Perjuangan mereka terus berlanjut, mencegah bola lawan mendarat dan mencetak poin. Hanya perlu satu poin lagi untuk menang tapi rasanya sulit sekali. Lawan juga tidak membiarkan mereka menang, strategi lawan menjadi lebih kuat dari sebelumnya di saat-saat terakhir sedangkan harapan tim Andara semakin menurun dengan kelelahan mereka.
Setelah beberapa saat akhirnya tim Andara bisa mencetak poin dan membuat permainan berakhir dengan kemenangan mereka. Olivia sangat bersyukur itu berakhir karena jari-jarinya benar-benar mulai parah, bahkan sedikit mengeluarkan darah.
Mereka melakukan selebrasi, berterima kasih pada para supporter dan melakukan upacara pemberian penghargaan dan mendali.
Akhirnya berakhir juga...
Mereka kembali ke sekolah lalu pulang kerumah masing-masing untuk beristirahat, sedangkan Olivia di bawa ke rumah sakit untuk penanganan serius untuk jari-jarinya.
Olivia tidak masuk sekolah selama tiga hari. Saat dia kembali hadir teman-temannya menyambut dengan senang.
"Sumpah lu keren banget tapi gak usah gila juga sih" kata Anggie menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Kan udah gw bilang jangan terlalu memaksakan diri" lanjut Anggie lagi dan Olivia hanya cengengesan menanggapinya.
...🧁🧁🧁...
Bryan menghembuskan asap rokoknya dengan kepala bersender di senderan kursi dan matanya tertutup. Akhir-akhir ini dia merasa sangat bosan karena tidak ada yang menganggunya, dia sudah banyak menganggu orang lain, bahkan berkelahi dengan beberapa orang tapi tetap saja membosankan sekali. Tiba-tiba Bryan bangkit membuat Gary yang duduk di sampingnya kaget dan hampir saja berteriak.
"Mau kemana lu?" Tanyanya karena Bryan hendak pergi keluar tanpa mengatakan apapun.
"Taman belakang, gw bosan" jawab Bryan lalu pergi, Gary terlalu malas untuk ikut karena sedang asik bermain game. Richard, Tion, dan Radit sedang di kantin, padahal ini jam pelajaran.
Bryan pergi sendiri ke taman belakang lalu melanjutkan kegiatan merokoknya. Tiba-tiba seorang gadis dari kelas X mendekatinya.
"Ka..kak, sendirian... Aja?" Cicitnya tiba-tiba membuat Bryan berbalik dan menatapnya.
"Iya nih"
...🧁🧁🧁...
Tiba-tiba Ayana mengajaknya ke kantin belakang untuk bertemu dengan Ardian, mereka sudah pacaran saat Olivia tidak masuk. Ini kan kesempatan karena sedang jamkos, tapi Olivia merasa sangat malas karena kantin belakang sangat berbahaya menurutnya, tapi dia tidak bisa menolak karena melihat Ayana yang sangat bersemangat.
Saat gadis yang duduk disamping Bryan terlalu banyak berbicara, Bryan bahkan tidak begitu mendengarnya, tapi gadis itu tetap tidak diam. Tiba-tiba mata Bryan menangkap sosok Olivia yang berjalan dengan Ayana menuju kantin belakang. Dengan cepat Bryan bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja, bahkan dia tidak peduli dengan panggilan adik kelasnya itu.
Di warung belakang, Olivia menyuruh Ayana mendekati Ardian sendirian karena dia malas kesana.
"Tapi gw gak berani, banyak banget orangnya" Ayana merengek minta ditemani.
"Gak ah pergi aja gw pantau dari sini, kalo ada yang macam-macam langsung gw sikat" Olivia mendorong tubuh Ayana pelan dan dia hanya berdiri di sana memperhatikan mereka mengobrol.
Bryan berdiri di belakangnya tanpa Olivia sadari. Walaupun Olivia itu tinggi tapi Bryan lebih tinggi darinya.
Bryan menghembuskan asap rokoknya tepat di kepala Olivia.
"Ngapain lu berdiri doang disini?"
Olivia kaget mendengar Bryan dan langsung berbalik hingga terbatuk-batuk karena menghirup sisa-sisa asap rokok yang Bryan hembuskan tadi. Saat Olivia berbalik kearahnya, Bryan bisa melihat jari-jari gadis itu yang terbalut perban.
"Kaget tau" Olivia menatap Bryan sinis.
"Ngomong-ngomong itu bukannya cowok lu?!" Bryan menunjuk ke dalam kantin dengan rokoknya.
Olivia mengikuti arah yang ditunjuk Bryan dan benar saja, di sana ada Andi yang sedang mengobrol akrab dengan seorang gadis dan tangannya malah merangkul bahu gadis itu membuat Olivia langsung mendidih. Olivia hendak mendekati mereka namun Bryan malah menahannya.
"Apaan sih?! Lepasin!" Olivia menatap tak suka pada Bryan.
"Lu mau ngapain ke sana? Tangan lu kan lagi sakit gak mungkin bisa ngebanting kan, pasti gak bisa tonjok juga kan!? Kalo lu cuma tendang aja mah mana berasa" kata Bryan panjang lebar. Olivia sedikit memikirkan perkataan Bryan, dia ingin memberi pelajaran pada orang seperti itu.
"Ah terserah" Olivia menepis tangan Bryan lalu berjalan mendekati Andi yang tengah ketawa ketiwi bersama gadis yang Olivia tidak kenal tapi sepertinya dari kelas Xll.
"Seru banget lu pada ketawa ketiwi disini" Olivia berdiri di depan Andi. Ayana langsung melihatnya karena jarak mereka tidak jauh, sedangkan Bryan masih berdiri di tempatnya.
"Eh ngapain lu-kamu kesini" Andi langsung berdiri dan mendekati Olivia. Saat cowok itu berdiri tepat di depannya, Olivia menendang kuat lutut bagian belakang Andi membuat cowok itu berlutut di tanah, setelahnya Olivia mendorong kepala Andi kuat hingga menyentuh tanah.
"Ough"
"Sialan banget sih, kalau udah bosan bilang aja" kata Olivia dengan emosi.
"Si-siapa juga yang mau sama cewek kasar kayak lu" kata Andi dengan kepala masih di tahan ke tanah.
Semua orang yang ada di sana menyoraki Olivia kecuali gadis tadi, Ayana dan Bryan. Ah memalukan sekali tapi Olivia benar-benar kesal saat ini.
"Siapa juga yang butuh cowok sampah kayak lu" Olivia melepaskan Andi, menendang perutnya sekali lagi baru pergi berlalu dari sana.
"Oliv" Ayana ingin mengejarnya tapi Olivia bilang dia ingin sendiri.
Olivia membolos jam pelajaran terakhir dan malah menangis di lapangan indoor. Tidak ada siapapun disana jadi dia bisa menangis tanpa khawatir akan ada yang melihatnya. Rasanya menyesakkan sekali, padahal Olivia merasa bisa lebih lama dengan Andi, dia menyukai pria itu. Dia memang playboy tapi Olivia menyukainya jadi dia tidak peduli. Hanya Olivia yang tersakiti di sini, selama ini hanya dia yang mencintai sendiri, baiklah kata cinta memang terdengar sedikit berlebihan.
"Ah nyebelin banget" Olivia menendang bola-bola tenis yang berserakan di lantai. Dia tidak ingin menangis tapi hatinya terasa sakit.
...🧁🧁🧁...
Sepanjang hari itu, Olivia hanya mengurung diri di kamar menangisi orang yang mematahkan hatinya. Bahkan dari pulang sekolah hingga malam dia belum memakan apapun. Kesunyian di rumahnya malam ini terasa lebih menyebalkan dari biasanya. Olivia tidak mengangkat telepon yang dari tadi berdering.
Besoknya Olivia bersekolah dengan wajah lesu dan pucat, dia tidak melakukan apapun dan hanya menangkup kepalanya di meja sedangkan Andi bercanda-canda di belakang seolah tidak ada yang terjadi, sulit sekali jika berada di kelas yang sama.
Olivia tidak memperdulikan Ayana yang mengajaknya mengobrol. Dan yang sialnya lagi hari ini diadakan ulangan dadakan, tentu saja Olivia tidak bisa fokus, kepalanya pusing dan perutnya sakit karena belum makan dari kemarin.
Saat jam istirahat, Olivia hanya membeli beberapa roti dan susu cokelat, lalu pergi ke UKS.
"Bu Melly saya disini sebentar ya" kata Olivia kepada pengurus UKS, guru cantik yang masih berusia 23 tahun.
"Iya istirahat saja dengan nyaman, kalau ada yang sakit bilang saja sama ibuk ya" ibu cantik itu tersenyum ramah.
Olivia duduk di atas salah satu brangkar dan menutup gordennya. Memakan roti dan sesekali masih sesegukan. Ah kenapa dia tiba-tiba jadi cenggeng begini sih. Dia mengingat kembali apa saja yang sudah dia lalui bersama Andi selama seminggu ini mereka jadian, dan kini mereka sudah putus, bahkan cowok itu tidak peduli atau pun merasa bersalah sedikit pun, menyebalkan sekali. Saat pulang, Olivia duduk di halte dengan tatapan kosong dan melewatkan beberapa bus dan juga angkutan umum. Patah hati pertamanya merepotkan sekali.
Saat sedang termenung, tiba-tiba suara klakson yang besar mengagetkannya, Olivia menatap malas pada si pelaku yang berada tepat di depannya.
"Ngapain lu disini?"
Olivia hanya berdecak pelan lalu menunduk ke bawah tanpa peduli, orang itu kini sudah berada di depannya.
"Segitu patah hatinya lu? Yaelah, kalau gini kan gw jadi gak semangat buat gangguin lu" Bryan berkacak pinggang memasang wajah kesal yang dibuat-buat.
"Bacot" kata Olivia masih menunduk.
"Sini gw antar pulang" Bryan menarik lengan Olivia agar gadis itu bangkit tapi langsung ditepis, walau pun Olivia melakukannya dengan sangat lemah Bryan tetap melepaskannya.
"Jangan ganggu" kata Olivia lemah.
"Lemes banget kayak gak ada tulang, nih" Bryan melempar cokelat batang ke pangkuan Olivia.
"Sumpah bisa pergi aja gak sih" Olivia setengah berteriak sambil berdiri, dia memberikan kembali cokelat itu pada Bryan lalu berjalan meninggalkan cowok itu dengan sesegukan.
Olivia menghapus air matanya yang dari tadi tidak bisa berhenti mengalir dan Bryan masih mengikutinya dari belakang
"Nyerah aja, sini gw antar" kata Bryan lagi. Olivia berhenti, menarik napas dalam lalu naik ke atas motor Bryan dengan kasar.
"Nah kalau begini dari tadi kan enak" Bryan tersenyum di balik helmnya lalu meluncurkan motornya dengan kecepatan sedang di jalanan, melewati pengendara mobil lainnya menuju rumah Olivia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments