Bab 15

Hari ini mereka menghadapi ujian tengah semester, waktu memang terasa cepat berlalu, kalau dipikir-pikir tidak lama lagi mereka akan lulus. Saat ini Olivia dan teman-temannya sedang berdiri di koridor sambil memperhatikan orang-orang di lapangan. Mereka ujian di kelas yang berbeda.

"Lu akhir-akhir ini deket banget ya sama tuh orang!?" Kata Anggie menunjuk kearah Bryan yang sedang heboh memainkan game online dengan teman-temannya.

"Dikit" bales Olivia santai.

"Eh tapi kadang-kadang dia bisa dingin" sambung Olivia lagi.

"Gw pernah liat dia nolak cewek pas ramai, suaranya sengaja digedek-gedekin, malu banget pasti tuh cewek" kata Ayrin mengingat-ingat.

"Wah sarap emang" Ayana menggelengkan kepalanya.

"Bodo amat ah bukan urusan gw" Olivia tidak peduli.

Aaaa..... Ujiannya sangat sulit dan materi yang dia baca tadi malam sebagian terlupakan. Olivia menghembuskan napas pasrah, bodo ah yang penting siap. Dia juga tidak bisa menyontek karena tidak begitu dekat dengan orang-orang disana.

"Lapar!" Keluh Olivia pelan, sepertinya seluruh energinya sudah di kuras oleh otak.

Satu jam berlalu dan waktu habis, setelah istirahat ada satu pelajaran lagi lalu mereka bisa pulang.

Olivia dan teman-temannya kini duduk seperti biasa di kantin, tapi saat ini kantin tidak begitu ramai karena siswa yang mengikuti ujian di bagi 3 sesi, sesi pagi, siang dan sore. Untung mereka semua dapat sesi pagi, coba kalau siang, baru saja datang ke sekolah pasti sudah mengantuk.

Sadar atau tidak, Olivia memandang Bryan yang duduk di pojokan agak jauh dari mejanya, cowok itu sedang heboh sama teman-temannya seperti biasa. Ternyata kalau Bryan tersenyum, akan terlihat gigi taringnya yang sedikit panjang, Olivia jarang melihat gigi taring yang seperti itu dan hanya ada di sebelah kiri Bryan. Saat Richard membuat lelucon receh dan Bryan tertawa lepas, Olivia malah ikut tersenyum-senyum.

"Heh ngapain" Ayana yang duduk di samping Olivia langsung menguncang tubuhnya.

"Ah gak ada"

"Ngapain lu senyum-senyum sendiri?!" Ayrin memicingkan matanya menyelidik.

"Huh itu.. gw keinget film yang gw tonton tadi malam, serius kocak banget hehe" Olivia beralibi sambil tertawa, Kan bisa malu kalau dia ketahuan.

Saat sudah bisa pulang, Olivia malah tidak ingin pulang. Di rumah pasti akan sepi sekali, Olivia pusing kalau harus baca novel karena ini minggu-minggu ujian, nanti ingatannya jadi tercampur.

Jadi dia memutuskan duduk di lapangan bersama Ayana yang menonton Ardian bermain basket dengan geng-gengnya. Ayana itu sedikit bucin ke Ardian, mungkin karena dia sudah naksir lama sekali, tapi Olivia kadang merasa agak aneh.

Karena bosan Olivia iseng selfie-selfie, siapa tau kalau aesthetic kan bisa di post. Bryan yang lewat ingin mendekati Olivia untuk mengerjainya. Tapi bola basket tiba-tiba mengarah ke arah Olivia, Ayana sudah duluan bangun untuk ke pergi toilet.

Bryan langsung berlari cepat kearah Olivia, daripada menepis bola berat itu dengan tangannya, atau menahan dengan tubuhnya, Bryan memilih untuk menarik Olivia kuat, pasti akan sakit sekali kalau kena. Bola itu terbang lurus hingga mengenai pagar kawat pembatas lapangan. Karena tiba-tiba di tarik, Olivia sangat kaget, bahkan kakinya terkilir dan hampir jatuh tapi Bryan menahan tubuhnya.

"Agh... Ngapain sih narik-narik?!" Olivia berdecak kesal.

"Emang mau kena bola" Bryan mendelikan bahunya tidak peduli.

"Maaf ya" kata cowok yang melempar bola sambil berlari mengambil bolanya kembali.

Olivia buru-buru menjauh dari Bryan, namun karena kakinya sakit dia malah hampir jatuh lagi dan Bryan kembali menahan tubuhnya sambil berdecak kesal.

"Berdiri yang bener dong" kata Bryan menatap Olivia tajam, kenapa tiba-tiba dia kesal?!

kalau dekat seperti ini Olivia bisa melihat mata Bryan yang ternyata cokelat terang, kalau dari dekat gantengnya jadi double...

Olivia mendorong tubuh Bryan menjauh darinya.

"Eukhm.. ya-yaudah sih makasih" Olivia langsung duduk lagi dan mengalihkan pandangannya.

"Apa sih aneh banget" Bryan ikutan duduk disampingnya.

Olivia melihat Ayana sedang mengobrol dengan Ardian sambil tertawa, kenapa di sini jadi canggung sekali. Olivia berpura-pura kalau kakinya tidak sakit, padahal sudah nyut-nyutan dari tadi dan Brya juga tidak beranjak pergi dari sana.

"Oliv, gw duluan ya" teriak Ayana sambil melambai dan berjalan dengan girang bersama Ardian yang mencubit pipinya gemas.

"Ck"

"Mau sampai kapan duduk di sini" keluh Bryan mulai bosan, mereka sudah duduk di sana lebih dari 30 menit, bahkan sekolah hampir benar-benar sepi.

"Yaudah, pulang sana" Olivia bangkit dari duduknya, tapi langsung meringis pelan karena kaki kirinya berdenyut.

"Lu kenapa?" Tanya Bryan melihat Olivia mengernyit menahan sakit, Olivia ingin menendang Bryan karena lagi-lagi tidak memanggilnya kakak, tapi tidak jadi karena kakinya sakit.

"Gak papa, lu pulang aja sendiri, ngapain juga disini" kata Olivia berbalik secara perlahan tapi bersikap biasa saja.

"Apaan sih" dengan kasar Bryan menarik Olivia hendak membawanya pergi, namun baru juga satu langkah Olivia malah berteriak.

"SAKIT TAU" kata Olivia melepaskan tangannya dari genggaman Bryan, lalu berjongkok untuk mengusap kakinya.

"Kalo sakit bilang dari tadi" Bryan memaksa Olivia untuk duduk dan dia memeriksa kaki Olivia.

Mata kaki Olivia sedikit membengkak dan lumayan lembam.

"Kampret, dari tadi sakit cuma diam doang" Bryan menjitak kepala Olivia, entah apa yang gadis itu pikirkan, Bryan benar-benar tidak mengerti.

"Kenapa marah-marah?!" Olivia meninju lengan Bryan, lagi sakit juga dia masih saja kasar.

Bryan menggendong Olivia di punggungnya, selama ayahnya tidak di rumah karena perjalanan bisnis, punggung Bryan mulai pulih tanpa ada luka baru, tapi wajahnya masih bonyok karena kadang-kadang dia berkelahi. Olivia malah merasa nyaman di punggung Bryan, dia bahkan menyenderkan kepalanya di bahu Bryan, sedangkan Bryan merasa risih karena rambut panjang Olivia yang dibiarkan tergerai menggelitik tekuk dan pipi Bryan.

Bryan menghentikan motornya di depan mini market.

"Gak usah turun" kata Bryan lalu masuk ke dalam mini market itu.

Olivia menghembuskan napasnya pelan, lalu hanya mengayunkan pelan kakinya yang sakit. Tak lama, Bryan keluar dengan salap pereda nyeri dan sekantung es.

"Nih" Bryan memberikan bawaannya pada Olivia dan naik ke motornya.

"Susu cokelat gak ada!?" Kata Olivia menepuk-nepuk bahu Bryan lumayan kuat.

"Halah males gw" Bryan menghidupkan motornya.

"Beliin dulu lah, entar kaki gw gak sembuh lagi" bukannya merengek seperti cewek-cewek pada umumnya, Olivia malah memaksa dengan menepuk bahu Bryan lebih kuat. Bryan terpaksa turun karena bahunya sudah mulai panas.

"Mintanya yang imut sekali-kali kenapa sih" keluh Bryan.

