menoleh kiri dan kanan tak ada siapapun. Anaya mempercepat langkahnya sambil menoleh kebelakang, dia melihat Sosok Misterius mengikutinya, Anaya tidak memperhatikan arah depan. Ketika Anaya hendak berbelok dari tikungan, ia menabrak seseorang.
BRUK.
"Woy kalau jalan pake mata,." Anaya menabrak Anak Lelaki yang tengah mengayuh sepedanya, Anak itu terjatuh bersamaan dengannya, berdebam.
"Maaf, aku buru buru," ucap Anaya. Dia segera pergi begitu saja, karna ia sedang ketakutan. Anaya takut Sosok Misterius itu akan berbuat hal yang sama, itu berarti nyawa Anaya dalam bahaya.
"Enak saja kau mau pergi hah," Anak itu menarik tangan Anaya, "Kau mau kemana, woy. Hei kau harus tanggung jawab!! Lihat, sepedaku rantainya putus. Ayo cepat perbaiki." Teriak Anak Lelaki itu.
Anaya akhirnya melihatnya, "Aku kan sudah minta maaf, lagian salahmu juga. Kenapa melaju dengan kencang?, harusnya aku yang marah.!" Anaya menatapnya jengkel.
"Pokoknya kau harus memperbaiki sepedaku, titik. Hei.!" Anaya tidak memperdulikan ocehan Anak itu, dia malah segera pergi dari sana. Anak Lelaki itu, mau tak mau mengikuti Anaya, kalau ia ingin sepeda itu diperbaiki.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mereka telah berada di garasi rumah Anaya. Gadis itu segera membuka pintu belakang, dan menutupnya dengan tergesa gesa.
"Eh, ada apa kau terburu buru begini?" Anak itu menatap Anaya bingung. "Kenapa kau mengikutiku?!" Anaya baru menyadari, Anak Lelaki usia dua - tiga tahun diatasnya itu mengikutinya. Rambutnya pirang kecoklatan, bola matanya yang biru, dan wajahnya yang begitu menawan. Tapi, Anaya tidak peduli dengan penampilan Anak itu.
"Kau tidak seharusnya mengikutiku!" Ujar Anaya ketus, pada Anak didepannya.
"Hei, bagaimana aku bisa pulang!, rumahku 6 kilometer dari sini. Hei, berjalan kaki! Iya 'kali." Anak itu balas berkata menyebalkan.
"Kau harus perbaiki sepedaku ini, baru aku bisa pulang.!" Lanjut Anak itu. Anaya benar benar jengkel padanya. Lagi pula ini memang salahnya! Kenapa jadi kebalikannya?!.Sebaiknya Anaya segera memperbaiki rantai sepeda Anak di hadapannya.
Anaya beranjak ke pojok garasi mencari sesuatu, lalu ia mengangkat sebuah kotak perkakas besar. Anaya tidak sanggup mengangkatnya, ia berteriak.
"Hei, bantu aku!!" Teriak Anaya. "Gak mau, angkat saja sendiri.!" Anak itu menoleh pun tidak. Dia sedang asyik dengan GAME di tangannya.
Anaya yang kesal meraih bola tenis kecil dan melempar ke arah Anak tadi. Plak!! "Hei!, apa apan kau!," Anak itu yang sekarang jengkel, sementara Anaya tersenyum puas.
"Bantu aku, jika kau ingin rantai sepedamu diperbaiki!" Anaya melotot, Anak itu beranjak membantu mengangkat kotak perkakas itu. Mereka akhirnya bekerja sama memberbaiki sepeda, sesekali Anak itu menjaili Anaya. Dengan memberikan benda yang salah, Anaya mengancamnya. Anak itu mengangkat tangan. Dia hanya bercanda.
"Huh,.. Akhirnya selesai juga." Anaya menatap kedua rantai sepeda itu bergantian. Dia telah mengganti dua rantai putus itu, dan memberikan oli di rantainya. Anak tadi hendak berdiri meraih sepedanya, namun guntur membuatnya menoleh ke arah jendela garasi.
"Apa? akan hujan! Duh!" Dengus Anak itu sebal. "Kau bisa menunggu di rumahku!" Ucap Anaya pelan, seraya mengusap dahinya, wajahnya juga terlihat cemong. Pakaian terbaiknya saat ini juga harus diganti dan dicuci, agar oli di pakaiannya bisa segera hilang.
...****************...
Anaya menuruni anak tangga, Anak Lelaki itu tengah menunggu di ruang tengah, Anaya segera duduk di sofa. Sementara Anak tadi duduk di sofa di sebelahnya.
"Maaf sudah merepotkan," Ucap Anak itu pelan, Anaya menyuruhnya untuk duduk disana sementara, menunggu hujan reda. Ini sebenarnya hujan pada waktu tengah hari, tapi mendung membuatnya gelap. Dan keadaan seperti telah malam.
"Tidak apa apa, aku senang punya teman di sini." Ucap Anaya. Anak itu menatap bingung.
"Memang orang tuamu kemana?" Anak itu bertanya.
"Sudah meninggal." Anaya berkata singkat.
"Maaf, aku tidak tau. Dan kau tinggal sendiri?" Ia menunduk.
Anaya mengangguk. Mereka terdiam sejenak. "Tidak apa apa, kau tak perlu minta maaf. Lagian kau tidak tinggal di kompleks ini. Apa kau mau coklat hangat?" Anaya menawari Anak itu, keduanya terlihat akrab. Tidak bertengkar lagi.
Anak itu mengangguk, "Tentu, eh siapa namamu?" Anak Lelaki itu berdiri menghalangi jalan Anaya yang hendak menuju dapur. Tangan Anak itu terjulur. Anaya menggenggam tangan Anak Lelaki itu.
"Anaya Prisila. Kamu?" Ucapnya seraya bertanya.
"Janson bram. pangil saja aku Jon." Jon tersenyum pada Anaya.
Anaya bergegas menuju dapur, membuat minuman, sementara hujan lebat di luar sana sekarang disertai petir menggelegar.
......................
Di kejauhan, sesosok hitam mengawasi mereka dari jauh, sosok itu berupa seperti bayangan. Sesaat sosok itu menyunggingkan senyum, yang memperlihatkan taringnya, matanya yang tadi menutup terbuka memperlihatkan mata yang berwarna merah darah. Tampak mengerikan melihat sosok itu, hujan membuatnya semakin samar, ia menghilang perlahan lahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Tika c
Tetangganya juga percaya sama rumor, kenapa jadi rumit gini coba??
2021-03-24
2
Umi Huda
semakin horor
2020-12-30
0
Umi Huda
semakin horor
2020-12-30
0