Bukan hanya di sekolah saja, di lingkungannya tinggal pun Suci lagi dan lagi dihadapkan dengan fakta yang semakin memperburuk citra dirinya.
Langkahnya terhenti berdiri diantara dua tiang gapura yang bertuliskan nama alamatnya, mengesah panjang kini bersip dengan segala cercaan yang tiap saat diterimanya. Mengeratkan pegangan tali tasnya, Suci selalu tampak tegar.
Lingkungan yang buruk dipandang, tapi sebenarnya sangat terjaga kebersihannya. Rumah demi rumah berderet sangat sepi, ia terus berjalan hingga sampaipah di depan rumahnya.
Ada pemandangan yang menjijikkan dari balik kaca jendela tetangganya, tanpa malu memadu kasih mendesah kedua insan tanpa pakaian dari dalam.
Suci menggeleng saja tanpa mempeduli yang dilihatnya tadi, membuka pintu ada lagi yang merusak suasana hatinya.
Pakain mamahnya tercecer di atas sofa dan keadaan ruang tamu yang berantakan, menutup hidung bau cairan aneh ini adalah pakaian milik pria, mau tidak mau nanti ia yang akan membereskan kekacauan ini.
"Kau sudah pulang anak manis?"
Suci terkejut mamahmya tiba-tiba datang mendorong pintu kamarnya, cepat-cepat ia memakai baju gantinya. "Ada apa, Mah?" jawabnya singkat.
"Mamah baru saja bekerja lelah, kau bersihkan ruang tamu. Paham," tekan mamahnya memberi perintah.
"Itu ulah mamah, kenapa harus aku? Mamah dan pria itu, bekas kalian berdua aku yang memungit. Menjijikkan."
"Menjijikkan katamu?! Kalau bukan karna ini, kau tidak bisa makan Suci! Kau tidak bisa bersekolah, dari mana kau hidup kalau bukan dari mamah, hung??! Jadi jangan banyak bantah, bersihkan dan buang pakain pelanggan mamah itu ke tempat sampah. Dan satu lagi yang perlu mamah tekankan padamu Suci, selama mamah tidak memaksamu ikut ke dunia mamah, kau hanya perlu menuruti apa yang mamah katakan di rumah ini. Cepat kerjakan!"
Suci memang tidak bermental besar melawan mamahnya, mengeluarkan surat dan meletakkannya di meja belajar agar mamahnya membuka surat itu nanti.
"Geser," ucapnya kasar pada mamahnya.
Monik masuk membuka amplop putih yang diletakkan Suci putrinya, membacanya kata per kata hatinya tersentil tanpa ia sadari air matanya mengalir dadanya sesak terduduk di atas ranjang Suci.
Dari lubuk hatinya yang dalam ia sangat sadar akan kemampuan Suci, ibu siapa yang tidak bangga dengan kecerdasan anaknya. Tetapi Monik terpaksa melakukan yang menolak kecerdasan Suci, ini terlalu bereisiko untuknya jika saja Suci berhasil masuk ditetima beasiswa ini.
Andaikan Suci tidak terlahir dari rahimnya, pastilah Suci bukan Suci yang seperti sekarang. Suci hanya anak dari seorang pelacur, dibesarkan dan dididik di lingkungan perumahan para bordil tinggal di sudut kota.
"Suci maafkan mamahmu, andai saja aku tidak memaksamu lahir ke dunia, pasti kau tidak merasakan hidup seperti ini, Nak. Kau harus tetap terkurung di lingkungan ini, jangan pergi kemana-mana, apa lagi kuliah, jangan pernah bermimpi. Suci maafkan mamah." Sambil mengucapkannya tangan Monik sudah merobek surat dan amplopnya dan keluar kamar menghampiri Suci sedang menyapu lantai.
"SUCII!"
"MA-MAMAH!!"
Potongan-potingan sobekan kertas melayang berhamburan di udara, Suci menutup mulutnya terkejut menangis duduk lemah di lantai membuang sapu memungutinya.
"Sudah berapa kali mamah ingatkan padamu, jangan mimpi untuk melanjutkan pendidikznmu, jangan memcari jalan keluar dari rumah ini! Beasiswa ini tidak berguna untukmu!"
"Mamah jahat!" seru Suci disela isakannya.
"DIAM KAU SUCI!!"
Suara dentuman pintu terbanting Monik berjalan keluar rumah.
Suci terus menangisi impiannya hancur dari awal, ibunya tidak menandatangani bahkan sudah merobek kertasnya. Mencoba menystukan tiap potongan sobekan berharap semua bisa kembali utuh, semuanya sia-sia, suratnya sudah tidak bisa berfungsi lagi.
"SUCI BENCI MAMAH!"
"SUCI BEMCI TEMPAT INI!"
"AKU MAU KELUAR DARI TEMPAT INI, AHKKKK!!"
Suci meraung menyedihkan menangis kencang.
Sementara dari balik pintu luar, Monik masih mendengar tangisan putrinya.
"Suci," ucapnya menahan tangis.
👇👇👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
🇬🇦🇩🇮🇸🇰
2
2023-11-09
0