"Halah bacot"

Bryan terpaksa masuk lagi ke mini market itu.

"Jelly juga ya" teriak Olivia sebelum Bryan menutup pintu.

Saat keluar Bryan membawa kantong plastik ukuran sedang yang dipenuhi beberapa jenis cemilan dan dua botol susu cokelat.

"Wah, keren emang" Olivia mengambil kantong itu lalu mengacak rambut Bryan pelan.

Bryan mengantar Olivia ke rumahnya dan membantu gadis itu berjalan memasuki rumah.

"Jangan lupa lu olesin tuh terus di kompres, gw mau balik" kata Bryan sesudah mendudukan Olivia di sofa ruang tamu. Sebenarnya di rumah kan juga ada es batu, terus kenapa Bryan beli es batu di mini market? Dan es nya juga sudah mencair sekarang.

"Eum.. makasih ya, lu gak mau minum dulu?" Tawar Olivia.

"Gak usah gw buru-buru"

"Bryan, besok kalo lu panggil gw kakak, gw gak bakalan kasarin lu lagi deh" kata Olivia cepat sebelum Bryan benar-benar pergi.

"Males" setelah itu Bryan menghilang di balik pintu.

Setiap malam, Olivia selalu kesepian, dia hanya menggambar dan mendengarkan musik, menonton variety show yang dia suka atau hanya sekedar menelepon teman-temannya, atau terkadang menghabiskan waktu di rooftoop dengan cokelat panas dan membaca komik. Malam ini juga seperti itu, sendirian, duduk di rooftoop dan hanya menatap langit. Olivia juga memperhatikan foto sunset yang di potret oleh Bryan saat hari dimana hatinya terasa sangat hancur.

Dulu dia dan Dara sangat suka ke pantai, membuat istana pasir, mencari kerang di sepanjang pinggir pantai atau hanya kejar-kejaran. Saat sedang memikirkan itu, Olivia malah teringat lagi taring Bryan. Bukan seperti taring vampir, hanya gigi biasa yang kebetulan lebih panjang sedikit dari gigi yang lain dan lumayan runcing, membuatnya tampak manis.

Apaan sih Oliv?!\~ Oliv menggeleng kuat lalu kembali ke kamarnya.

...🧁🧁🧁...

Ujian tinggal 2 hari lagi dan mereka libur satu minggu. Olivia sedang di gerbang sekolah sambil berpikir apa yang akan dia lakukan saat libur. Ayana pasti lebih sering bersama Ardian, Anggie pulang kampung kampung, Ayrin diajak kakaknya ke lombok, aaaa.... Olivia sendirian.

Kalau ke apartement kakaknya, mau ngapain? Pasti Dara sibuk pemotretan atau shooting iklan, sama saja dia akan sendirian.

Olivia menghela napas pelan, kalau dulu di hari libur setidaknya Olivia bisa ke restorant mamanya atau main-main di kantor ayahnya, sekarang mamanya lagi di Singapure, ayahnya juga di jepang untuk membangun kerja sama dengan perusahaan elektronik disana.

Saat melangkah pergi, Olivia melihat Bryan sedang memainkan handphonenya. Saat ingin mendekat, Cindy menghampiri Bryan lalu mereka pergi. Yaah... Olivia sendirian lagi.

Karena Olivia gemas melihat ikan-ikan koi di kolam Bryan, dia juga jadi membelinya, tapi hanya sepasang koi kecil yang dia masukan ke aquarium lalu di letakkan di atas meja samping TV, dia ingin yang besar tapi dia tidak punya kolam ikan, hanya ada kolam renang, jadi yasudah lah yang kecilnya saja. Ikan koi itu berwarna hitam dan yang satunya lagi berwarna merah dan putih, menggemaskan sekali.

Olivia merasa sangat bosan, dia tidak ingin hanya dirumah saja seminggu penuh ini. Olivia tidak berani mengeluh pada Ayana kalau dia benar-benar bosan, takut gadis itu malah kasihan padanya dan tidak jadi bersenang-senang dengan pacarnya, Olivia kan tidak seegois itu, kalau pergi sendiri juga tidak akan seru. Selagi Olivia memikirkan banyak hal, dia terlelap tidur di sofa.

Deringan handphone Olivia menggema memenuhi seluruh bagian rumahnya yang sepi, dengan kesal Olivia meraih handphonenya yang terletak di atas meja di dekatnya.

"Apaan babi, ganggu" bodoh amat siapapun yang ada di seberang telepon, Olivia sudah keburu kesal.

"Kasar banget sumpah, keluar dulu deh, kaki gw pegel ini" Bryan berbicara di seberang setelah berdecak.

Olivia mengubah posisinya menjadi duduk dengan perlahan sambil mengucek matanya, wah sudah malam, untung Olivia sudah menghidupkan lampunya sebelum tidur.

"Woi... Haloo... Cepat" suara Bryan terdengar lagi.

Olivia meraih kardigan baby blue nya yang digantung di dekat pintu, lalu keluar masih dengan rambut kusut dan baju piyama. Saat keluar, Olivia melihat Bryan berdiri di samping motornya di luar gerbang yang dikunci, handphonenya masih ditemelkan di telinga. Olivia memutuskan telepon dan mendekati Bryan.

"Ngapain disini?" Olivia mengerutkan keningnya sambil merapatkan kardigannya karena udara yang dingin.

"Ayok" tanpa menjelaskan apapun, Bryan langsung mengajaknya bahkan tidak menjelaskan kemana.

"Eh..?" Olivia tidak mengerti.

Bryan berdecak karena Olivia malah menatapnya dengan ekspresi bego begitu.

"Gx mau nih, yaudah gw balik aja" Bryan menaiki motornya.

"Iya ih" Olivia membuka gerbang rumahnya.

"Eh bentar" sambung gadis itu lagi lalu berlari dengan cepat kerumahnya.

Saat keluar Olivia hanya mengikat rambutnya. Setelah Olivia naik, Bryan langsung melajukan motornya.

"Kita kemana?" Tanya Olivia karena benar-benar penasaran, ini tiba-tiba sekali.

"Makan" hanya Itu yang di katakan Bryan dan Olivia tidak bertanya lebih lanjut.

Piyama dan kardigan membuat Olivia kedinginan, walaupun dia sudah menyilangkan tangannya di depan dada, tetap saja dingin. Bryan menghentikan motornya di warung bakso, setelah Olivia duduk di salah satu meja Bryan memesan dua porsi bakso dan duduk di depan gadis yang sedang meniup-niup tangannya itu.

"Tumben banget, kok tiba-tiba?" Tanya Olivia.

"Gak ada yang khusus, bosan aja" jawab Bryan santai.

Setelah pesanan mereka sampai lengkap dengan air mineral, Olivia dan Bryan memakannya dalam diam.

"Bry tolong dong sausnya" Olivia menyuruh Bryan mengambil saus yang ada di meja belakangnya

Saat Bryan berbalik, Olivia memasukkan cuka ke dalam minuman Bryan. Saat Bryan memberikan saus itu pada Olivia, gadis itu malah tersenyum mencurigakan, Bryan mengangkat sebelah alisnya tapi kemudian dia tidak peduli dan kembali melanjutkan makan. Saat Bryan minum, dia langsung tersedak dan menyemburkan minumannya ke samping.

"Mas gak papa?" Tanya tukang bakso saat Bryan terus-terusan batuk.

Bryan mengangkat tangannya.

"To... Tolong di huk.. huk.. ganti minumnya" kata Bryan terbata-bata.

Karena merasa bersalah, Olivia menyodorkan minumannya yang baru di minum seteguk, Bryan langsung menyambarnya dan meminum dengan cepat.

"Pelan-pelan" Olivia menepuk punggung Bryan.

Setelah batuknya reda, Bryan menatap Olivia tajam dan gadis itu hanya tersenyum kikuk. Setelah makan bakso Bryan bermaksud untuk mengantar Olivia pulang, tapi gadis itu bilang masih terlalu awal jadi nanti saja. Itu kenapa Bryan membawanya ke bioskop, mereka menonton film komedi yang di pilih Olivia, wah Olivia ke bioskop masih dengan piyama yang hanya di balut kardigan, siapa yang peduli.

Saat sedang fokus menonton, Bryan dengan jail menyelipkan tangannya ke belakang kursi Olivia dan mencolek sedikit bahunya, saat Olivia berbalik ke sana, dengan cepat Bryan menarik tangannya. Saat Olivia melihat kearahnya, Bryan sok menyimak filmnya dan memakan popcorn, seolah dia tidak menyadari ada Olivia disampingnya. Olivia berdecak lalu kembali menikmati filmnya, tapi gangguan Bryan tidak berhenti.

"BRYAN GANGGU!!" Tanpa sadar, Olivia berteriak membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu melihat ke arahnya.

Gila malu banget, Olivia ingin menghilang aja. Bryan hanya terkekeh pelan. Saat filmnya selesai, Olivia buru-buru keluar, Olivia tidak mau ke bioskop lagi bersama Bryan.

"Makanya jadi orang jangan emosian" kata Bryan berjalan santai di samping Olivia.

"Bacot ah" Olivia menginjak kaki Bryan kuat membuat pria itu meringis, kalau bersama Olivia, tidak ada hari tanpa penyiksaan, untung sabar.

Bryan mengantar Olivia pulang. Saat sampai di depan gerbang rumahnya, Olivia turun dari motor Bryan.

"Makasih" katanya tulus dengan suara agak lembut.

"Nah gitu kan enak, gak kasar-kasar terus" kata Bryan sedikit mengusap puncak kepala Olivia.

Setelahnya Bryan ingin melajukan motornya tapi Olivia menarik lengannya sedikit kuat membuat Bryan kembali menegakkan tubuhnya dan menatap Olivia dengan kening berkerut di balik helmnya, cowok itu masih duduk di atas motornya. Tanpa mengatakan apapun, Olivia berjinjit dan memeluk Bryan, melingkarkan lengannya di leher Bryan. Bryan terlalu kaget untuk membalas pelukan itu, bahkan dia tidak bergerak sama sekali.

"Eukhm.. jangan salah paham ya , itu cuma... Eum... Gw gak suka lu kok" kata Olivia lalu dengan cepat melesat memasuki perkarangan rumahnya. Bryan terkekeh lalu pergi meninggalkan rumah Olivia.

"Gila, kok tiba-tiba gw peluk sih, malu banget, Olivia lu stress banget" Olivia mengutuk dirinya saat sudah di dalam rumah, wajahnya bahkan sudah sangat memerah. Aaa.... Olivia bodoh... Olivia mengambil dua botol susu cokelat dari lemari pendingin lalu masuk ke kamarnya. Olivia berharap besok dia tidak bertemu dengan Bryan, hanya tinggal dua hari lagi, semoga mereka tidak bertemu.

... 🧁🧁🧁...

Olivia melupakan semua kejadian tadi malam dan sangat fokus pada ujiannya. Fisika dia terlalu bagus karena Olivia sulit menghafal rumus-rumusnya, seharusnya dulu Olivia masuk SMK (sekolah menengah kejuruan) dan masuk kelas tata busana, tapi kenapa dia malah nyasar ke SMA.

Saat sedang memikirkan sesuatu, entah soal ujian atau hal yang lain karena Olivia belum menjawab 13 soal lagi, dia melihat Anggie dan Ayana berada di luar melambaikan tangan padanya, duh mereka saja sudah siap, tapi otak Olivia ngeblank. Sudah lah bodo amat, memangnya dia perlu rumus fisika untuk merancang baju?!

Di kantin Olivia melihat Bryan and the geng, tapi tidak ada Radit dan Tion karena mereka sesi 2, yang masuk siang. Disana juga ada Cindy, Olivia heran sebenarnya Cindy itu pacarnya atau bukan sih. Mereka kelihatan dekat banget dan Cindy juga suka nempel-nempel, eh tunggu kenapa juga Olivia peduli.

Tiba-tiba Bryan berbalik melihat Olivia dan gadis itu buru-buru menunduk dan sok sibuk makan bakso.

"Fix gw yakin lu suka Bryan" kata Ayrin tiba-tiba membuat yang ada di meja itu langsung menatapnya, Olivia bahkan mengerutkan keningnya.

"Apaan sih, ya gak lah, kok tiba-tiba gw suka dia?!" Olivia protes.

"Apaan tadi aja lu terang-terangan perhatiin tuh bocah" Ayrin bersikeras.

"Ouh iya, gw lupa malam apa tapi gw liat lu di rancing area ikut balapan diboncengin sama Bryan, gw baru ungkit sekarang soalnya tunggu lu ceritain dulu" kata Ayana sambil mengingat-ingat, membuat Olivia tersedak dengan kuah bakso, sakit sekali soalnya panas dan pedas.

"Gak lah lu salah liat kali" Olivia masih menghindar.

"Lu pakek hoodie abu-abu kan, kita pesannya bareng anjir" kata Ayana menunjukkan bukti.

"Yaudah bodo amat sumpah" Olivia mengebrak meja dan semua orang melihat kearahnya, duh makin malu aja. Anggie langsung menarik Olivia untuk kembali duduk.

"Emosian banget si kambing" kata Ayrin menyetil kepala Olivia. Sekilas Olivia melihat Bryan memperhatikannya.

"Ya gitu deh.. akhir-akhir ini emang kami agak dekat sih, dikit doang, kan lu juga liat kalau dia udah punya pacar" kata Olivia akhirnya jujur.

"Kalau dia gak punya pacar?" Ayrin menatap Olivia serius.

"Apaan sih, dia kan adik kelas" Olivia mulai risih, terasa seperti di interogasi saja.

"Ya emangnya kenapa?! Kalau suka bilang aja kali" kata Anggie menaik turunkan alisnya, Ayana juga melakukan hal yang sama.

"Bodo amat" Olivia menghabiskan baksonya dengan cepat lalu pergi dari sana, membuat ketiga temannya terbahak karena mereka tau sebenarnya Olivia sedang speechless.

Sore ini Bryan sedang menemani Cindy ke pusat perbelanjaan, cewek satu itu memang suka foya-foya dan hidup glamor. Sebenarnya Cindy itu sepupu Bryan, anak pamannya dan pamannya itu menyuruh Bryan untuk menjaga Cindy, kebetulan juga mereka satu sekolah dan seangkatan tapi beda kelas.

Cindy suka sama Bryan jadi dia memanfaatkan kesempatan itu untuk terus-terusan bersama Bryan, tapi cowok itu tidak suka dekat-dekat Cindy karena menurutnya gadis itu terlalu petakilan.

"Bryan liat deh imut banget kan" Cindy menunjukkan boneka teddy berukuran besar pada Bryan dan cowok itu hanya mengangguk. Ah bosan banget dengerin Cindy yang dari tadi sibuk mengoceh sambil berlari kesana-kesini. Mungkin sebagian orang akan berpikir Cindy itu imut dengan tingkahnya yang seperti anak-anak, apalagi tubuhnya yang mungil dan dia juga cantik, tapi itu bukan tipe Bryan.

Saat melewati rak boneka berukuran sedang, Bryan melihat boneka harimau putih yang imut, wah dia jadi teringat seseorang yang kasar sekali. Tanpa pikir panjang Bryan mengambil boneka itu dan membawanya ke kasir bersama Cindy yang juga membawa dua boneka besar.

"Wah Bryan itu buat aku ya, kamu belinya karena aku gak bisa pegang lagi ya" kata Cindy sambil menarik-narik kecil lengan jaket Bryan.

"Gak juga" kata Bryan lalu masuk ke mobil.

Setelah mengantar Cindy pulang ke rumahnya, Bryan melajukan mobil mewahnya membelah jalanan kota jakarta dengan santai, hari sudah gelap. Ngomong-ngomong besok ayahnya balik dari bali dan itu membuat mood Bryan berantakan, tapi yasudahlah.

Bryan berhenti di sebuah rumah yang bercat putih dengan gerbang besi hitam, rumah dengan halaman depan luas tapi tidak banyak tanaman, rumah yang selalu sepi. Terkadang Bryan merasa khawatir dengan seseorang yang tinggal di dalamnya, apa dia baik-baik saja? Pasti ada hari-hari dia merasa benar-benar kesepian dan ingin menyerah, apa dia sering menangis? Walau setiap saat dia menampilkan wajah ceria yang baik-baik saja. Dia seperti putri yang dikutuk dan tidak bisa keluar dari kastil.

Bryan menghela napas pelan lalu menekan bel beberapa kali, tak lama kemudian Olivia keluar dengan masker yang masih menempel di wajahnya.

"Eh tumben" kata Olivia yang hanya membuka sedikit pintunya.

"Cepat sana siap-siap" hanya itu yang dikatakan Bryan, sebenarnya kenapa dia bersikap dingin sih? Padahal kalau sama teman-temannya gilanya tidak terkontrol.

"Kemana?"

"Banyak tanyak" Bryan menimpuk pelan kepala Olivia.

"Gak sopan banget" Olivia membalas dengan tendangan kuat pada tulang kering Bryan.

"Capek banget gw sama nih orang kasar terus" Bryan mengeluh dengan suara besar sambil mengusap-usap tulang keringnya.

"Bentar"

Setelah beberapa saat Olivia mendekati Bryan yang sedang merokok di dalam mobil, tanpa basa-basi Olivia langsung masuk ke dalam dan seketika mobil itu meluncur ke jalanan kota jakarta yang tidak terlalu padat kendaraan. Olivia malas bertanya mau kemana, jadi dia hanya menatap keluar jendela, membuka sedikit jendelanya dan membiarkan angin menerpa wajahnya, bahkan Olivia tidak peduli rambutnya berantakan.

Bryan membawa Olivia ke toko es krim, mereka masih tetap diam saat menikmati es krim.

"Ada tempat yang pengen lu datangin gak?" Tanya Bryan setelah sekian lama terjebak dalam keheningan.

"Males banget gw jawabnya, panggil kakak baru mau" kata Olivia tidak peduli dan kembali memasukan satu sendok es krim ke dalam mulutnya.

"Terserah" Bryan juga tidak peduli dan kembali memainkan handphonenya.

"Ck kenapa sih gak mau panggil kakak? Lu malu!? Temen-temen lu aja gx masalah manggil gw kakak" Olivia berdecak kesal

"Lu juga sih ngapain maksa!? Suka-suka gw lah mau manggil apaan, kalo gw mau gw juga bisa manggil lu babi, kan lu lumayan gendutan tuh" kata Bryan pura-pura terganggu, dia tidak serius saat mengatakan Olivia gendut, memangnya dia buta?! Orang tinggal tulang gitu bagaimana bisa di sebut gendut.

"Wahh... Makin ngelunjak nih anak" Olivia menipuk kening Bryan kuat dengan sendok,

"Aak.. bercanda doang nyet" Bryan mengelus keningnya yang berdenyut, bahkan sudah memerah.

Setelah dari toko es krim, Bryan membawa Olivia ke pasar malam yang hanya akan berlangsung tiga hari. Sangat ramai disana, ada banyak juga stand-stand yang menjual berbagai macam hal, ada playground untuk anak-anak juga. Karena terlalu bersemangat Olivia hampir berlari ke stand yang menjual cotton candy, tapi Bryan menahan tangannya, bisa repot kalau mereka berpencar nanti. Bryan menggenggam tangan Olivia erat, membiarkan Olivia menariknya kemana saja yang diinginkan gadis itu.

Bahkan Bryan pasrah saat Olivia menariknya memasuki rumah hantu. Setelah 2 jam mereka berputar-putar, menggelilingi pasar malam itu, akhirnya Olivia menyerah dan duduk di bangku yang di sediakan oleh stand yang menjual makanan dan minuman ringan.

Bryan tidak dapat merasakan kakinya lagi, tadi sore keliling mall dengan Cindy, malamnya malah keliling pasar malam dengan Olivia, kasihan sekali kaki Bryan. Tapi karena melihat Olivia sebahagia itu, hati Bryan menghangat.

Karena sudah hampir jam 12 malam dan besok hari terakhir mereka ujian, jadi Bryan mengantar Olivia pulang. Saat gadis itu keluar dari mobilnya, Bryan juga ikut keluar sambil menggambil boneka harimau putih yang tadi dia beli. Bryan menyodorkan boneka itu kepada Olivia.

"Buat lu biar gak kesepian lagi" kata Bryan.

"Aduh manis banget" Olivia langsung memeluk boneka itu dengan gemas, kan Bryan jadi tidak tahan untuk mengusap kepala Olivia.

Untuk pertama kalinya, Bryan merasa Olivia lebih muda darinya. Kalau tidak kasar seperti ini kan imutnya jadi bertambah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!