Anak-anak ku yang malang, semoga pemberian ku bisa mengobati rasa sakit kalian."
...***...
"Semua ini salahku, andai aku bisa mengetahui lebih awal rencana Renjana maka ini semua tidak terjadi,"
"Aku tidak tau, apa yang membuat Renjana tega melakukan hal tercela seperti itu,"
Histia menatap benci pria tua di depannya atau orang-orang sering memanggilnya paus.
"Tenang lah Histia kita dengar penjelasan pria itu sampai akhir,"
Paus kembali melanjutkan perkataannya.
"Namun, Dewata datang padaku dia memberitahu ku tentang gunung ini Dewata memintaku untuk membantu kalian,"
"Setelah membunuh keluarga kami, kau berbohong tentang Dewata yang mengirim mu ketempat ini! Katakan padaku apa tujuan mu sebenarnya!"
"Katanya kau wakil Dewata! Kalian selalu mengatakan tentang kesucian, tentang kebaikan! Tapi di belakang kalian melenyapkan ras kami!"
"Apa itu yang di sebut wakil Dewata! Katakan padaku Paus!!"
Para Beast yang selamat menatap marah Paus, petir dan hujan masih turun membuat suasananya semakin mencekam, bahkan beberapa Beast mulai berubah ke bentuk binatangnya dan menggeram ke arah Paus.
Tak lama cahaya keemasan turun dari langit menyinari bukit Nanda, hujan dan petir seakan menjauh dari bukit Nanda.
Histia, Chandra, Paus dan para Beast menutup matanya cahaya itu memancarkan aura yang penuh keagungan, membawa ketenangan dalam hati dan auranya terasa sangat terhormat sehingga membuat orang-orang itu berlutut tanpa sadar.
"Tenanglah anak-anak ku Paus tidak berbohong, memang aku yang menuntunnya sampai ke tempat ini,"
"Anggaplah dia disini, untuk melakukan penebusan dosa,"
...***...
Semuanya diam, dibawah suara yang agung itu tidak ada satupun yang berani bicara, atau pun bertanya.
"Anak-anakku kalian mendapatkan ketidakadilan maka biarlah aku memberikan kalian sesuatu,"
"Keturunan terakhir Naga Utara majulah nak,"
Dengan tetap dalam kondisi berlutut, Chandra maju ke depan menghadap pada sosok agung yang, di hormati oleh seluruh dunia.
"Chandra arkatama ravindra, kau menyaksikan negaramu hancur, kau menyaksikan rakyat mu tewas dan kau menyaksikan keluarga mu tiada, kau kehilangan wanita yang kau cintai untuk kesekian kalinya namun, kau tidak kehilangan diri kau tetap tenang, seperti bulan maka aku memberikan mu anugrahku, di dunia yang baru kau akan menjadi sosok bulan,"
"Berikanlah ketenangan untuk semua rakyatmu Chandra Putraku,"
Dewata mengulurkan tangannya kepada Chandra, cahaya emas mengenai Chandra dan membentuk tato bulan di keningnya.
Chandra menutup mata saat merasakan, perasaan asing yang membuat nya nyaman, setelah tato selesai di ukir Chandra di minta mundur.
"Terimakasih Dewata,"
"Majulah Putri ku Histia,"
Histia maju menggantikan Chandra, Dewata terlihat tersenyum saat melihat Histia.
"Adihistia Indari Jannitra, kau menyaksikan negaramu terbakar, kau menyaksikan ras mu punah untuk kesekian kalinya, kau kehilangan keluarga mu untuk yang kesekian kalinya,"
Histia mengerut keningnya, ia merasa aneh dengan kata-kata yang Dewata katakan.
'Apa maksudnya?'
"Dan kau selalu kehilangan arah setiap itu terjadi, hatimu selalu di penuhi amarah dan dendam layaknya matahari yang bisa membakar apapun, maka aku akan memberikan mu anugrahku, di dunia yang baru kau akan menjadi sosok matahari,"
"Jangan biarkan sinar mu padam Putriku karena saat sinarmu padam bulan akan kehilangan sinarnya juga,"
Dewata mengulurkan tangannya, sinar emas mengenai tubuh Histia dan membentuk tato matahari di keningnya.
"Histia, aku telah menerimanya lakukan lah Putriku, aku akan selalu memberkatimu,"
"Terimakasih Dewata."
...***...
"Dan untuk kalian anak-anak ku yang selamat, karena keserakahan anakku yang lain, kalian harus merasakan kehilangan yang berat, bukan hanya kehilangan rumah, namun kalian kehilangan Istri, anak dan orang tua,"
"Maka aku akan memberikan anugerah ku pada kalian, setiap wanita akan subur dan memiliki energi yang kuat, setiap anak yang lahir akan memiliki fisik dan kemampuan luar biasa dan setiap Ayah dan suami akan memiliki energi tidak terbatas untuk mempercepat masa pendewasaan,"
Cahaya emas mengenai semua orang, perasaan marah, sedih dan dendam mereka seperti meluap digantikan dengan perasaan tenang.
"Dan untuk hamba ku yang setia, untuk penebusan dosa mu kau harus merawat kedua anak ini, ajarkan dia ilmu-ilmu kesucian agar kelak ia bisa menjadi seorang pendeta,"
Paus menerima sepasang anak itu, mereka terlihat sangat cantik dan tampan, dengan rambut berwarna emas dan mata berwarna biru.
Mereka seperti seorang dewa dewi.
Saat Dewata hampir pergi Histia tiba-tiba bertanya.
"Apa maksudnya dengan aku menyaksikan ras ku musnah untuk kesekian kalinya Dewata?"
Dewata tersenyum dan menghilang namun Histia bisa mendengar jawaban nya di dalam kepala nya.
'Belum waktunya kau tau Putriku, tunggulah sampai tubuhmu siap menerima nya.'
...***...
"Histia kau baik-baik saja?"
Histia menatap Chandra ia tersenyum.
"Aku baik-baik saja."
Keduanya menatap bukit Nanda, Histia dan Chandra saling menggenggam tangan dan cahaya tiba -tiba keluar dari tangan mereka.
Membelah langit dan membuka sebuah dunia baru, dunia itu terlihat sangat indah orang-orang disana terlihat bahagia, tanpa sadar orang-orang itu masuk ke dalam sana.
"Ini rumah baru kita Histia, Dewangga."
Padang rumput hijau yang membentang luas, bunga-bunga liar yang bergoyang-goyang mengikuti arah angin, kupu-kupu berterbangan dengan bebas dan kuda-kuda perkasa yang tengah makan.
Tempat itu bagaikan dunia yang berbeda.
...***...
Tiga tahun kemudian
Dewangga, selalu di penuhi oleh kebahagiaan dan canda tawa tragedi tiga tahun lalu memang masih terbayang, namun mereka tidak tenggelam dalam kesedihan tapi dendam masih ada dalam hati mereka.
Dan karna jumlah penduduk yang meningkat, Dewangga di bagi menjadi dua bagian yaitu Nirmala dan Argya.
Nirmala di pimpin oleh penguasa wilayah yang pilih oleh Chandra dan Argya dipimpin langsung oleh Chandra.
Histia tidak ikut menjadi pemimpin namun ia, adalah seorang Jendral ia juga melatih para Beast agar bisa bertarung mengunakan senjata.
Dan di Dewangga tidak ada sistem keluarga bangsawan, hanya ada Raja itu semua di lakukan agar tidak ada kesengajaan sosial yang parah.
Para pekerja istana juga hidup berdampingan, dengan orang yang tidak bekerja di istana sehingga tidak ada penindasan karena berbeda kelas.
...***...
Dibawah sinar bulan Chandra dan Histia menghabiskan waktu bersama, menikmati hembusan angin yang membawa kedamaian.
"Tidak terasa tiga tahun sudah berlalu Chandra,"
Histia menggemgam tangan Chandra ia tersenyum, senyuman yang sangat cantik.
"Terimakasih karna selalu menenangkan ku dan membuat ku bertahan hidup,"
Chandra menatap tangan Histia yang menggemgam dan kemudian menatap bulan purnama, Chandra hanya diam tidak membalas perkataan Histia.
"Chandra menikah lah dengan ku,"
Chandra terkekeh kecil, membuat Histia membelalakkan matanya.
"Hari ini kau mengatakan nya 30 kali,"
"Chandra kau sangat tampan saat tertawa! Kau harus sering tertawa, dan apakah kau masih menolak ku lagi?"
Chandra tiba-tiba berlutut di depan Histia dan menggemgam tangannya.
"Adihistia Indari Jannitra maukah kamu menjadi istri ku?"
Histia tiba-tiba menangis haru dan memeluk tubuh Chandra.
"Tentu saja aku mau Chandra,"
...***...
Histia menatap Chandra yang tengah memeluk tubuh nya.
"Kau serius? Aku melamar mu sampai 30 kali?"
"Sehari 30 kali Histia, setiap ada kesempatan kau selalu melamar ku,"
Histia menatap Chandra kesal.
"Dan kau selalu menolak ku? Apa kau gila,"
Histia memeluk dada Chandra kesal, sedangkan Chandra tertawa kecil dan mencium kening Histia.
"Maafkan aku dulu aku hanya takut menerima mu,"
Histia mengerutkan dahinya, ia tidak mengerti perkataan Chandra saat ingin bertanya tiba-tiba pintu kamar terbuka dan menampilkan Kavi di depan kamar.
Dan segera tidur di tengah-tengah Histia dan Chandra tentu saja setelah mendorong Chandra.
"Kenapa kau kesini anak kadal,"
Chandra bertanya sinis dan Kavi tak kalah sinis juga.
"Tentu saja tidur dengan Ibuku, apa matamu rusak Ayah jelek?"
Histia hanya menggelengkan kepalanya melihat pertengkaran antara keduanya, ia lebih memilih tidur karena kelelahan.
...***...
"Kau terlihat bahagia anak bodoh,"
Histia menatap sekitarnya semua terlihat sangat berbeda dan di depannya, ada seorang wanita dengan pakaian kumuh yang menatapnya marah.
"Siapa kau! Dan dimana aku?"
Kabut perlahan menutupi sebagian tempat itu, dan dari dalam kabur ada banyak kaki yang bermunculan.
"Beraninya kau melupakan kami semua! Beraninya kau hidup bahagia di atas penderitaan kami!"
Histia merasakan nafasnya mulai sesak, dada nya bergemuruh kepalanya sakit, dunia seperti berputar, orang-orang misterius itu tertawa melihat penderitaan Histia.
Histia melihat sepasang kaki menghampiri ia mengelus kepala Histia, namun bukan kenyamanan yang ia dapatkan namun rasa sakit dan sebuah kilasan memori.
"Mahluk yang di buang oleh takdir."
Pria berambut mencolok itu siapa dia? Kenapa dia selalu muncul Chandra?"
Cuplikan chapter depan.
Pria berambut mencolok itu siapa dia? Kenapa dia selalu muncul Chandra?
Didepan ku seorang pria yang tengah memeluk seorang wanita yang telah tiada, pria itu terdengar memohon pada mayat gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments