Ada banyak keluhan yang Alex alami di barak. Ini bukan lagi sebatas tragedi terhadap kemalasan tetapi juga bagi kelangsungan hidupnya. Walau lukanya belum sembuh total, ia berlari menuju kantor instruktur.
Alex berada di depan pintu, ia hendak masuk sebelum ditanya oleh seseorang yang berada di dalam.
"Ada apa prajurit?"
Dialah Robinson, seorang instruktur muda. Alex kurang mengingatnya karena ia jarang dilatih oleh orang ini.
"Aku ingin bertemu Sir Winson."
"Hmm ... ada apa itu? Kamu tidak bisa bertemu seorang pimpinan hanya karena masalah sepele."
"Ini bukan masalah sepele!"
Robinson tertegun. Ia kemudian berkata,
"Masuklah."
Alex pun masuk ke kantor. Di sana ada beberapa meja kosong. Para instruktur lain sepertinya sedang melatih prajurit muda lain di lapangan.
"Sekarang katakan, apa yang ingin kamu bicarakan pada Sir Winson."
"Ini masalah serius, ini menyangkut keselamatanku."
Robinson menelan ludahnya. Jika pada hari biasa dia akan memarahi orang ini karena mungkin dia hanya meminta untuk kemudahan dalam pelatihan. Namun orang yang ada di depannya bukanlah orang biasa, setelah Winson melakukan disiplin terhadap Alex dengan mencambuknya, malamnya Winson memanggil hampir semua instruktur tak terkecuali Robinson.
Mereka hanya mengobrol ringan dan minum sampai mabuk. Pada malam itu, Winson sangat banyak bicara, sangat berbeda dengan dia yang biasanya. Dia terlihat memiliki beban jadi dia melampiaskan semuanya dengan minum. Hingga, dia pun keceplosan.
"Bocah itu sangat mengganggu!"
"Siapa itu Sir?"
Para instruktur bertanya dengan ringan tanpa kecurigaan yang berlebih.
"Tentu saja bocah yang kudisiplinkan pagi tadi!"
Para instruktur langsung tahu siapa yang dimaksud. Mereka tahu siapa yang dimaksud tetapi tidak tahu namanya. Untungnya Robinson ingat, lalu dia bertanya.
"Apa maksud Anda itu Alex, Sir?"
"Iya, benar! Beraninya dia mengancamku!"
Para instruktur muda termasuk Robinson jelas tidak senang ketika mereka mendengar itu. Bagaimanapun Winson adalah instruktur mereka ketika mereka masih menjadi prajurit pemula. Beraninya seorang anak bau kencur mengancam seorang senior seperti Winson. Namun anehnya, beberapa instruktur senior seangkatan Winson hanya diam mendengarkan seolah mereka memakluminya. Kemudian rasa penasaran itu mendorong sebuah pertanyaan dari seorang instruktur muda.
"Berani sekali Dia! Siapa dia yang berani mengancam Sir Winson?"
Para instruktur muda juga penasaran tentang status Alex sebelum akhirnya wajah mereka pucat akibat perkataan Winson.
"Ohh ... dia, yahh dia anak tertua dari Tuan Count Fertiphile."
Pesta itu hening setelah mendengar fakta itu. Tidak ada lagi yang bertanya ataupun yang tertawa setelahnya.
Robinson mengingat kembali dengan siapa dia berbicara sehingga pertanyaan dan nadanya lebih halus.
"Apakah masalah ini harus dilaporkan kepada Sir Winson?"
"Yah tentu saja, mungkin hanya dia yang bisa melakukannya."
Robinson tidak bertanya soal itu lagi. Dia tahu, pertanyaannya sangat mengganggu tuan muda ini, itu terlihat dari kerutan di dahinya.
Pria ini jelas tidak menutup-nutupi ketidaksenangannya.
Tidak ingin terkena masalah ke depannya, Robinson pun mengantarkan Alex ke ruang kerja Winson. Dia mengetuk dan mengatakan maksud tujuannya, setelah mendapat izin dari pemilik ruangan, dia mempersilahkan Alex masuk dan pergi meninggalkan keduanya.
Alex masuk dan berdiri tepat di depan meja kerja. Adapun Winson seperti seorang pejabat daerah yang duduk dan sibuk membaca berbagai laporan. Kertas-kertas itu berwarna kuning dan sangat lusuh tetapi tulisan di atasnya masih layak dibaca. Keberadaan kertas sangat langka dan berharga. Itu karena proses pembuatannya menggunakan proses sihir pengrajin yang sangat berharga. Semakin putih dan halus kertas, maka semakin tinggi tingkatan sihir dan kuantitas serta kualitas mana yang diperlukan. Tentunya produk jadinya pun jauh lebih langka jika dibandingkan degan kertas berkualitas rendah.
Winson kemudian menoleh menatap Alex. Ketika memandang bocah itu, jelas kebencian muncul di wajahnya tetapi ketika ia melihat samar-samar bekas luka panjang yang mengintip di bawah leher itu, rasa bersalah menghantuinya. Jadi dia sedikit melembutkan suaranya.
"Ada apa?"
"Aku ingin bernegosiasi."
Alex bukanlah orang yang ingin basa-basi. Ia langsung melontarkan tujuannya dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Winson.
"Apa ada yang menyuruhmu duduk?"
Nada Winson semakin tinggi, ia juga mengangkat alisnya untuk menunjukkan ketidaksenangannya.
"Kita sedang bernegosiasi, maka kita harus berada di posisi yang sama."
"Ohh .. lihat anak ini, apa kau mengira di sini tempat para bangsawan berpolitik? Apa menurutmu kau bisa melakukan semua hanya karena kau anak seorang bangsawan?"
Alex menggelengkan kepalanya dan menjawab.
"Tidak, jika aku bisa melakukan apa pun, aku akan memilih pergi dari tempat ini daripada harus bernegosiasi denganmu. Lalu hanya untuk informasi, para bangsawan adalah orang yang membiayai gajimu."
Untuk sesaat Winson merasa seolah harga dirinya diinjak oleh fakta menyedihkan itu. Bocah itu memang benar, ia digaji dan tempat ini juga dibiayai oleh Count Harol, bukankah itu berarti tempat ini adalah tempat dari hegemoni politik bangsawan. Winson terbatuk untuk menghilangkan malunya, lalu kemudia ia bertanya.
"Baiklah, ada apa? Apa yang ingin kamu minta?"
"Aku ingin Anda menyediakan kepadaku pasokan air bersih untuk mandi dan xylospongium[1] baru tiap hari. Selain itu berikan aku garderobe[2] pribadi."
"HAHAHAHAHA...."
Winson tertawa kesal ketika mendengar permintaan tak masuk akal ini.
"Hei Nak, ini bukan hotel, ini barak! Aku masih bisa mentolerirmu dengan pasokan air walau aku tidak percaya ada manusia di dunia ini yang mau mandi setiap hari. Namun xylospongium baru tiap hari, dan garderobe pribadi, apa kau ini sehat?"
Alex tidak bisa tidak memberikan wajah bingung karena pertanyaan bodoh itu.
"Karena aku sehat makanya aku meminta itu."
Kemudian dia melanjutkan.
"Apa kalian semua gila, pergi ke toilet berjamaah dan saling memandang ketika boker? Bahkan menggosok xylospongium bekas orang lain ke pantatmu?"
(Note: xylospongium itu sering dipake bergantian ketika orang-orang selesai boker ... oek . Lalu toilet umum pada cerita ini mengadopsi toilet pada masa Romawi Kuno yang g ada sekatnya dan saling memandang ketika boker.)
Winson tercengang ketika mendengar itu.
Apa masalahnya saling melihat pas boker? Seolah kita akan dikutuk. Bukankah wajar semua manusia melakukan boker? Kenapa harus ditutupi? Lalu ada apa dengan saling berbagi penggosok bokong? Bukannya itu hemat biaya?
Winson tidak mengerti pemikiran aneh bocah ini. Dia hanya menduga bahwa dia terlalu dimanja dan boros.
Namun borosnya sangat aneh, ketika anak bangsawan lain boros dengan baju dan perhiasan, dia satu-satunya bangsawan yang kutahu boros dengan air dan xylospongium.
Tanpa berpikir lama, Winson menolak permintaan anak itu.
"Lalu tidak perlu kirimkan xylospongium tetapi berikan aku tambahan air untuk membersihkan diriku ketika selesai boker," tawar Alex.
