Ketika Aina tengah menutupi wajahnya, dengan jahilnya Bima mencium jari-jari lentik istrinya. Kontan Aina membuka wajahnya, kemudian menyingkirkan muka suaminya yang berada tepat di depannya.
"Ish, malu-maluin!" bentak Aina kesal. "Liat tuh, mereka menatap kita seperti baru jadian aja."
"Biarin, suka-suka aku. Abis kamu lucu, masa di goda suami sendiri baper" balas Bima cuek.
"Suami kontrak, yang belum tentu jadi" Aina mencibir sinis.
"Berdoalah, supaya jadi kenyataan. Kita sudah melaluinya selama tiga bulan, dan semakin lama semakin dekat" ucap Bima mantap.
"Tapi aku gak mau punya suami seperti tuan Bima Bagaskara, yang matanya masih liar kalo liat wanita cantik" kilah Aina telak. "Malah aku berniat mengakhiri hubungan kita, karena kesehatan Mama mu yang paling utama saat ini."
"Hehe! Wanita cantik adalah sebuah pemandangan indah, sayang apabila di biarkan tanpa menggaguminya. Dan mengenai keinginan mu bercerai dari ku, pikirkan kembali untung dan ruginya" Bima menghembuskan asap rokok menyerupai bulatan-bulatan kecil, lalu pudar begitu Aina mengibaskan dengan tangannya.
"Dasar playboy, punya seribu alasan untuk mengelak. Selama tiga bulan ini, aku sudah muak dengan berbagai cara dan alasan para wanita mu untuk menyingkirkan ku" keluh Aina merasa frustasi. "Belum lagi menghadapi kesehatan Ibu ku, yang membuat ku pesimis bisa memenangkan perang karena ulah mu dengan berbagai betina."
"Heh kamu sebut peperangan melawan para wanita ku, lucu sekali sebutan itu. Yang pasti aku sudah mengeluarkan uang banyak, untuk amunisi mu melawan mereka."
"Dasar pelit, perhitungan banget jadi suami. Padahal semua yang kulakukan, untuk menolong mu dari jerat para wanita haus belaian."
"Sorry ya, bukan pelit tetapi efesiensi. Penggunaan harus sesuai dengan kebutuhan, tokh kamu juga menikmati keuntungan dengan menjadi istri kontrak ku."
"Ah susah deh, ngomong sama kamu. Enggak pernah bisa menang, dan mengerti apa telah ku lakukan."
Perdebatan sengit ke duanya terhenti seketika, ketika sang waiters mengantarkan pesanan mereka.
"Pesanannya kak, silahkan dinikmati" ucapnya, sambil tersenyum dengan ramah.
"Terimakasih" balas Aina tak kalah ramah.
"Hai...hai, halo Bima keponakan Tante yang ganteng" seorang wanita cantik dengan dandanan heboh, berteriak-teriak menghampiri meja mereka.
Aina mengernyit heran, melihat kedatangan perempuan yang mirip ondel-ondel. Ia langsung memeluk leher suaminya, yang sedang duduk menikmati roti bakarnya.
"Eh, Tante jangan asal peluk!" seru Aina sebal. Ia segera bangkit berdiri, dan melepaskan tangan yang melingkar leher Bima.
"Kamu siapa, main kasar segala?" tanyanya sambil melotot kesal, karena aksinya di cegah oleh Aina.
Sedangkan Bima terlihat anteng-anteng saja, menikmati' sajiannya. Ia seolah menikmati pertunjukan, yang di mainkan istrinya.
"Aku istri lelaki yang seenaknya Tante peluk-peluk, gak tau malu sekali!" cerocos Aina gemas sendiri, apalagi Bima terlihat acuh.
"Bim, kenapa kamu diem aja?" tanyanya lagi, demi melihat yang bersangkutan tak bergeming.
"Oo Tante Sarah, apa kabar?" tanya Bima, menengok ke arah belakang dimana wanita paruh baya itu berdiri.
"Aku baik-baik saja, sayang. Sejak kapan, kamu menikah? Kenapa gak undang-undang?" tanyanya beruntun.
"Aku rasa itu bukan hal penting, menikah ataupun tidak gak ada bedanya. Aku tetap bujangan, yang di cari dan di gilai perempuan" ucapnya sombong.
"Huh..., narsis banget!" sela Aina, dengan wajah sinis. "Kamu juga Bima, daun tua diembat mana enak buat lalapan" lanjutnya lagi keki.
"Hei, kamu anak kecil! Tau apa kamu, dengan kebutuhan seorang pejantan tangguh seperti Bima" ucap wanita bernama Sarah itu meremehkan kemampuan Aina.
"Memangnya, Tante kuat berapa ronde? Untuk memuaskan dahaga seorang Bima, wanita seumuran Tante apa masih kuat?"
"Kurang ajar!" Tante Sarah hendak melayangkan tangannya ke wajah Aina, tetapi dengan cepat Bima menengahi.
"Sorry Tan, aku gak suka kekerasan. Lagipula romansa antara aku dan kamu sudah selesai, sebelum aku menikahinya. Jadi simpanlah amarah mu, jangan sampai aku permalukan Tante di muka umum" ancam Bima, yang mampu membungkam mulut Sarah.
"Kamu tega, Bim! Salah Tante apa? Sampai kamu memutuskan hubungan kita, di saat aku berkorban meninggalkan suami ku."
"Tante gak salah, cuman aku sudah bosan dengan permainan mu. Lagipula aku tak meminta Tante, bercerai dengan suami mu. Hubungan kita hanya simbiosis mutualisme, sama-sama menguntungkan."
"Jahat sekali kamu, Bim!" serunya histeris, sambil berlari keluar dari ruangan cafe. Para pengunjung sontak berkasak-kusuk, membicarakan kejadian yang terjadi. Malah ada yang diam-diam mengambil gambar mereka, untuk di jadikan sebagai bahan ghibahan di sosmed. Tetapi kelakuan netizen julid itu ternyata tak lepas dari mata elang Bima, yang dengan beringas langsung mendatanginya.
"Sorry bro, ini bukan pertunjukan gratis yang bisa seenaknya kalian upload. Saya minta hapus, gambar yang sudah kalian rekam itu. Apabila menolak, siap-siap untuk berurusan dengan hukum. Paham kalian!" suara Bima menggelegar memperingati pengunjung, yang telah merekam adegan mereka tengah bertengkar.
Serta merta mereka menghapus secepatnya, begitu mendapat ancaman yang tak main-main dari Bima. Lalu satu-persatu mereka meninggalkan cafe, takut kena amukannya.
"Kita pulang, di sini udah gak aman buat nongkrong lagi. Kita cari tempat yang lebih berkelas, tanpa ada yang ingin tau urusan orang lain" ucap Bima menaruh beberapa lembar uang berwarna merah di atas meja, kemudian menarik paksa tangan Aina.
"Apaan sih?" Aina mengibaskan tangan Bima yang memegangnya erat, begitu tiba di pelataran parkir.
"Maafkan Aina, tadinya kita mau mencari ketenangan malah tambah runyam" sesal Bima, sembari membuka pintu bagian penumpang.
"Makanya, jadi cowok jangan kebanyakan ceweknya. Satu juga pusing, apalagi satu lusin" ujar Aina keki.
"Malam ini kita nginap di hotel aja, kebetulan aku punya teman yang jadi manager hotel bintang lima. Kali aja dapet diskonan, untuk menginap beberapa hari" ucap Bima, sembari menutup pintu. Ia kemudian berlari mengitari kendaraannya, untuk masuk ke bagian pintu yang lain.
"Huh, ternyata orang kaya suka juga dengan diskonan" cibir Aina, begitu melihat Bima sudah duduk di kursi kemudi. "By the way, manager hotelnya cewek apa cowok nih?"
"Yang pasti, cewek cantik juga seksi. Dan yang terpenting, dia juga menaruh hati pada ku"ungkap Bima jumawa.
"Kalo gitu batalkan aja, lebih baik menginap di rumah Ibu ku. Daripada aku harus beradu mulut lagi, dengan perempuan simpanan mu. Rasanya energi ku habis setelah beradu mulut tadi, perlu ditambah daya supaya kembali fit" keluh Aina, sedikit frustasi. "Apakah harus seumur hidup? Aku harus terus-menerus bertengkar, dengan gundik mu."
"Kalo perlu, sebagai imbalan yang telah diterima oleh mu. Kamu harus menjadi penghambat untuk para wanita-wanita haus belaian" ungkap Bima tenang. "Buat aku gak masalah mau tidur di manapun, sama-sama memejamkan mata" katanya malas. "Udah siap, kita berangkat" sambungnya lagi mengingatkan.
"Heum!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments