"Lakukan yang benar! Apa kau ini batu?!"
"Kakimu! lebarkan kakimu!"
Teriakan nyaring itu kemudian dibarengi dengan suara cambukan rotan.
"Angkat bahumu!"
Kembali cambukan rotan terdengar dengan sangat kuat.
"Luruskan!"
"Ughh ..."
Para prajurit pemula menelan ludah. Mereka membeku melihat pemandangan ini. Di depan mereka seorang pemuda berkulit putih dan berwajah mulus sedang mengalami pelatihan neraka. Tubuhnya penuh lecet akibat cambukan rotan.
Mereka tahu bahwa pelatihan militer itu keras tetapi ini keterlaluan.
Bocah itu bisa mati!
Mereka bersimpati kepada pemuda itu. Namun di waktu bersamaan mereka senang karena bukan mereka yang mengalaminya.
Winson sangat bahagia ketika melakukan ini. Sudah tiga hari dia mengalami tekanan akibat rasa malu yang ia alami. Belum lama ini dia berhasil diintimidasi oleh seorang bocah manja yang bahkan tidak tahu mengayunkan pedang.
Winson tekenal sebagai instruktur yang bijaksana. Namun dia juga bisa menjadi tegas seperti saat ini dan tentu saja tujuannya adalah untuk mendisiplinkan murid.
"Salah!"
"Ayunkan lebih kuat!"
Winson sedikit mengakui ia sedikit terbawa emosi. Ia bahkan memberikan cambukan berkali-kali kepada bocah ini. Namun ia menutupi rasa bersalah ini. Dia tahu ini tidak profesional tetapi dia menutup mata pada tindakannya ini. Dia hanya sedikit lagi membuat Alex menyesal karena telah membuatnya menangis.
Tubuh Alex penuh dengan memar panjang akibat cambukan rotan. Ia bertelanjang dada sehingga setiap garis kemerahan dapat dengan dilihat di sepanjang punggung dan dadanya. Sangat banyak dari mereka sehingga orang sekilas mungkin menganggap dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Suara cambukan terus bergema. Setiap kali cambuk itu berterbangan dan mendarat di kulitnya, beberapa noda darah dan keringat bertebaran kemudian bekas merah panjang muncul di kulitnya.
Instruktur Robinson tidak dapat melihat kekejaman ini lagi. Dia bergegas berlari mendekati Winson yang secara pribadi mendisiplinkan Alex. Bahkan instruktur Morel mengikutinya berlari.
"S-sir ... Sir Winson. Saya rasa tidak perlu lagi mencambuknya."
"Sir ... Ini sedikit kejam."
Kedua instruktur ini saling memandang dan mengangguk. Mereka memiliki kesepakatan bahwa 'ini keterlaluan'.
Winson mengendus kesal ketika mendengar saran dua instruktur muda ini.
"Aku tahu apa yang kulakukan."
Ucapan percaya diri Winson membuat Robinson dan Morel sedikit ragu. Bagaimanapun Winson adalah instruktur senior dan seorang veteran. Ia jarang mendisiplinkan seseorang secara langsung dan bahkan kalau ia melakukannya, mereka tidak pernah mengalami hal seperti ini.
"T-tapi Sir ...."
Robison melirik tubuh Alex.
Yaampun ... sangat merah!
Bekas rotan yang mengenai tubuh itu sangat terang seolah menjadi lampu. Kulit putih Alex juga membuat warna kemerahan itu semakin kontras. Namun Robinson baru tersadar akan satu hal. Dari awal sampai akhir, prajurit pemula bernama Alex ini tidak pernah mengeluh kesakitan, bahkan menggetarkan giginya pun tidak pernah. Mata pria itu tetap terlihat tajam dan terkesan sombong. Robison menjadi kagum akan kefokusan dan ketenangan orang ini.
Adapun Alex ....
Sial, diperlakukan seperti ini .....
Alex untuk pertama kalinya diperlakukan seperti ini. Bahkan ketika ibu tiri dan kedua adiknya melakukan kekejaman kepadanya, dia tidak pernah mendapat kekerasan fisik seperti ini. Mungkin Alex tidak merasa kesakitan jadi dia memaafkan cambukan ini. Namun ada satu hal yang tidak bisa dia maafkan semudah itu yakni ....
Ditelanjangi di depan umum ....
Alex tentu saja malu. Walaupun ini bukan tubuh utamanya tetapi ia tetap kesal ketika seseorang memaksanya membuka baju hanya untuk dicambuk di depan umum.
Aku bukan masochis!
Dia berharap bahwa dirinya saat ini adalah seorang masochis sehingga dia tidak akan terlalu malu di-'BDSM' oleh Winson.
Untuk sementara, Alex men-list Winson ke daftar calon penghuni neraka dalam pikirannya. Jika orang tua itu masih akan tetap melakukan hal kasar padanya, Alex akan betul-betul menandai orang ini untuk dipastikan masuk ke neraka. Alex tidak terlalu kejam, sebagai archdeus, dia masih memberikan Winson kesempatan untuk pengampunan. Namun jika ossan ini masih tetap seperti ini ....
Kita lihat siapa yang terakhir tertawa!
Alex secara tidak sadar menyeringai. Dia bisa membayangkan bagaimana Winson akan dicambuk oleh cambuk api neraka atau dicambuk oleh ekor Hell Dragon.
"!!!"
Winson tersentak dengan seringai tiba-tiba Alex. Dia tiba-tiba menggigil. Tidak hanya dia, orang-orang yang melihat seringai itu juga tersentak ketakutan. Pikiran absurd melayang di kepala masing-masing.
Kenapa dia tertawa?
Dia menikmatinya?
Apa itu terlihat menyenangkan?
Akhirnya, mereka mendapat kesimpulan yang lebih absurd.
Dia masochis!
Semua menggigil, termasuk Winson. Tentu saja dia tahu, jika seseorang yang mengalami penyimpangan orientasi seperti ini, menghukumnya hanya dengan kekerasan fisik tentu saja tidak berhasil. Sebaliknya, ini justru akan menjadi hadiah bagi seorang masochis. Dia akan mendapat kenikmatan!
Winson diam dan menjatuhkan rotannya. Dia hanya memandang Alex.
Aku tahu bocah ini aneh!
Tapi dia jauh lebih gila dari yang kupikir!
Winson memutar tubuhnya dan pergi tanpa melihat ke belakang. Dia jauh lebih malu dari sebelumnya. Mungkin tidak masalah baginya jika disebut cengeng. Namun jika dia menyiksa seorang masochis, maka seluruh tatapan akan men-judge-nya sebagai ....
Aku bukan seperti itu!
Wajah Winson semakin merah ketika memikirkan itu. Untunglah dia sudah pergi jauh dari kerumunan sehingga perubahan wajahnya tidak terlihat.
♤♤♤
"Waw ... bro, bagaimana lukamu?"
Grain menatap Alex dengan penuh simpati, Riven juga mentap dengan cara yang sama. Mereka melihat Alex mengalami kekerasan yang sangat menyakitkan.
"Tidak masalah," jawab Alex.
Akhir-akhir ini mereka telah cukup akrab akibat makan di meja yang sama. Tidak terasa, bahkan mereka sudah menyapa dengan nama panggilan masing-masing.
"Hei bro, jangan lupa beri salepnya dengan rutin."
Kali ini Riven adalah orang yang cemas. Sebelumnya ia dan Grain membantu Alex pergi ke pusat kesehatan barak. Tentunya Robinson adalah orang yang mengizinkannya.
Ketika Riven melihat bekas luka yang menyakitkan itu, ia sedih sekaligus kagum dengan ketenangan bocah ini. Bahkan ia tidak pernah mengeluh kesakitan dari awal hingga pengobatan selesai.
"Tentu saja,"ucap Alex.
Ketiganya kembali makan malam bersama. Menu kali ini cukup bervariasi, tidak hanya daging dan roti, beberapa jenis sup kacang dan sayuran juga menghiasi meja. Memang ... Barrack of Fertiphile memiliki dana yang cukup besar untuk merawat para prajuritnya. Mereka harus mensyukurinya karena sebenarnya tak jarang barak yang setara hanya memberikan bubur ataupun sebatas roti tawar kering kepada militernya.
"Ahh ... ngomong-ngomong, sungguh kau tidak tahu dengan gerakan itu? Itu sword art paling dasar!" tanya Grain sambil mengunyah makanannya.
"Yah .. bukannya wajar, toh dia baru beberapa hari di sini."
Riven terkadang menganggap Grain bodoh. Entah kenapa bocah yang hanya tahu makan ini mengungkit hal yang sensitf. Kalau misalnya Alex tahu gerakan itu, tidak mungkin dia harus dipukul oleh Winson.
"Tidak, aku tahu. Namun aku tidak mengikutinya," ucap Alex.
"Betulkah? Dari siapa kamu tahu itu?" tanya Grain.
"Ayahku. Dia sering memaksaku mempelajarinya."
Grain dan Riven cukup tertarik dengan topik ini. Saat ini mereka sedang membicarakan sword art bernama Art of Golden Scorpio. Ini bukanlah teknik istimewa dan tidak setenar teknik pedang Art of Royal Swan yang dipelajari di Akademi Militer Kerajaan. Art of Golden Scorpio awalnya berasal dari Duchy of Sandwealth kemudian setelah hubungan aliansi antara Duke of Sandwealth dan Count of Fertiphile terjalin, kerjasama militer juga terjadi sehingga hasilnya adalah peningkatan kualitas prajurit County of Fertiphile. Art of Golden Scorpio adalah contoh kerjasama itu sehingga prajurit di kedua wilayah itu memiliki teknik dasar berpedang yang sama.
"Apa ayahmu yang mengajarimu?" tanya Riven.
Alex mengangguk dan menjawab.
"Iya. Dia melakukannya. Dia sangat pandai dengan teknik itu."
Grain dan Riven cukup terkesan dengan ayah Alex. Mereka menganggap ayah bocah itu setidaknya seorang prajurit senior jadi menjadikan Alex sebagai bagian dari keluarga besar militer adalah hal yang cukup beralasan.
"Waw ... aku yakin ayahmu pasti seorang swordmaster!" ucap Grain dengan bersemangat.
"Iya, dia memang seorang ahli pedang. Namun sepertinya aku tidak memiliki bakat dalam hal itu," ucap Alex.
Itu hanya sebagian benar. Alex memang mengakui bahwa Harol adalah seorang yang sangat pandai menggunakan pedang ataupun beberapa teknik tertentu salah satunya Art of Golden Scorpio. Namun ia berbohong dengan tidak adanya bakat yang ia miliki. Justru sebaliknya, ia adalah orang yang sangat pandai menggunakan berbagai senjata, khususnya pedang dan staff. Namun Alex merasa sangat tidak menyukai menggunakan senjata saat ini. Bagaimanapun, saat ini dia sedang berlibur, bukan? Ia sudah sangat jenuh dengan senjata, penghancuran, ataupun pembunuhan. Ia ingin hidup dengan semalas-malasnya. Lagian, dia juga tidak menyukai teknik yang diajari ayahnya itu padanya tentu saja Art of Golden Scorpio.
"Tenang bro. Aku yakin kamu pasti berhasil pada akhirnya. Usaha tidak akan mengkhianati hasil, kau tahu."
Grain tersenyum setelah mengatakan itu. Ia memang sejak dulu berpegang teguh pada kalimat itu karena Grain juga termasuk orang yang kekurangan bakat.
"Betul, lagian kau juga baru beberapa hari di sini, bukan? Aku yakin perlahan kau akan menyusul kami."
Berbeda dengan Grain, Riven adalah tipe orang berbakat dalam berpedang. Namun ia selalu merendahkan diri terutama kepada-temannya. Ia tidak mau akibat bakatnya, teman-temannya akan merasa inferioritas apabila mereka bergaul dengannya.
Alex tersenyum tipis mendengar itu. Ia memang jarang mengungkapkan ekspresi tetapi bukan berarti ia tidak dapat melakukannya. Alex cukup sadar dengan ketulusan orang-orang ini dalam menghiburnya jadi ia menghargai mereka. Kalian harus tahu, senyuman tulus seorang Penguasa Neraka adalah yang termahal dari semua senyuman lain di dunia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 235 Episodes
Comments