"Mah, tolong jangan buang jam tangan ini," mohon Suci menggemgam erat-erat pergelangan tangannya dilingkari jam yang diberikan Om Tirto padanya.
"Suci, berapa kali harus mamah peringati padamu, jangan terima barang apa pun dari orang lain baik yang katanya hadiah untuk ulang tahunmu nanti. Dari siapa pun itu, kau tidak paham-paham, hah." Monik menyentak putrinya.
"Om Tirto orang baik, apa salahnya aku menerima pemberiannya. Mamah sudah berapa kali membuang barang pemberiannya, dan semua itu barang yang aku suka. Itu sama saja mamah tidak menghargai Om Tirto, aku tidak pernah menerima dari orang lain selain Om Tirto."
"Barang kesukkanmu?! Kau butuh apa, katakan pada mamah. Jam, ponsel baru, baju, gaun, make up? Apa Suci, mamah masih sanggup membelikannya untukmu. Asal jangan dari tangan orang lain. Katakan Suci."
"Aku hanya mau jam tangan ini!"
"Kau membantah mamah-" Menarik pergelangan tangan Suci memaksa melepaskan jam tangan itu.
Sekuat apa pun Suci mempertahankan jam itu, Monik berhasil merebutnya dan sudah menginjak-injam sampai hancur.
"Ini akibatnya jika tidak mendengarkan mamah!"
Membiarkan Suci menunduk menangis, Monik mbanting pintu kamar Suci kuat. "Jangan bermimpi perayaan ulang tahunmu, yang keberapapun usiamu, tidak akan ada perayaan."
Sekali lagi suara dentuman pintu.
Dengan tangan gemetar mencoba memperbaiki jam yang kacanya sudah retak, meniup tidak berarti, memukul-mukul lembut.
"Hidup lagi jam, hidduplah. Ayolah jam-" Sambil terisak-isak Suci berusaha berharap masih bisa diperbaiki.
"Ummhh-tidak bisa lagi!"
Masih terus menangisi jam tangannya, membaringkan diri memeluk tetap memakainya.
Di ulang tahunnya yang ke 15 dan 16 Om Tirto juga memberikan hadiah, nasibnya sama seperti sekarang, mamahnya merusak lagi dan merusaknya.
Bahkan jika Suci ketahuan berhubungan dengan om itu, Mamahnya tidak suka. Dan karena hal itulah sampai saat ini Suci masih diawasi memakai ponselnya.
Untuk perayaan ulang tahun, ia hanya menjani seperti hari biasa-biasa saja. Mamahnya pun tidak pernah mengucapkan selamat, pernah juga melarangnya keluar rumah satu hari itu agar tidak ada yang memberikan ucapan.
Dia ingin seperti remaja lain yang merayakan sweat seventeennya, tapi mamahnya menentang keras, seolah usianya tidak berharga untuk diingat.
Bangkit dari ranjangnya mengambil kalander yang tergantung di dinding kamar, tanggal spesial itu ditandai dengan bentuk hati dan itu satu bulan lagi.
"Aku akan merayakannya sendiri meniup lilin sendiri, memotong kue kecil sendiri, sama seperti waktu perayaanku yang ke 10 tahun. Aku tidak mencuri uang mamah, ada tabunganku membeli kue dan lilin kecil. Nanti aku bawa jam ini ke tukang bengkel jam, biar jamnya menyala lagi--"
Tanpa sadar kesadarannya mulai menurun rasa lelah menangis membuatnya mengantuk, sambil menggumam terisak pelan Suci sudah memejamkan mata tertidur ada jejak air mata di pipinya.
Monik datang membuka pintu pelan agar tidak menggangu putrinya, matanya sayu melihat apa yang masih di gemgam Suci. Menarik kalander hatinya mencolos melihat tanggal ulang tahun Suci, jam tangan itu.
Melepaskannya lagi, pergelangan putrinya merah akibat ulahnya. Mengoleskan salap ke permukaan yang memerah, mencium tangan dengan perasaan bersalah.
Jemarinya menyusuri sisi wajah Suci mengusap air mata yang tersisa lalu merapikan poni yang menutupi pipinya, merapikan posisi tidur dan menyelimutinya, memcium kening Suci dalam-dalam, Monik tidak kuasa menahan kesedihannya ia segera keluar.
Tubuhnya merosot memukul dadanya yang terasa sesak, sudah menangis di dalam kamarnya sendiri dengan bayangan saat memutuskan melahirkan Suci atau tidak.
Dia membemci takdirnya sendiri, dilema besar saat itu membuatnya hampir putus asa, membenci kehamilannya.
Sudah beberapa kali mencoba menggugurkan kandumgannya namun tak kunjung berhasil, janin itu tetap tumbuh dan berkembang tidak sesuai keinginannya. Hampir bunuh diri karena malu pada dunia, aksinya gagal tiba-tiba bayi itu bergerak menendang perutnya.
Semakin lama bayi dalam perutnya menunjukkan sebuah kehidupan, hingga ia lahir ke dunia dengan mata yang persis seperti miliknya hatinya tersentuh.
Di saat ia mulai menerima bayi itu, sebuah ucapan dari madamnya semakin membuatnya tersadar suatu hal.
"Kelak bayi itu akan menyusahkanmu. Jika dia besar nanti, dia akan malu memiliki ibu sepertimu. Jika saja kau menggugurkannya lagi, bayi itu tidak merasakan sakitnya hidup bersamamu dan kau bisa bebas bekerja."
"Aku bisa kapan saja membawa dia pergi."
"Kau tidak mempunyai siapa-siapa di dunia ini, tidak akan ada yang menampung pelacur sepertimu. Sadarlah Monik, jangan bermimpi! Buang bayi itu!"
Itulah ucapan Helen sebelum petska itu terjadi.
Kenyataannya ia masih mampu menjaga bayi itu hingga sekarang, mengenai perjanjian gila itu?
Adalah suatu kebodohan masa lalu dan penyesalannya baru sekarang, jika boleh usia Suci melompat ke 18 saja, tapi itu mustahil.
👇👇👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
🇬🇦🇩🇮🇸🇰
9
2023-11-09
0