Bakar Selatan dengan api mu yang panas Putriku, balaskan dendam dan rasa sakit yang kami alami."
***
Aku dan Histia, selalu mengalami kemalangan, nasib buruk selalu ada di sekeliling kami dan mengambil orang-orang yang kami sayangi, satu demi satu.
Anak, orang tua, saudara,rekan dan seorang sahabat, mereka ikut hilang dengan berbagai cara.
Suara Histia di kelahiran kami sebelumnya masih terekam jelas di kepala ku.
"Sampai kapan, kita akan mengalami ini semua Chandra kapan penderita mu berakhir Chandra, apa aku harus mati agar kutukan ini hilang,"
"Aku mohon Histia, jangan katakan hal mengerikan seperti itu, aku akan terus berusaha melepaskan mu dari jerat kutukan ini,"
Namun, perkataan ku pada Histia bagaikan sebuah omong kosong, kutukan kami tidak berhenti, kami terus mengalami kelahiran kembali.
"Chandra, apa yang lamunkan? Sebentar lagi acara utamanya di mulai,"
"Maaf aku hanya memikirkan tentang masa lalu, omong-omong apa acara yang kau maksud,"
Histia memberikan ku sebuah lampion, aku menatapnya bertanya lewat mata apa maksudnya.
Histia tersenyum, ia tak menjawab hanya membawa pergi ke ujung tebing.
"Ini adalah acara terakhir dari festival musim panas, yaitu melepaskan lampion harapan,"
Histia memberikan ku sebuah pena bulu yang entah kapan ia beli.
"Orang-orang Selatan percaya, kalau kau menulis harapan pada lampion di saat festival musim panas, maka Dewata akan mengabulkan permohonan mu."
Permohonan? Apakah Dewata bisa memujudkan impian ku, aku hanya ingin Histia bahagia.
Dewata, atau siapa pun apakah tidak ada satupun dari mereka yang bisa membantu kami, mengapa Histia harus menanggung karma yang sama?
Mengapa? Ini semua.....
"Kau melamun lagi Chandra,"
"Maaf,"
Histia menatap Chandra kesal, ia menghembuskan nafasnya kasar dan menggemgam tangan Chandra.
"Chandra, kau tidak perlu memikirkan masa lalu, atau penyesalan mu di masa lalu, kita harus hidup untuk masa depan,"
"Jangan sampai kau tenggelam di jurang penyesalan."
***
I see the light-biar masuk vibes nya
"Lihat lampion milik keluarga ku sudah di terbangkan, itu artinya tanda untuk kita menerbangkan lampion ini,"
Tiga lampion dari arah Istana mulai terbang, di ikutin oleh para warga yang ada di alun-alun, balkon rumah dan pinggir pantai.
Histia dan aku mulai menerbangkan lampion kami, cahaya api dari lampion bagaikan sebuah bintang yang indah.
Terbang, menghiasi langit malam, dan aku bisa melihat senyuman Histia yang netral nya tidak pernah lepas dari lampion, aku ikut melihat ke arah langit.
Indah, semuanya sangat indah.
Apakah, semua nya akan baik-baik saja? Aku selalu bertanya seperti itu.
Histia, menggemgam tanganku netra kami bertemu dibawah cahaya lampion ia seperti mengerti perasaan ku yang tidak baik Histia mengatakan.
"Tenang saja semuanya akan baik-baik saja Chandra,"
Aku mengangguk netra kami kembali melihat lampion.
"Ya semuanya akan baik-baik saja Histia, semuanya akan baik-baik saja."
Histia tiba-tiba berubah menjadi bentuk Naga nya dan memintaku untuk naik ke punggung nya.
"Untuk apa kau berubah Histia?"
Histia dalam bentuk Naga menatap ku.
"Kita harus menuntun para lampion, agar tidak jatuh ke air atau terbang ke wilayah lain,"
"Capat naik, pemandangan dari langit akan lebih indah, kau harus merasa beruntung karna aku tidak pernah membiarkan satu pun makhluk naik ke punggung ku,"
Histia menurunkan tubuhnya, aku segera naik ke punggung nya.
