"Jared, apa kamu mempelajari sesuatu yang baru?" tanya Liana
Liana, ibu kandung dari Jared dan Hazel. Dia memiliki rambut merah membara. Namun warna rambutnya itu tidak turun kepada anaknya. Hitam menjadi warna rambut turun-temurun dari Keluarga Fertiphile.
"Iya Ibu, aku sudah berhasil mempelajari teknik Art of Helios," jawab Jared.
Art of Helios adalah sebutan teknik pedang yang berasosiasi dengan sihir api. Itu sebabnya teknik ini akan menggunakan mana. Umumnya, teknik tidak mengonsumsi mana, tetapi akan mengonsumsi stamina. Sementara semua sihir akan menggunakan mana dan mengonsumsi sebagian kecil stamina.
Liana tidak mengerti hal itu. Sejak awal tujuannya hanya memberi kesan nilai tambah bagi Jared. Semenjak ia resmi menjadi istri dan bukan lagi selir, dirinya seolah berada di atas angin. Awalnya ia menggigil ketika mendengar kelahiran anak pertama Harol dari selir lain yang merupakan rivalnya yaitu Clara. Namun sekarang apa yang perlu ditakutkan, bahkan anak pertama itu adalah sampah.
"Kapan kamu menguasainya?"
Harol tertarik dengan perkembangan Jared.
"Lima hari yang lalu, Ayah."
Harol mengangguk puas. Melihat itu, Liana tidak bisa menyembunyikan senyum kemenangannya. Ia bahkan melanjutkan.
"Aku yakin Jared akan menjadi salah satu orang paling jenius di kerajaan. Dia pasti akan menjadi kebanggaan bagi wilayah Fertiphile."
"Ibu, Anda terlalu memuji saya."
"Hohoho ... tidak, tidak, kamu bahkan mengajari Hazel lebih dari yang lain. Kamu memang anak yang sangat membanggakan. Aku yakin kamu akan menjadi sangat BERGUNA bagi kerajaan kita."
Liana menekan kata 'berguna' ketika ia melirik salah seorang anggota keluarga lain, Alex.
"Cih!"
Dengan decakkan kecil, ia membuang muka. Adapun Alex, tidak mempedulikannya.
"Hazel, apa kamu juga belajar sesuatu?"
Hazel yang duduk di sebelah Jared. Hanya mengangguk.
"Benarkah? Apa itu Hazel sayang?"
Liana meninggikan suaranya. Seolah itu adalah hal penting.
"Hazel sudah bisa merasakan aura."
Harol berdiri dari kursinya. Ia mencodongkan badannya ke depan dan langsung berseru kaget.
"Apa?! Kapan itu Hazel?!"
"Eeee ... sekitar dua hari yang lalu, Ayah."
"Hahahahahha ... hebat! Hebat! Luar biasa!"
Harol tertawa puas. Ia kembali duduk. Memiliki anak-anak berbakat memang yang terbaik. Untuk seorang bocah yang baru berumur 12 tahun dan dapat melihat aura tidak dapat disangkal lagi bahwa bocah itu adalah seorang jenius.
Aura adalah bentuk energi yang hanya dihasilkan oleh para petarung non-penyihir. Ini adalah bentuk sumber energi ketiga setelah mana dan stamina. Tentunya semakin banyak aura seseorang, semakin ahli ia dalam menggunakan martial art. Dalam tahapannya, untuk menjadi seorang ahli aura ia harus dapat merasakan, menghasilkan, dan mengendalikan aura. Dengan Hazel yang sudah dapat merasakan aura, dia hanya perlu dua tahap lagi sebelum menjadi pengguna aura. Tentunya itu membuat Harol sangat senang.
Liana berada di atas angin. Dengan melihat perkembangan yang ada, dia tidak sabar bagaimana Harol akan bereaksi ketika ia akan melakukan eksekusi.
"Nah, Alex, apa kamu juga mendapat sesuatu yang baru. Seperti kemampuan berpedang, misalnya?"
Ruangan itu langsung mengalami keheningan. Seolah pembicaraan hangat tidak pernah terjadi.
"Tidak."
Alex menjawab dengan nada datar. Bahkan ia tidak melihat lawan bicaranya. Ia hanya fokus mengunyah makanan yang ada di piringnya.
"Ooh begitukah? Tapi setidaknya kamu bisa belajar, bukan? Saya rasa tidak baik bagi seorang pria tidak bisa menguasai ilmu pedang."
"Tidak mau."
Ruangan kembali sunyi. Wajah Harol mulai masam. Ia memandang Alex dengan mata melotot. Clara khawatir, dia berharap perkembangan ini tidak menimbulkan kericuhan yang tidak berarti. Adapun Liana, dia terlihat menikmatinya.
Liana kembali menuangkan minyak di api yang menyala.
"Kenapa kamu tidak mau, Alex?" tanyanya.
Alex akhirnya memandang Liana. Dengan wajah tanpa emosi, Alex berdiri.
"Tidak tertarik."
"Eh? Tidak tertarik?" tanya Liana bingung.
Alex tidak memerdulikan mata semua orang yang melihatnya. Dia bergerak pergi dari meja makan.
"Aku sudah selesai, terimakasih makanannya," ucap Alex.
Harol memukul meja.
Nah, ini dia, pikir Liana.
Akhirnya kemarahan Harol berada di puncaknya. Ia menggeretakkan giginya dan memoloti Alex dengan matanya yang mulai merah.
"Alex! Temui aku di ruanganku!"
"Baiklah."
Alex hanya menyahut sambil melambaikan tangan. Dia seolah tidak peduli. Alex pun pergi dari ruang makan dengan Justin yang mengikutinya.
"Apa-apaan anak itu!"
Harol berteriak kesal. Ia tidak pernah mengharapkan pertumbuhan Alex yang seburuk ini.
"Sayang, dia hanya malu. Kamu tahu, Alex kita itu pemalu."
Clara berusaha menenangkannya. Namun itu sama sekali tidak berhasil
"Pemalu?! Anak yang bahkan melihat kedua orang tuanya seolah mereka itu orang asing, kau bilang pemalu!"
"Sayang ...."
Harol tidak bisa lagi menahan ini semua. Dia sudah cukup malu memiliki anak seperti Alex. Dia harus segera memperbaiki anak itu atau anak itu harus dihancurkan demi nama baik keluarga.
"Sayang, sebaiknya kita memberikan Alex kesempatan untuk berubah."
Kali ini Liana memberikan saran. Ia tidak mengharapkan perubahan yang berarti bagi Alex. Namun melihat bagaimana anak itu menyahut dan bertingkah laku, jelas ini adalah kesempatan untuk semakin menjatuhkannya.
"Kita harus memberikan dia kesempatan," lanjut Liana.
"Liana ...."
Clara memandang Liana dengan ekspresi terharu. Clara sangat berterimakasih dari lubuk hati terdalam melihat bagaimana Liana membela Alex. Walaupun Alex bukan anak kandung Liana, tetapi Clara melihat Liana memperlakukan Alex seperti anaknya sendiri. Itu sebabnya Clara sangat menghormati Liana.
Harol menarik napas untuk menenangkan kekesalannya. Dia kemudian berbicara.
"Tidak Liana. Dia sudah terlalu lama diberi kesempatan berpikir. Sudah waktunya kita harus memaksanya."
Harol memandang Clara. Wanita itu hanya mengangguk pasrah. Sebelumnya, kedua orang itu telah membahas tentang Alex dan masa depannya. Mereka akhirnya berada pada satu kesimpulan bahwa ini adalah satu-satunya jalan.
Adapun Jared, dia melihat percakapan ini seolah tidak tertarik. Bagaimanapun, posisinya sudah cukup kuat untuk mewarisi posisi ayahnya jadi dia tidak khawatir. Sementara Hazel, dia hanya memandang semua ini dengan tatapan bingung.
♤♤♤
Alex pergi menuju ruang kerja Harol. Dia mulai berpikir, apa yang akan Harol ucapkan.
Hah ... mendengar ceramah dari para manusia rendah ... sungguh, seberapa hinanya ini semua.
Alex menghela napas. Ia harus bersabar. Bagaimanapun ini adalah liburan.
Apa aku harus membunuhnya? Hmm ... tidak, tidak. Itu bukan rencana bagus.
Dia mengakui, berhasilnya dapat hidup sebagai manusia pemalas tidak lain karena keberadaan Harol. Dengan kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki Harol, itu adalah faktor yang mendukung kehidupan sampah Alex. Dia tidak boleh merusaknya. Bahkan kalaupun dia ingin membunuhnya, Alex tidak yakin apakah dia dapat membunuh Harol dengan tubuh manusianya ini.
Bagaimanapun tubuh ini bukan tubuh untuk bertarung.
Ia melihat kedua telapak tangannya. Keduanya putih bersih dan mulus. Tidak ada bekas perjuangan dan pelatihan berat.
"Tuan, tolong jangan khawatir."
Justin berada di belakang Alex. Dia khawatir bahwa tuannya mungkin gugup atau takut.
Heh ... anak ini, sebanyak apa pun aku memarahinya, dia tidak marah. Dia bodoh atau apa?
Alex melihat Justin seolah-olah dia adalah anjing kecil yang setia. Sementara Justin bingung, kenapa Alex terus melihatnya.
"Justin."
"Ya, Tuan."
"Kerja bagus."
"Maaf?"
Justin bingung, apa maksud perkataan Alex. Sementara Alex melakukan pembaharuan mengenai Justin.
Baiklah, kurasa dia bukan lagi manusia hina. Hmm ... mungkin dia lebih cocok sebagai manusia yang sedikit bodoh tapi berguna.
Kesan Alex terhadap Justin naik satu tingkat.
Kini mereka pun telah berada di depan pintu kerja Harol. Justin bergerak maju dan mengetuk pintu.
"Tuan, Tuan Muda Alex sudah sampai."
"Bawa dia masuk!" ucap Harol dengan tegas.
Justin membuka pintu dan mempersilahkan Alex masuk. Setelah Alex masuk, Justin kembali menutup pintu dan berdiri di samping pintu seolah sebagai penjaga.
"Ayah, senang bertemu denganmu," sapa Alex.
"Kamu! Apa kamu masih tidak mau berlatih pedang?"
Harol tidak mau basa-basi. Dia sudah terlalu memendam kemarahannya.
"Iya Ayah."
Alex menjawab dengan lancar. Ia sama sekali tidak terintimidasi dengan kemarahan ayahnya.
"Kenapa kamu tidak mau?"
"Tidak tertarik."
"Heh?!"
Jawaban yang sama. Harol benar-benar tidak tahu apa yang diinginkan anak ini. Dia tidak boleh membiarkan bocah ini terus melunjak.
"Aku mengerti. Mulai minggu depan kamu harus pergi ke pelatihan para prajurit kita. Kamu akan dilatih di sana setidaknya sampai kamu bisa menggunakan beberapa teknik."
"Tidak tertarik," ucap Alex dengan ketus.
Harol berdiri secara tiba membuat kursinya jatuh. Ia lalu meneriaki Alex.
"Ini perintah!"
"...."
Alex memandang Harol seolah tidak peduli. Urat-urat sudah menonjol di kepala dan leher Harol. Dia pun memijat kepalanya dan berusaha menekan kemarahannya.
"Dengar! Aku sudah terlalu mentolerirmu. Aku tidak memaksamu masuk ke Akademi Militer. Aku hanya mau kamu bisa setidaknya mengayunkan pedang."
Harol dan Alex saling memandang. Hal itu berlangsung beberapa saat sebelum Alex membuka suara.
"Tidak tertarik."
Harol kali ini melempar meja.
Akhirnya Harol pun berada pada titik kemarahan tertinggi. Dia menggunakan tenaga fisik murni untuk melempar meja kerjanya. Bunyi dari meja yang kemudian jatuh itu membuat Justin membuka pintu dengan panik. Ia takut jika terjadi sesuatu yang buruk.
"Tuan?"
"Tutup pintunya!" teriak Harol.
"Baik!"
Justin menggigil ketakutan ketika mendengar sekaligus merasakan aura yang keluar dari Harol. Dia kemudian memandang Alex, dia berharap dapat membantu tuannya itu di saat seperti ini. Namun dia tidak bisa. Pintu kembali di tutup.
"Jika kau tidak mau, pergi dari rumah ini! Aku tidak sudi membiarkanmu menggunakan nama Fertiphile! Dan jangan harap kau mendapat uang jajan!"
"Apa?"
Alex berpikir, jika dia diusir dari rumah, maka tidak ada tempat bagi dia untuk tidur dan bermalas-malasan. Jika tidak ada uang jajan, maka dia tidak punya uang. Jika dia tidak punya uang, maka dia harus berkerja agar dapat makan. Berkerja artinya menjalani hidup susah dan jauh dari kata malas.
Sial!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 235 Episodes
Comments