Winson memandang Alex dengan jijik. Dia tidak percaya ada manusia yang sangat jorok yang mau menggunakan air untuk membersihkan bokongnya. Dia menggigil jijik ketika membayangkan air cebokannya yang telah terkontaminasi kotorannya mengalir ke kakinya dan jatuh ke lantai. Sungguh pemandangan yang membuat napsu makan hilang. Namun karena rasa bersalah akibat ia memberikan disiplin terlalu keras kepada Alex, maka Winson tetap menerima permintaan Alex yang menjijikan itu sebagai kompensasi untuk Alex.
"Baik, aku akan menerimanya. Namun, aku tetap menolak garderobe-mu. Tidak bisakah kamu boker bareng dengan yang lain? Hubungan sosialmu akan meningkat."
Alex mendengus mengejek. Kemudian dia memberikan penawaran.
"Bagaimana dengan ini, kamu akan menyetujui semua yang kukatakan tadi namun sebagai gantinya, aku akan menguasai teknik pedang dan semua teknik martial art lainnya."
"Heh."
Winson mendengus kesal mendengar negosiasi bodoh itu. Dia mau memukul anak ini sampai mati tetapi tetap sabar dan berkata,
"Apa kau kira aku bodoh? Menguasai semua teknik itu adalah kewajibanmu! Dan sekarang kau ingin kewajibanmu sebagai ganti rugi dari permintaanmu?! Jangan konyol."
Namun Alex menjawab dengan tanpa ekspresi.
"Maka aku tidak akan melakukan kewajiban tidak berguna itu."
"Apan kau ingin aku menghukummu lagi?!"
Winson berdiri dan hendak mengambil sepotong kayu yang bersandar di dinding.
"Apa kau akan mendisiplinkanku? Mencambukku? Memukulku? Maka lakukan itu."
"Apa?!"
"Yah! Aku bilang lakukan itu. Lakukan sampai aku menjadi cacat! Buat anak tertua dari seorang Count menjadi seorang disabilitas."
Winson terdiam mendengar pernyataan berani itu. Tentu saja, dia tidak pernah berpikir untuk memukul anak ini sampai cacat.
Alex melanjutkan ucapannya untuk mencegah Winson berpikir lebih banyak.
"Kemudian, aku akan terus seperti ini. Menjadi seorang yang tidak berbakat mengayunkan pedang, bahkan ketika aku keluar dari barak. Apa kamu pikir nama baikmu sebagai instruktur profesional akan tetap ada bahkan ketika kamu gagal mendidik anak bangsawan?"
Kali ini Winson menjadi panik. Ini memang masalah baginya jika berita itu diketahui publik, walau dia sudah tua, dia adalah seorang yang membalas budi. Jika count tahu bahwa dia gagal melatih anaknya, seberapa malunya dia menghadap count.
"Yah, aku juga bukan orang yang terlalu membuat pihak lain merugi. Sebagai gantinya, kamu tidak perlu melatihku secara pribadi. Aku akan berlatih bersama yang lain dan menguasai semua teknik kurang dari sebulan."
Ini adalah ucapan yang berani bagi seorang anak pemalas dan lemah. Namun Winson yang masih mengalami guncangan psikologi bertanya dengan sungguh-sungguh.
"Apa kamu yakin?"
"Tentu saja! Apa menurutmu aku pernah mengingkari janjiku?"
Winson ingat janji pertama yang ia lakukan dengan Alex. Itu janji yang mengerikan, sampai-sampai membuatnya menangis ketakutan.
B-bocah ini bersungguh-sungguh.
Winson kembali duduk. Dia merenung cukup lama. Sangat lama, tetapi lawan bicaranya tidak mengatakan apa pun. Akhirnya setelah mengkalkulasikan semua kemungkinan, dia memandang Alex lalu menjawab.
"Baiklah, kau menang."
Alex akhirnya bisa tersenyum bahagia. Senyumnya itu sangat tulus dan indah. Siapapun yang melihatnya pasti akan merona dengan pemandangan indah ini tetapi Winson melihat senyuman itu sebagai senyuman seorang iblis yang baru saja mendapatkan jiwa manusia.
NOTE:
[1] Garderobe: WC pada Eropa abad Pertengahan.
[2]Xylospongium: Alat pembersih bokong setelah boker yang digunakan pada masa Romawi Kuno. Dibuat dari spons laut yang dipasang pada sebuah tongkat. Itu sering dipake bergantian ketika orang-orang selesai boker ... oek . Lalu toilet umum pada cerita ini mengadopsi toilet pada masa Romawi Kuno yang g ada sekatnya dan saling memandang ketika boker.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 235 Episodes
Comments