Sebuah ide terlintas di benak Diandra, ia akan membuat Bima malam ini bertekuk lutut padanya. Sambil tersenyum-senyum sendiri, ia meninggalkan Lidya yang mengacungkan jempol tanda menyetujui apa yang akan di lakukan olehnya. Dorongan dari Lidya adalah mood booster bagi Diandra, yang memang saat ini tengah di butuhkannya sebagai penyemangat. Mumpung perempuan yang mengaku-ngaku sebagai istri dari mantan tunangannya, tidak ada di rumah. Ini adalah kesempatan besar, yang jarang terjadi, ia harus dapat menaklukkan Bima bagaimana pun caranya.
Diandra menaiki undakan tangga dengan hati berdebar, tetapi demi sebuah misi ia harus tegar. Jangan sampai gagal apalagi mendapat malu, Diandra harus bermain luwes demi menggapai keinginannya. Orangtuanya diambang kebangkrutan, hanya ia satu-satunya yang bisa menyelamatkan perusahaan mereka. Perjalanan ke Eropa adalah alibi, untuk mengelabui para penagih hutang agar tak mencari mereka.
Diandra mendorong pelan pintu kamar Bima, yang tak terkunci. Terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi, rupanya sang pejantan tengah membersihkan diri. Tanpa sungkan, Diandra membuka tangtop yang di pakainya. Ia menghampiri sumber suara tersebut, sembari melepaskan sisa pakaiannya yang masih melekat. Begitu sampai di dalam, tampak Bima dengan posisi membelakanginya. Tubuhnya yang kekar terlihat seksi, karena tersiram air.
Langkah kaki Diandra tanpa keraguan, ia segera menyentuh tubuh yang begitu sangat di rindukannya. Bima tertegun sesaat, ketika merasakan ada tangan halus membelai dan memijat-mijat perlahan punggung juga bahunya. Bima memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut yang sudah lama ia lupakan. Otaknya langsung menerka satu nama, Diandra. Karena ia sudah hafal, setiap tingkah polah mantan tunangannya. Yang selalu memberi kejutan tak terduga, seperti saat ini.
Walaupun hatinya menolak, tetapi tubuhnya merindukan sentuhan hangat Diandra. Apalagi tubuh mantannya, menempel tanpa sehelai benangpun di punggung tegapnya.
"Ahh!" satu ******* keluar dari bibirnya, kala jemari lentik Diandra memilih-milih putingnya bergantian. Sudah lama Bima tak mendapat asupan kenikmatan dari para gundiknya, karena ia sibuk dengan schedule bisnisnya.
"Kamu suka, Bim. Pernahkan Aina memperlakukan mu seperti ini?" tanya Diandra memancing reaksi dari Bima.
"Aina itu perempuan liar, yang sulit aku taklukkan" jawabnya, sembari merem melek menikmati servis yang di berikan Diandra.
"Bagaimana dengan ku? Apakah selama aku jauh dari mu? ada perempuan lain, yang bisa menggantikan posisi ku?" tanya Diandra memancing reaksi Bima. Sedangkan tangannya dengan lincah, mengurut-ngurut senjata kebanggaan pria itu. Tak ketinggalan, mulutnya menciumi bahu juga punggung lebar Bima.
"Ahh... ahhh!" Bima mendesah-desah, menikmati sensasi yang di berikan Diandra. "Sejauh ini, kamu yang terbaik Diandra diantara para wanita ku" balasnya dengan suaranya yang sengau.
Diandra merasa di atas angin, ia segera beralih posisi menjadi di depan Bima. Memberikan segenap kemampuannya dalam memuaskan seorang pria, ia berjongkok dan menghisap pusat kejantanan Bima dengan rakus.
Entah karena gerakan Diandra yang sedikit kasar, atau Bima yang segera sadar. Kelakuannya bejatnya bisa saja sampai ke telinga Aina, dengan serta merta ia mendorong kepala Diandra yang sedang memanjakan juniornya.
"Bruuk!" Diandra terjengkang ke belakang, dengan sekali dorongan keras.
"Aww! Punggung ku, sakit Bima. Kamu, kasar sekali!" pekik Diandra keras, merasakan tubuhnya terhempas ke lantai kamar mandi.
"Itulah akibatnya, bermain-main dengan ku" suara Bima terdengar sinis di telinga Diandra. "Sudah ku katakan, hubungan kita telah kandas. Jangan pernah mendekati ku lagi, atau mencoba merayu ku" ucapnya tegas, ia meraih bathrope dalam tumpukan handuk dan segera memakainya. Tak lupa juga Bima raih handuk yang lain untuk Diandra, dan melemparkannya pada wanita yang sedang terduduk di lantai.
"Bugh!" handuk jatuh di wajah Diandra, dan dengan rasa tidak bersalah Bima meninggalkan perempuan yang hendak merayu dirinya itu.
Dengan sisa-sisa harga dirinya yang terkoyak, Diandra segera meraih handuk serta memakainya untuk menutupi ketelanjangannya. Ia memunguti pakaiannya yang berceceran, dan membawanya ke luar.
"Don, kita ke club. Aku bosan di rumah, istri ku lagi mudik. Oke! Aku jemput kamu sekarang juga, jangan lelet" suara Bima terdengar di telinga Diandra, yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Rupanya lelaki itu, tengah menghubungi asisten pribadinya.
"Diandra!" panggil Bima, ketika ia melintas di depannya. "Jangan lupa, bawa sekalian printilan aksesoris mu" ujarnya, menunjuk tempat tidurnya dimana bra renda warna hitamnya teronggok.
Wajah memerah Diandra tak dapat di sembunyikan, ia serta merta mengambil barang pribadinya, dan keluar dari kamar yang menyesakkan dadanya.
Ia secepat kilat berlari menuruni anak tangga, menuju ke kamarnya di lantai satu. Tetapi ketika hampir memasuki kamarnya, pintu di sebelahnya terbuka. Terlihat Lidya keluar, sambil membawa gelas kosong. Ia terkejut, mendapati Diandra dengan penampilan yang semrawut.
"Bagaimana Diandra? Berhasilkah kamu mendapatkan perhatian anak ku?" tanyanya dengan wajah berbinar-binar senang.
"Sorry Tan, aku gagal..."
"Bagaimana bisa?"
"Panjang ceritanya, Tan. Aku mau ganti baju dulu, nanti ku ceritakan detailnya."
"Oke, Tante tunggu. Kebetulan, Tante juga mau ke dapur."
Lidya cepat-cepat beranjak pergi, sambil berjalan ia berpikir keras. Mungkin Diandra mengalami kegagalan, dalam merayu putranya? Ah, masa iya sih? Bima lelaki dewasa yang tak pernah merasa cukup dengan seorang wanita, tentunya akan mudah Diandra taklukan.
"Bima, mau kemana kamu?" Lidya memanggil putranya, ketika ia melihatnya turun dari lantai atas.
"Aku mau ke club, suntuk di rumah" jawab Bima, sembari melenggang pergi.
"Jangan pergi, Nak. Ini sudah tengah malam, bahaya di luar sana" ucap Lidya khawatir.
"Mama ini, kenapa sih? Aku udah besar, Ma. Bukan anak kemaren sore, yang harus selalu di awasi. Umur ku saja 30 tahun, apa yang Mama takutkan?"
"Bagi Mama, berapa pun usia seorang anak tetap akan selalu kecil di matanya."
"Buanglah rasa berlebihan itu, Ma. Yang patut Mama khawatirkan, Diandra anaknya teman Mama itu."
"Memangnya, kenapa dengan Diandra?"
"Ajarilah ia sopan santun, masuk kamar lelaki beristri itu haram hukumnya" ucap Bima, ngeloyor pergi meninggalkan Ibunya yang hanya diam membisu. "Bye Ma, jangan tunggu aku pulang!"
"Dasar anak durhaka, di pilihin perempuan baik-baik kok nyarinya malah yang rusak" Lidya mengomel panjang lebar, sambil berjalan kembali ke kamarnya. Ia yang tadinya hendak ke dapur, membatalkan niatnya dan menaruh gelasnya begitu saja dimeja ruang tengah.
Lidya lebih memilih menjumpai Diandra di kamarnya, dan menanyakan apa yang terjadi tadi.
"Tok...tok...tok! Diandra, boleh Tante masuk?"
Tak terdengar sahutan dari dalam kamar, membuat Lidya penasaran. Ia menguak pintu yang tidak terkunci itu, dan matanya terbelalak sempurna melihat kejadian di depan matanya.
"Diandra!" pekik Lidya terkejut, mendapati putri sahabatnya tergolek dengan bersimbah darah.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments