Apa dia membuat pergerakan yang aneh?"
***
"Malam semakin larut Histia kau harus kembali ke istana mu,"
"Aku malas,"
"Histia udara dingin tidak baik untuk kesehatanmu,"
Histia mendecakkan lidahnya dengan sebal ia bangun dari tidurnya.
"Jangan sok peduli padaku,"
Anvaya menatap punggung Histia yang semakin menjauh, punggung kecil itu harus menerima banyak rasa sakit, punggung yang terlihat rapuh itu harus tetap tegak.
"Salam kepada bintang kekaisaran,"
"Apa mereka membuat pergerakan yang aneh?"
"Mereka bertemu ditaman dan Ular jantan memberi sesuatu pada Ular betina,"
"Dan sepertinya Nareswari akan mengadakan jamuan teh untuk Ular jantan," Anvaya mengangguk.
"Pergi dan awasi mereka lagi jangan sampai Histia terluka karna mereka,"
"Baik bintang kekaisaran," setelah itu bayangan gelap itu pergi tertelan oleh gelapnya malam.
Angin berhembus menebarkan, beberapa helai rambut hitam Anvaya.
"Kakak aku harap kau tidak melakukan sesuatu yang bisa merugikan mu,"
***
"Maafkan keterlambatan saya yang mulia Nareswari Tuan Putri,"
"Hoho tidak apa apa Putra mahkota silahkan duduk," Gestara duduk dihadapan Shinta.
Lebih tepatnya Shinta rahmadisha Nareswasi dari kekaisaran Jagaddhita, dengan mata berwarna Hazel dan rambut berwarna gandum menampilkan ciri khas kekaisaran Jagaddhita.
"Bagaimana kabar yang mulia Endra dan Nareswari Nitya?"
"Ayah dan Ibu baik-baik saja yang mulia, mereka sangat menyesal karena tidak bisa ikut merayakan ulang tahun Tuan Putri pertama."
Praya mengisi cangkir mereka dengan teh hitam, Shinta sengaja mengusir para pelayan dan membiarkan Praya yang melayani mereka.
Praya sesekali memperhatikan Ibunya yang terlihat bahagia.
Praya juga menyajikan beberapa potong kue, ke piring mereka berdua teh hitam yang pahit ditambah dengan dessert yang manis.
Perpaduan yang cocok, walaupun Praya tidak menyukai teh hitam ia lebih menyukai teh Chamomile.
"Putra mahkota bagaimana kalau kalian segera mengumumkan tentang pernikahan kalian pada publik?"
Gestara yang mendengarnya sedikit bersemangat, sedangkan Praya menatap kosong dessert didepannya.
"Kalian sudah bertunangan terlalu lama dan tahun ini pun Praya sudah genap 20 tahun, jadi kami berpikir kalau tidak ada salahnya mengumumkan pernikahan kalian, kau tidak keberatan kan Putra Mahkota,"
"Yang mulia Nareswari tentu saja saya tidak keberatan,"
Praya menggenggam cangkir ditangannya, ia tau hari ini akan datang hari, ibunya tidak akan setuju dia menjadi Kaisar selanjutnya seberbakat apapun dirinya dalam mengurus internal kekaisaran.
Sebanyak apapun bangsawan mendukungnya Ibunya, hanya ingin putra kesayangannya yang menduduki tahta.
"Bagus, Nitya dan aku pernah membahasnya dan menurut kami pernikahan harus dilaksanakan saat hari pertama musim gugur,"
'Itu tinggal beberapa bulan lagi mengingat ini masih pertengahan musim semi, kau benar-benar merencanakan semuanya dengan baik Ibu,'
"Kalian setuju kan?"
Histia tersenyum palsu.
"Aku setuju Ibu, itu adalah waktu yang baik,"
"Saya juga setuju yang mulia Nareswari,"
"Astaga Gestara hilangkan bahasa formal mu karna sebentar lagi kau akan menjadi Putra ku juga,"
"Tentu Nareswari,"
Setelah itu mereka membicarakan banyak hal, sampai tidak terasa sang rembulan sudah bersinar diatas langit, dan pesta teh hari itu telah berakhir.
***
Praya diam, dan mendengarkan perkataan Ibunya.
"Hentikan obesesimu tentang menjadi Kaisar Praya, kau hanya boleh menjadi Nareswari,"
"Hanya Anvaya yang berhak menjadi Kaisar, dan hanya Anvaya yang pantas memimpin kekaisaran ini,"
Praya mengepalkan tangannya menahan amarah yang hampir menguasai nya.
'Kenapa bajingan tidak berguna itu yang menjadi Kaisar? apa karena dia seorang Pria dan sedangkan aku wanita,'
"Kenapa aku tidak boleh menjadi Kaisar Ibu, kenapa? Padahal aku anak pertama,"
Shinta menatap Putrinya dia terlihat terluka.
"Praya hanya anak laki-laki yang berhak atas tahta, aku juga sudah memberimu banyak kebebasan, kau boleh mengerjakan internal kekaisaran, kau boleh berlatih pedang, kau juga boleh menunda pernikahan mu menurutku, itu sudah cukup jangan jadi serakah dan jangan harap mengambil hak Anvaya,"
"Kau paham kan? Selamanya kau harus ada dibawah Anvaya, wanita tidak boleh berada diatas seorang pria,"
Praya mengigit bibirnya dengan marah, selalu seperti ini Ibunya selalu membahas ini tidak boleh egois, tidak boleh serahkah, harus mengalah padahal dia lebih kompeten di bandingkan adiknya.
Praya menelan silvanya dengan kasar.
"Aku paham Ibu, maafkan aku,"
Seorang pelayan masuk kedalam kamar Shinta.
"Maaf yang mulia tapi didepan ada Putra mahkota meminta izin masuk," Shita mengangguk.
"Suruh dia masuk dan Praya kau bisa kembali ke kamarmu,"
"Baik, selamat malam Ibu jaga diri Ibu baik-baik,"
Setelah itu Praya keluar dari kamar Shinta dan, tidak sengaja berpapasan dengan Anvaya.
"Bajingan bodoh," Anvaya menatap Praya sekilas dan langsung masuk ke kamar Ibunya.
'Apa yang Ibu katakan Kak, sampai kau tidak bisa mengendalikan emosimu seperti biasa?'
...***...
Anvaya menatap Ibunya yang terlihat kelelahan.
"Duduklah Anvaya," Anvaya duduk kemudian Ibunya berbicara lagi.
"Jadilah Kaisar yang baik putraku, kau tidak boleh terus mengalah pada kakakmu mau bagaimanapun, tahta itu adalah hakmu dari awal,"
'Pantas kakak emosi ternyata Ibu kembali membahas ini,'
"Ibu, aku tidak tertarik dengan tahta bu aku hanya ingin menjadi swordmaster dibandingkan menjadi Kaisar,"
Shinta dengan marah melemparkan cangkir teh yang beberapa saat lalu ia minum, dan cangkir teh itu mendarat dengan mulus dikening Anvaya.
Darah segar mengalir dari kening Anvaya, Anvaya menutup matanya untuk mengurangi sedikit rasa sakit di keningnya.
"Apa yang kau katakan Anvaya! Sudah Ibu bilang, kau harus menjadi Kaisar!"
Anvaya bangkit dari duduknya.
"Ibu tahta itu hanya milik Kakak! Kakak lebih pantas menjadi Kaisar dibandingkan aku yang tidak kompeten!"
"Anvaya raespati loka! Sampai kapanpun Praya tidak akan menjadi Kaisar! Kau terlalu banyak membuat masalah diluar sehingga pemikiran mu seperti itu!"
Anvaya menatap Ibunya, bukan tatapan yang dipenuhi amarah namun tatapan yang penuh dengan harapan.
Anvaya menurunkan suaranya.
"Ibu aku mohon jangan sakiti kami seperti ini bu, kakak terluka Bu gara-gara obsesi Ibu yang ingin menjadikan aku Kaisar membuat Kakak sakit dan terluka,"
Shinta menatap putranya itu.
Shinta adalah wanita yang begitu menghormati adat yang diturunkan leluhur dan norma, menurut nya wanita tidak boleh menjadi lebih berkuasa dibanding pria.
Baginya, tahta tertinggi seorang wanita adalah menjadi Nareswari bukan Kaisar.
Dan saat Shinta mengetahui ia hamil anak kembar ia sempat panik, ia takut anak pertama yang lahir adalah seorang perempuan dan memiliki obsesi pada tahta.
Dan, ketakutan itu benar-benar terjadi anak yang lahir pertama adalah Praya ia seorang wanita.
Baginya melahirkan anak perempuan adalah sebuah petaka, anak perempuan tidak akan bisa melindunginya dari ancaman bangsawan.
Namun ia senang karna anak kedua yang lahir seorang pria, setidaknya ia memiliki perisai hidup.
Gara-gara hal itu juga sedikit demi sedikit Shinta mulai mengabaikan Praya, ia hanya fokus menjaga Anvaya bahkan ia hanya memberikan asinya pada Anvaya.
Padahal biasanya anak dari keluarga kekaisaran dan bangsawan akan memiliki ibu susu, itu semua untuk menjaga bentuk tubuh Nyonya bangsawan.
Namun, sangat mengejutkan saat Shinta tanpa ragu memberikan asinya pada putranya.
"Kau harus menjadi Kaisar putraku."
Tahun demi tahun berlalu, Anvaya dan Praya tumbuh semakin sehat dan ketakutan Shinta semakin meningkat.
Saat melihat putrinya, lebih berbakat dalam urusan politik dibanding dengan putranya.
Gara-gara itu juga, Shinta semakin gencar mencari calon suami untuk Praya yang masih berumur 7 tahun, dan ia ingat sahabatnya memiliki seorang putra, yang dua tahun lebih tua dari Praya.
Dan akhirnya Shinta mengajukan lamaran, tentu saja lamaran itu diterima oleh sahabatnya Nareswari dari Kekaisaran Gahyaka.
...***...
"Tidak bisa awal musim gugur Praya akan menikah jadi dia tidak berhak untuk tahta, dengar anakku ini semua demi kebaikanmu,"
Anvaya menatap Ibunya dengan tatapan tidak percaya, apakah obesesi membutakan mata Ibunya? Padahal dalam urusan politik Praya sangat berbakat, ia selalu menemukan solusi untuk segala masalah, dibandingkan Anvaya yang lebih berbakat dalam seni pedang.
"Ibu kau akan menyesali keputusan mu ini,"
setelah itu, Anvaya meninggalkan kamar Ibunya tanpa salam apapun biarlah, toh citranya sudah terlanjur buruk.
Shinta memandang pintu yang sudah tertutup itu.
"Memangnya hal buruk apa yang akan terjadi selamanya anak perempuan tidak akan berdaya,"
***
Praya melemparkan vas bunga dengan marah
"Wanita sialan itu, dari dulu wanita itu selalu mengatur kehidupanku, dia selalu merendahkan ku, hanya karena seorang wanita!"
Praya menarik rambutnya dengan frustasi.
"Sialan semua orang ditempat ini membuat ku muak,"
Praya diluar dia terlihat seperti seorang yang memiliki welas asih, sopan, dan lembut namun itu semua hanya topeng.
Seperti keluarga nya yang lain yang memiliki topeng, Praya juga memiliki nya.
Sebenarnya Praya adalah wanita dengan ambisi yang besar, wanita yang memiliki harga diri yang tinggi dan, harga diri itu tercoreng karna Ibunya merendahkan karna hanya seorang wanita.
Tatapan mata Praya dipenuhi oleh kemurkaan.
"Akan aku buktikan kalau aku mampu melakukannya, setelah memakan jantung itu rencana selanjutnya akan berjalan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Godoy Angie
Mantap, gak bisa berhenti baca
2023-11-02
0