"Aaaaaaa!"
Seragam putih Suci kotor terkena cipratan air hujan yang menggenang dil aspal yang berlubang, dari dalam mobil yang sengaja melakukannya sepasang kekasih tertawa puas melihat pemandangan yang mereka rencanakan.
"Gerry, Mikha! Kalian sengaja ya!" Tangan Suci menyingkirkan lumpur yang menempel di bajunya.
"Kotor ya, kasihan. Kau dan bajumu sama-sama kotor menjijikkan, hung. Ya sudah, nikmatilah sendiri di sini. Jalan sayang," ucap Mikha tampa beban.
Mobil itu melaju meninggalkan Suci tanpa merasa bersalah, mau rasa kesal pun ia sudah malu ke sekolah dengan pakain kotor dan basah begini.
Jalanan cukup sepi langit tiba-tiba mendung tidak ada tempat berteduh yang nyaman, bajunya sudah kotor gerimis perlahan mulai turun. Ia sudah terlambat ke sekolah, merasa sudah tidak aman Suci berlari ada satu pondok tempat duduk-duduk di sana.
"Aaihh-untung saja hujannya turun aku sudah berteduh di sini dulu." Meskipun tidak sepenuhnya terlindungi, setidaknya ada atap yang tidak membahasai kepalanya.
Semakin lama hujan semakin deras, angin kencang membuatnya mengigil kedinginan memeluk tas pun tidak cukup menghangatkannya.
Mengusap hidungnya baru saja bersin, duduk dilantai menyamdarkan kepala di bangku.
"Ini semua gara-gara Mikha, entah dari mana dia sering jahat padaku-" Tanpa sadar Suci bergumam sendiri semakin hanyut terbawa suasana kilasan ingatan membuat bibirnya memcurahkan isi hatinya di tengah derasnya suara air hujan.
Hampir 17 tahun merasa hidup segan mati tidak mau, dirinya bukan penyakit tapi orang-orang memperlakulannya seperti penyakit. Lahir dari wanita panggilan bukan pilihannya tetapi takdir yang mengharuskan ia menjalaninya hampir mati.
Dari SD sampai SMP ia hanya belajar dari rumah, mamahnya menyewa guru les privat dari lembaga resmi negara. Ia hanya bermain dengan pelajaran dan kayalan indah hidup di luar, terkurung dalam sangkar tidak tahu seperti apa itu bersosial.
Bila mamahnya pergi keluar, ia hanya bisa berkeliling komplek dan melihat adegan yang membuatnya ngilu, lalu diseret pulang ke rumah dimarahi begitu terus berulang-ulang.
Otak cerdasnya mampu menangkap siapa ia sebenarnya, guru lesnya sedikit banyaknya menjelaskan dan membujuk agar tetap belajar saja.
SMA ia memaksa ingin bersekolah pada umumnya, Suci hampir menggoreskan pisau di tangannya, mamahnya menyetujui keinginannya.
Dengan satu syarat, jangan terlalu unjukkan kemampuan dan menonjolkan diri di depan umum.
Dari sinilah awal semakin jatuh.
Suci sangat bersemangat menjalani pendidikannya ia lupa pesan mamahnya, nilainya mampu melebihi nilai Mikha murid yang dikususkan untuk sekolahnya.
Mikha menghancurkannya dengan memcuri data-data pribadinya, entah dari mana memdapatkan. Suci dirundung malu dan frustasi terus menerus diolok-olok.
Memaksa mamahnya memberitahu siapa ayah biologisnya, meminta mamahnya agar tidak melakukan pekerjaan ini lagi, membentak mamahnya saat berdebat, tidak mau kerja rumah kalau ia mengetahui mamahnya sedang berbuat itu sering pulang larut kurang menjaga kesehatan.
Mulut mamahnya tidak pernah mau bercerita banyak, jika ia marah pun mamah hanya membalas kemarahan tanpa memberi jawaban. Begitu terus begitu terus.
Ia mulai lelah dengan alur hidupnya, perbuatan Mikha yang terus merendahkannya, Billy cinta pertamanya, sekolah tidak mengakui kecerdasan nilainya, jijik dan risih saat melihat teman mamahnya menggoda dengan sensual.
"Sebentar lagi aku 17 tahun, tidak tidak! Hidupku mungkin tetap.seperti ini, jangan bermimpi terus Suci."
Membenarkan posisi duduknya menemgadah ke arah langit, hujan masih deras tetapi Suci sudah tidak kedinginan seperti tadi. Air matanya terus mengalir bibirmya mengkerut mengeluarkan isakan kecil.
"Tuhan, aku manusia berdosa, agama saja aku tidak punya. Izinkanlah aku meminta sesuatu? Bolehkah, Tuhan-" Satu helai daun jati terbang ke arahnya seolah menanggapi ucapan Suci.
"Aku mohon hukumlah Mikha dan temannya, dia jahat padaku. Aku tidak bisa melawannya, dia lebih kuat dariku dan mempunyai kuasa, aku tidak tahu minta bantuan pada siapa lagi. Kata Bu Clau waktu itu, Tuhan memang tidak terlihat tapi Engkau bisa melihat kami, Aku mempercayai ucapan itu. Tuhan, aku malu doaku tidak baik padamu, tapi aku dengan lancang memohon padamu. Ta-tapi aku dendam pada Mikha, bolehkah dia dihukum saja?"
DDDUAARRR!!
Tiba-tiba petir menggelegar angin bertiup kemcang, anehnya Suci tidak mendengar petir itu.
Hujan sudah reda tinggal menyisakan rintik gerimis kecil memutuskan pulang saja berjalan cepat, ini masih terlalu cepat jam pulang sekolah. Mamahnya tidak ada di rumah, memaksa diri mandi badannya menggigil.
"Sepertinya aku akan flu, kotak obat ada di kamar mamah."
Kamar tidak dikunci, sengaja karena hari ini jadwalnya membersihkan kamar mamahnya. Merogoh isi lari isinya berantakan sekeli, tangannya gatal sambil mencari sambil merapikan.
"Map apa ini jatuh?"
👇👇👇
Nggak ada yang baca ya??? Kasian akuu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
🇬🇦🇩🇮🇸🇰
13
2023-11-09
0