Dalam bentuk Naga nya Histia mengatakan.
"Ingat jangan biarkan satu pun lampion jatuh ke air."
Setelah itu kami terbang, melewati berbagai lampion di depan kami, Histia mendekatkan dirinya ke arah air dan aku menerbangkan lampion yang hampir jatuh ke air.
***
Diistana, keluarga kerajaan terlihat sedang ikut menikmati pertunjukan lampion, Naya, Thalia, dan Tala senang saat melihat Histia yang terlihat bahagia.
Biasa nya, Histia tidak bersemangat seperti itu.
"Lihat Ayah Ibu, Histia terlihat sangat bahagia,"
Naya tertawa.
"Aku tau Putra ku, dari raungan nya saja ia terlihat seperti Naga yang sedang jatuh cinta,"
"Mungkin itu, karna pria yang ada di punggung nya Ayah, Histia juga pernah mengatakan padaku tentang pria yang ia cintai,"
"Itu bagus, akhirnya Histia memiliki seorang kekasih, jadi saat kau menikah bulan depan ia tidak merasakan kehilangan bukan begitu Naya,"
Naya memeluk Thalia.
"Kau benar Thalia, omong-omong kapan menantuku akan mengunjungi istana?"
Tala cemberut.
"Calon istriku itu sangat sibuk Ayah, tapi aku akan memintanya untuk mengunjungi istana lusa."
***
Malam itu, semua nya sangat bahagia doa-doa baik terdengar dari seluruh Selatan, anak-anak tertawa berlarian di sekitar alun-alun.
Sepasang kekasih, menikmati lampion dari bibir pantai, berciuman di bawah bulan purnama.
Terdengar suara tawa dari seluruh rumah-rumah di Selatan, malam itu semuanya sangat bahagia.
'Apakah ini waktunya?'
'Apa kita tidak bisa mencegah bencana ini wahai yang agung,'
'Kita, sudah mencobanya dari jutaan tahun lalu namun semuanya, berakhir sia-sia, kekuatan itu tidak bisa aku kalahkan, mereka adalah batasan ku,'
Orang-orang misterius itu, melihat ke arah kolam disana terlihat seluruh Mahatila dan bencana yang akan terjadi.
'Bencana untuk kehidupan kali ini di mulai, maafkan aku anak-anakku,'
***
Kabut unggu, tiba-tiba datang menutupi seluruh Selatan tidak maksudnya Mahilata.
Timur
Para Naga dan beast yang tidak ikut ke Selatan merasa bingung dengan kabut yang tiba-tiba datang.
"Kabut apa ini?"
Lalu-
"Serang mereka!!"
Pasukan berjirah tiba-tiba datang dan membunuh para Beast dan Naga.
Barat, Utara, dan Selatan juga mengalami hal yang sama.
Istana penguasa Selatan
Naya, Thalia dan Tala tergeletak tidak berdaya di lantai balkon dengan kondisi tubuh yang mengerikan.
Tubuh, yang di penuhi luka, tubuh yang membusuk dan darah yang tidak berhenti mengalir dari mulut mereka.
Naya, bangkit walaupun tubuh nya mengalami rasa sakit yang tidak tertahan kan namun, ia masih mencoba melawan untuk melindungi keluarga nya.
"Manusia biadab! Beraninya kalian melakukan tindakan tidak bermoral seperti ini!"
Gelak tawa terdengar.
"Ini semua demi kemajuan umat manusia, mahluk seperti kalian harusnya tidak pernah terlahir,"
Naya, mengeram marah ia melihat istri dan putranya lalu netra nya berakhir di Histia.
'Syukurlah kau tidak di Istana Putriku,'
Naya, mengangkat pedang nya, tangan kirinya sudah membusuk karena kabut unggu itu.
Namun, walaupun kondisinya sangat mengerikan Naya tidak berhenti berjuang.
"Demi melindungi keluarga ku, demi melindungi harga diri nenek moyang ku, aku akan melawan mu sampai titik darah penghabisan,"
Dengan kondisi tubuh yang hampir hancur, Naya bisa membuat lawannya kewalahan melawannya.
'Sialan, bukanlah kabut ini melemahkan nya tapi kenapa dia masih bisa menekan ku seperti ini?'
"Ayah!"
Saat kau mengerti-virgoun
Bilah tajam menusuk punggungnya, seseorang yang mengenakan pakaian putih tiba-tiba muncul.
"Menghadapi Naga yang sekarat aja kau kesulitan,"
".... Haha, maafkan aku tadinya aku ingin bersenang-senang dengan nya dulu dan jantung Naga ini akan menjadi milikku kan?"
Pria misterius itu mengangguk.
"Ambilah,"
Naya melihat ke arah pria berbaju putih itu, dan setelahnya ia melihat ke arah Histia, dia mengelengkan kepalanya ke arah Histia.
'Pergilah Putriku, saat ini kau tidak bisa melawan orang-orang ini, tunggu lah beberapa tahun lagi sebelum dendam mu terbalaskan,'
***
Apa aku akan mati? Aku tidak bisa melindungi orang-orang yang aku cintai, maafkan aku Thalia, Tala, Histia, aku tidak bisa melindungi kalian aku terlalu lemah.
"Suamiku,"
Naya melihat ke arah keluarga nya untuk terakhir kali, ia bisa menyaksikan ketika jantung Putra kesayangan di ambil.
Tangisan istrinya, dia bisa melihat semuanya namun, ia tidak melakukan apapun tubuh yang sudah setengahnya membusuk, pedang yang tertanam di punggung nya menjadi hambatan untuk melindungi keluarganya.
Sebelum benar-benar tewas Naya mengingat masa-masa indah saat bersama keluarga nya.
***
"Ayah, kenapa sibuk bekerja terus sih kapan bermain dengan Histia!"
"Maafkan Ayah yah sayang, banyak pekerjaan yang harus ayah urus,"
Histia hanya diam
"Ayah jahat gak sayang sama Histia, udahlah Ayah main sama dokumen aja gak usah sama Histia sama Kakak,"
"Histia tunggu, hah ngambek lagi."
Naya mengelengkan kepalanya, saat melihat tingkah Putrinya itu, ia melihat ke arah Putranya yang sedang bersembunyi di bawah kolong meja.
"Tala juga, kenapa gak mau main sama adik?"
Tala keluar dari kolong meja dan melihat ke Ayah nya.
"Histia mainnya serem, suka lempar-lempar kadang juga suka ngebakar Tala gak mau main sama Histia,"
Naya mengelus rambut Tala, perbedaan keduanya memang sangat jelas, Naya yang selalu tenang, yang sangat cerdas dalam seni, kenegaraan dan sejarah.
Berbeda dengan Histia yang, nakal, dan lebih kuat dalam fisik, berpedang, berkuda, bertarung Putri nya seperti terlahir untuk menjadi seorang pejuang.
"Walaupun begitu, Tala tidak boleh menghindari Histia seperti itu, kalian kan bersaudara,"
"Iya Ayah."
***
"Bakar Selatan dengan api mu yang panas Putriku, balaskan dendam dan rasa sakit yang kami alami,"
'Ayah biarkan aku menyelamatkan kalian,'
'tidak bisa Putriku, racun ini kau tidak bisa melawannya, nak hentikan rasa sakit kami nak tolong bakar Selatan,'
Raungan Histia terdengar di seluruh
Selatan, membuat semua perhatian tertuju pada Histia dan Chandra yang ada di langit.
Histia bisa mendengar seluruh ucapan warganya.
'Tuan Putri tegarlah dan lakukan tugas anda yang mulia,'
'Tuan Putri bebaskan kami dari rasa sakit ini Tuan Putri,'
'Tuan Putri, tetaplah hidup dan balaskan dendam kami,'
"Histia aku harus pergi, seluruh Mahatila mengalami hal yang sama, aku akan menjalankan tugas terakhir ku,"
Histia menatap Chandra ia mengangguk.
"Pergilah Chandra,"
"Ayo bertemu di bukit Nanda Histia."
"Untuk apa kau kesini pembunuh! Apa kau belum puas melihat kami menderita!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments