Mungkin mamahnya pun mengalami kesulitan saat memilihnya bertahan, dari lingkungannya selama ini pun Suci sangat tahu sikap dan seluk beluk orang sekitarnya, saling mereka jarang bercerita atau bercengkrama memilih hidup dengan privasi masing-masing. Sykurnya Suci tidak pernah diusik, hanya sebatas itu saja pun.
Berkali-kali Suci menghilangkan rasa amarahnya mencoba memahahami situasi semacam ini, hingga matanya tidak sengaja mengintip dari celah pintu kamar mamahnya. Memantapkan langkah memulai berdamai dengan keadaan.
Ada firasat buruk yang menyerangnya takut rencana yang sudah dipersipakan gagal, belum lagi sebenarnya Suci tidak ingin meninggalkan mamahnya sendirian.
Apa yang harus dilakukan? Dirinya harus bisa melawan lelaki itu nanti lalu kabur, ia mempunyai kecerdasan yang bisa saja memdapat peluang hidup di luar sana dan berjanji akan membawa mamahnya keluar dari tempat ini.
Imi hari minggu jadi memang tidak ada yang bersekolah.
Hingga pengantara itu terjadi, air matanya tumpah saat tangan mamahnya menjauh dari tubuhnya pun menghilang masuk ke dalam mobil yang sudah berjalan.
Menatap ibunya yang terus memgejarnya berteriak memanggil namanya, sayangnya ia sudah tidak bisa keluar dari dalam mobil ini.
Hatinya terenyuh dan mulai memahami akan rasa penyesalan Mamahnya, Suci juga merutuki kekejamannya telah menghina mamahnya selama ini. Jika diingat lagi, apa bedanya dia dan orang diluar sana yang sama menghina mamahnya? Mamahnya tidak dendam karena ia adalah anak kandungnya, sementara ia tidak pengertian dengan cara mamahnya padahal ini demi dirinya juga.
Air mata penyesalan pun percuma.
Supir menghentikan mobilnya menyuruhnya keluar sudah ada seseorang yang menunggu untuk memgantarnya ke kamar penginapan seperti vila, dan ini akan benar-benar terjadi.
"Kau istirahatlah dulu sebelum nanti malam tuan datang padamu," ujar wanita berpakain seragam maid yang mengantarnya.
Suci hanya mengangguk tanda memgerti, ia sudah masuk dan dikunci dari luar.
Kamarnya cukup mewah dekorasi netral, barang yang bermerek dan ranjang yang empuk. Andai saja Suci datang dengan tujuan benar, pasti ia menikmati fasilitas ini.
Menghela napas dalam mengurangi kecemasannya, ia harus berani dan mulai mengelilingi kamar ini dan uhh, kamar ini berada di lantai tiga.
Pertama-tama yang harus dilalukan adalah harus secepat kilat menyuntikkan jarum kecil ini pada pria itu, semoga ia bisa memanfaatkan waktu yang sempit ini, obat bius yang terkandung dalam jarum penolongnya.
Dia tidak membawa tas maupun ponsel, tidak ada aksesoris yang bisa terlihat jelas menempel di badannya dan semoga tindik di telinganya tidak ketahuan, hanya jaket abu-abu tipis yabg ujungnya menjumtai hingga sampi batas lutut kaki. Menyelipkan jarum itu ke dalam kantung jaket.
Seseorang pelayan memgetuk pintu membawa makanan, memandang curiga pada makanan pasti ada sesuatu dicampurkan ke dalam. "Aku tidak lapar, tapi nanti aku akan memakannya. "
Pelayan pun pergi meninggalkan kamar, Suci merasa lega.
Ia harus lebih waspada saat tidak sengaja matanya menangkap ada camera cctv yang terpasang di sudut dinding di selipan lemari, benda itu sangat kecil namun ia bisa melihatnya.
Berusaha menenagkan pikiran Suci harus berperilaku biasa agar tidak menimbulkan kecurigaan, duduk di atas ranjang meraih bantal besar menutupi dua kakinya yang bersila, meraba bungkusan jarum masih ada di kantungnya.
Berjalan ke arah nakas meraih nampan berisi makanan menu mewah dan menggugah selera, Suci tidak berniat memakannya.
Berjalan sambil membawa nampan ingin makan di sofa dekat pintu kamar, dengan sengaja menjatuhkan dirinya dan makanan itu berserakan.
Hanya berdiam tidak berniat memanggil si pelayan pura-pura tidak mengetahui alat itu kusus bel untuk pelayan.
Ia hanya sarapan pagi dan tak makan apa pun lagi, hingga menjelang malam seseorang datang membuka kamarnya.
Suci berpura-pura tertidur, namun jantungmya sudah tidak beraturan dari dalam selimut yang menggulungnya, tubuhnya terkejut tangan pria itu kasar menyibakkan selimut melemparnya ke arah lain.
"Jangan pura-pura tidur anak manis."
Suara pria itu menyeramlan ditelinganya, Suci terbelalak ia ketahuan.
"Kau tidak memdengarkan pesanku itu, hah!"
Saat ini Suci masih memakai pakaiannya yang tadi, padahal para pelayan sudah membantunya bersiap dan memakaikan lingrie, namun ia menggantinya lagi.
"Kau berani membantahku anak kecil!" Jatmiko mencengkram rahang Suci yang sudah meringis kesakitan.
"Kau, lebih cantik dari foto yang diberikan mucikari Helen," lanjut Jatmiko memamdangi tubuh Suci dengan tatapan genit. Suci masih diam otaknya tiba-tiba kacau, aura pria itu sangat membuatnya ketakutan.
Wajah Jatmiko masih tampan walaupun dia sudah bukan usia muda, Suci tidak tertarik dengan wajah itu.
"Bicaralah anak manis!" Jatmiko menyusuri inci tiap inci wajah Suci.
Suci memalingkan muka ia mulai merinding, menutup bibirnya saat pria itu mulai mengambil ancang-ancang mencium.
"Kau menolakku." Jatmiko berang dan tenaganya yang kuat menarik jaket tipis yang dipakai Suci sudah terkoyak hingga sesuatu yang mencurigakan ikut tercampak dari dalam pakaian Suci.
Pembungkus yang bersi jarum itu jatuh.
👇👇👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
🇬🇦🇩🇮🇸🇰
16
2023-11-09
0